2. Jawaban Klasik

"Assalamualaikum ...." Ben masuk ke dalam rumah usai mengucapkan salam dengan suara pelan, mungkin ia takut membangunkan anak-anak.

"Dari mana saja?" kataku, dengan wajah yang entah menunjukkan ekspresi apa sebab sudah begitu suntuk seharian dengan aktivitas yang berulang selama hampir enam tahun ini.

"Di, kamu belum tidur?"

"Tidur? Kamu pikir aku perempuan seperti apa Ben, bisa tidur saat suaminya belum pulang?"

"Maaf Di, tapi kan aku sudah mengabari kalau hari ini lembur."

"Maaf? Ben, biasanya kalau kamu lembur kan cuma sampai jam sembilan malam. Tapi ini sudah pukul sebelas, Ben. Sudah malam sekali. Lagipula kenapa tidak memberi kabar? Apa kamu tahu bagaimana lelahnya aku menunggu? Ditambah anak-anak yang ikut-ikutan berulah seperti Papa-nya!" aku mulai meluapkan kemarahan, mengeluarkan semua unek-unek yang sudah tidak tertahankan hingga suaraku mungkin terdengar sampai ujung gang karena hari sudah makan sementara nada suara sengaja ku naikkan hingga beberapa oktaf. Hak biasa yang kulakukan kalau sudah kesal pada Ben.

"Di, kamu kan tahu Hp-ku rusak, makanya tidak bisa mengabari. Tapi aku sudah berusaha menelepon dari telepon kantor, tapi tidak kamu angkat."

"Ben, kamu kan juga tahu, aku paling tidak bisa menjawab telepon saat anak-anak bersamaku. Lagipula mana aku tahu kalau itu telepon kamu. Dan alasan Hp rusak, kamu mau beli Hp baru? Iya, Ben? Kamu kan tahu perekonomian kita pas-pasan. Kalau kamu memaksa beli Hp baru, bisa-bisa anak-anak makan nasi putih aja."

"Maaf Di,"

"Maaf ... maaf ... maaf! Itu saja yang kamu bisa. Lagipula berapa sih kamu dibayar sama perusahaan sampai mau lembur segini larut. Aku heran padamu Ben, kenapa begitu royal pada kantor yang tidak bisa memberikan jaminan kesejahteraan untuk karyawannya. Gaji paling kecil tapi memeras tenaga karyawan benar-benar kebangetan. Persis penjajah. Jahat!"

"Maaf Di,"

"Apa kamu tidak bisa melakukan hal lain selain minta maaf? Atau apa dengan permohonan maafmu rasa lelahku bisa hilang? Kekesalanku padamu hilang? Aku capek Ben, capek! Seharian menghadapi ulah Caca dan Cici, mengerjakan pekerjaan rumah yang tidak kunjung beres ditambah harus menjemput anak-anak. Ya, aku sendiri yang menjemput mereka. Kamu enggak tahu, kan? Kami terpaksa naik turun angkot, lalu nyambung jalan kaki sambil gantian menggendong mereka karena merengek kelelahan."

"Lho, kenapa Di? Kan ada pak Imran?"

"Pak Imran sudah berhenti. Tadi pagi dia datang minta naik gaji, tapi aku tolak. Makanya dia minta berhenti saja. Katanya bayaran yang kita berikan untuk menjemput anak-anak terlalu kecil, sudah setahun lebih tidak dinaik-naikkan juga, padahal apa-apa sudah naik. Makanya dia mundur. Padahal dia tidak tahu, gaji kamu juga enggak naik-naik sejak enam tahun lalu. Tetap stay di angka tiga juta. Iya kan Ben?"

"Maaf Di,"

"Maaf lagi. Kamu tahu tidak Ben, aku malu saat dia bicara dengan nada suara sengaja ditinggikan agar ibu-ibu satu komplek mendengar. Aku kesal Ben, kesal sekali! Apa kamu tahu, teman-temanku yang suaminya kerja seperti kamu sudah kaya raya. Tidak tinggal di rumah KPR, yang entah kapan lunasnya. Padahal rumah kita kecil sekali. Tidak ada apa-apanya dengan rumah teman-temanku.

Mereka juga punya mobil. Enggak Hanya motor keluaran entah tahun berapa saking lamanya aku lupa tahunnya.

Lalu mereka tiap akhir pekan bisa liburan kemanapun mereka mau. Enggak hanya di dalam negeri, tapi juga keluar negeri. Kamu paham nggak Ben. Hidupku benar-benar tersiksa dengan kamu!"

"Aku akan berusaha lebih keras lagi, sabar ya Di."

"Sabar ... sabar ... sabar. Hanya itu yang bisa kamu katakan. Memangnya aku kurang sabar Ben? Sampai harus lebih sabar lagi? Aku capek Ben. Sungguh lelah dan juga muak. Harus nunggu berapa lama lagi?"

"Sedikit lagi Di, insyaAllah tahun ini kita ...,"

Kata-kata Ben terhenti sebab mendengar suara tangis anak-anak. Entah itu Caca atau Cici. Yang jelas Ben bersegera masuk ke dalam untuk menghampiri putri kami.

"Dari tahun kemarin kata-katanya sama. Suruh sabar, suruh tunggu. Keburu kiamat!" aku masih melanjutkan omelan.

"Di, baju Caca penuh semut, kenapa ya?" tanya Ben, sambil berusaha mengganti pakaian Caca yang masih merengek sambil menggaruk badannya.

"Tauk!" jawabku.

"Ya Allah, nak. Caca main apa, kenapa bajunya basah dan lengket begini? Ini apa?" Ben masih saja berusaha sementara anaknya merengek, mungkin menahan sakit akibat gigitan semut.

Di rumah ini memang begitu. Banyak semutnya, meski aku sudah cukup rajin membersihkan. Asal ada sedikit yang manis saja maka pasukan semut akan datang.

"Di, tolong bantu dong." pinta Ben.

"Tolong ... tolong. Kerjakan saja sendiri. Dari tadi pagi aku juga ngerjain semuanya sendiri. Sampai mau copot nih pinggang gara-gara ngurusin anak-anak, tapi kamu juga nggak nolongin.

Jadi laki-laki jangan egois Ben, jangan maunya dilayani terus. Apa-apa selalu aja ngandelin istri. Apa kamu tahu betapa lelahnya aku. Dikit-dikit tolong, persis anak kecil.

Aku udah bosan Ben, disuruh-suruh terus. Tapi kamu tetap aja enggak peduli. Kamu mah enak, pulang-pulang tinggal istirahat. Apa salahnya sesekali bantuin aku?" ungkapku, panjang lebar.

"Aku kan juga bantu kamu, Di." ungkap Ben, sambil menimang Caca yang sudah selesai berganti pakaian dan sudah ditaburi minyak anti semut yang tercium dari aromanya.

"Bantu apa?"

"Kan aku selalu berusaha pulang tepat waktu. Kalau enggak lembur jam setengah enam sudah sampai rumah. Setelah itu aku bantu jagain Caca dan Cici, kok. Kadang juga bantu kamu beberes. Itu semua aku lakukan demi mengurangi beban kamu, Di. Aku tahu kamu lelah, aku ...,"

"Oo, jadi sekarang kamu mau hitung-hitungan?"

"Bukan Di, tadi kan kamu yang nanya."

"Alah banyak alasan, kamu memang enggak pernah ikhlas bantuin aku. Iya kan Ben. Lalu kamu maunya apa? Mau seperti teman-teman kamu yang bebas mau pulang jam berapa, atau nongkrong dimana? Iya, Ben? Kalau gitu cari saja perempuan yang sejenis seperti istri teman-teman kamu. Yang enggak punya rasa lelah, yang anaknya enggak seaktif anak-anak kamu. Jangan jadi kepala keluarga kami. Paham!"

"Di ... Di. Aku itu enggak ngeluh kok. Enggak merasa berat juga punya istri seperti kamu dan anak-anak kayak Caca dan Cici, tapi aku hanya ...,"

"Alasan kamu saja, Ben!"

Aku sebenarnya sangat lelah, ingin sekali berbaring dan segera terlelap untuk melepas keletihan ini. Tapi juga masih ingin melepaskan kekesalanku pada Ben. Aku ingin ia tahu bahwa aku lelah, aku bosan dengan keadaan kami yang begini-begini saja.

Terpopuler

Comments

Tutik Rahayu

Tutik Rahayu

masih 2 bab uda bagus tp knp like dikit ya...
ga melulu kisah CEO , bagus ini seperti kehidupan real

2023-02-24

1

Amanda Ayunda

Amanda Ayunda

ngenes

2021-12-13

0

Efan Zega

Efan Zega

cerewet bgt sih....

2021-02-09

0

lihat semua
Episodes
1 1. Kekesalan Yang Menumpuk
2 2. Jawaban Klasik
3 3. Saat Dia Pergi
4 4. Tetangga Julid
5 5. Pulang Ke Rumah Ibu
6 6. Aku Akan Mewujudkan Mimpiku
7 7. Ke Kantor Ben
8 8. Hadiah Dari Ben
9 9. Minggat Ke Rumah Ibu
10 10. Nyinyiran Ibu
11 11. Pilihan
12 12. Caca Dan Cici Ngambek
13 13. Nasihat Yang Diabaikan
14 14. Kerepotan
15 15. Ben Minta Penjelasan
16 16. Sidang
17 17. Putusan
18 18. Menyesal, Kah?
19 19. Hari Kedua
20 20. Berpisah Dengan Anak-anak
21 21. Bertemu Anak-anak
22 22. Janji Seorang Ibu
23 23. Ben Yang Berubah Dingin
24 24. Sikap Sinis Orang-orang
25 25. Ibu Datang
26 26. Mampukah Aku?
27 27. Anis Bicara
28 28. Nasya Datang
29 29. Anis Bicara
30 30. Pergi Dari Hidup Ben
31 31. Bicara Pada Caca
32 32. Tetangga Baru
33 33. Caca Dan Cici Di Kantor Polisi
34 34. Bicara Dengan Ben
35 35. Tawaran Mbak Hana
36 36. Memulai Semuanya Dari Awal
37 37. Anis Datang
38 38. Di Tengahi Mbak Hana
39 39. Ternyata Masih Ada Orang Baik
40 40. Anis Datang Lagi
41 41. Ben Datang Lagi
42 42. Ibu Maafkan Aku
43 43. Ibu Maafkan Aku (2)
44 44. Jalan Tol Dari Mbak Hana
45 45. Kejutan Dari Allah
46 46. Janji Pada Caca
47 47. Aku Tak Akan Menyerah
48 48. Kita Mulai Semua Dari Awal
49 49. Ibu, Maafkan Aku
50 50. Terimakasih
51 51. Rencana Nasya
52 52. Bertemu Ben
53 53. Rumah Impian
54 54. Kejutan Dari Ben
55 55. Rahasia Besar Ibu
56 56. Rahasia Besar Ibu (2)
57 57. Rahasia Besar Ibu (3)
58 58. Bertemu Ibunya Nasya
59 59. Bicara Pada Tante Maya
60 60. Kesaksian Tante Maya
61 61. Mencari Nasya
62 62. Kepergian Tante Maya
63 63. Kepergian Tante Maya (2)
64 64. Ancaman Ben (1)
65 65. Nasihat Ben
66 66. Persiapan Perang
67 67. Hadiah Dari Ben
68 68. Telepon Dari Nasya
69 69. Ben, Maafkan Aku
70 70. Baby Ketiga
71 71. Harapan Mbak Hana
72 72. Setelah Tiga Bulan
73 73. Permintaan Lelaki Itu
74 74. Ibu, Tenanglah
75 75. Bicata
76 76. Lelaki Kenalan Ibu
77 77. Novel Dan Penolakan
78 78. Harus Lebih Kuat, Di.
79 79. Tak Ada Alasan Untuk Tidak Bersyukur
80 80. Bujukan
81 81. Perjuangan Ben
82 82. Keributan Pagi Ini
83 83. Suara Teriakan Lagi
84 84. Jualan
85 85. Diremehkan
86 86. Kejutan Dari Mbak Hana
87 87. Caca Hilang
88 88. Berkelahi
89 89. Hibah 11 Triliun
90 90. Surat Tante Maya
91 91. Mencari Nasya
92 92. Menemukan Nasya
93 93. Cerita Nasya
94 94. Apakah Kamu Mau Jadi Saudaraku?
95 95. Akhir
Episodes

Updated 95 Episodes

1
1. Kekesalan Yang Menumpuk
2
2. Jawaban Klasik
3
3. Saat Dia Pergi
4
4. Tetangga Julid
5
5. Pulang Ke Rumah Ibu
6
6. Aku Akan Mewujudkan Mimpiku
7
7. Ke Kantor Ben
8
8. Hadiah Dari Ben
9
9. Minggat Ke Rumah Ibu
10
10. Nyinyiran Ibu
11
11. Pilihan
12
12. Caca Dan Cici Ngambek
13
13. Nasihat Yang Diabaikan
14
14. Kerepotan
15
15. Ben Minta Penjelasan
16
16. Sidang
17
17. Putusan
18
18. Menyesal, Kah?
19
19. Hari Kedua
20
20. Berpisah Dengan Anak-anak
21
21. Bertemu Anak-anak
22
22. Janji Seorang Ibu
23
23. Ben Yang Berubah Dingin
24
24. Sikap Sinis Orang-orang
25
25. Ibu Datang
26
26. Mampukah Aku?
27
27. Anis Bicara
28
28. Nasya Datang
29
29. Anis Bicara
30
30. Pergi Dari Hidup Ben
31
31. Bicara Pada Caca
32
32. Tetangga Baru
33
33. Caca Dan Cici Di Kantor Polisi
34
34. Bicara Dengan Ben
35
35. Tawaran Mbak Hana
36
36. Memulai Semuanya Dari Awal
37
37. Anis Datang
38
38. Di Tengahi Mbak Hana
39
39. Ternyata Masih Ada Orang Baik
40
40. Anis Datang Lagi
41
41. Ben Datang Lagi
42
42. Ibu Maafkan Aku
43
43. Ibu Maafkan Aku (2)
44
44. Jalan Tol Dari Mbak Hana
45
45. Kejutan Dari Allah
46
46. Janji Pada Caca
47
47. Aku Tak Akan Menyerah
48
48. Kita Mulai Semua Dari Awal
49
49. Ibu, Maafkan Aku
50
50. Terimakasih
51
51. Rencana Nasya
52
52. Bertemu Ben
53
53. Rumah Impian
54
54. Kejutan Dari Ben
55
55. Rahasia Besar Ibu
56
56. Rahasia Besar Ibu (2)
57
57. Rahasia Besar Ibu (3)
58
58. Bertemu Ibunya Nasya
59
59. Bicara Pada Tante Maya
60
60. Kesaksian Tante Maya
61
61. Mencari Nasya
62
62. Kepergian Tante Maya
63
63. Kepergian Tante Maya (2)
64
64. Ancaman Ben (1)
65
65. Nasihat Ben
66
66. Persiapan Perang
67
67. Hadiah Dari Ben
68
68. Telepon Dari Nasya
69
69. Ben, Maafkan Aku
70
70. Baby Ketiga
71
71. Harapan Mbak Hana
72
72. Setelah Tiga Bulan
73
73. Permintaan Lelaki Itu
74
74. Ibu, Tenanglah
75
75. Bicata
76
76. Lelaki Kenalan Ibu
77
77. Novel Dan Penolakan
78
78. Harus Lebih Kuat, Di.
79
79. Tak Ada Alasan Untuk Tidak Bersyukur
80
80. Bujukan
81
81. Perjuangan Ben
82
82. Keributan Pagi Ini
83
83. Suara Teriakan Lagi
84
84. Jualan
85
85. Diremehkan
86
86. Kejutan Dari Mbak Hana
87
87. Caca Hilang
88
88. Berkelahi
89
89. Hibah 11 Triliun
90
90. Surat Tante Maya
91
91. Mencari Nasya
92
92. Menemukan Nasya
93
93. Cerita Nasya
94
94. Apakah Kamu Mau Jadi Saudaraku?
95
95. Akhir

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!