Azhar kembali ke bangsal setelah menjawab telepon dari bawahannya. Mereka telah memenjarakan para bedebah itu dan mendapatkan informasi tentang markas Blue Union. Sekarang dia tinggal mengatur strategi untuk menyerang geng narkoba dan penjual senjata ilegal itu.
Memasuki bangsal Azhar melihat gadis itu bersandar di tempat tidur dengan pikiran melayang menatap ke luar jendela hingga tidak memperhatikannya masuk. Dia melirik ke atas nakas di mana terdapat makanan yang belum tersentuh.
"Kamu tidak sarapan?" tanyanya berjalan mendekati tempat tidur.
"Ah? Kamu belum pergi?" Tisya baru tersadar dari lamunannya setelah mendengar suara pria itu. Dia bahkan tidak tahu sejak kapan dia ada di dalam. Pikirnya pria itu sudah pergi.
"Kamu tidak perlu khawatir. Saya akan menjaga kamu hingga kamu sembuh," ucap Azhar khawatir gadis itu takut tinggal sendirian di rumah sakit.
Azhar telah meminta anak buahnya menyelidiki lapar belakang gadis itu dan dia tahu kalau dia tidak punya kerabat lagi di dunia ini. Hanya ada seorang sahabat yang datang bersamanya ke kota ini. Sahabatnya itu sedang dalam masa orientasi sekarang dan tidak bisa meninggalkan kampus.
Tisya tercengang mendengar ucapan pria itu. Bukan itu maksudnya, dia tidak membutuhkannya untuk menjaganya. Dia hanya khawatir akan lebih merepotkan pria itu. Dia sudah berutang budi dua kali, jika bahkan dia harus menjaganya lagi akan menjadi sangat memalukan. Mereka hanya orang asing pria itu tidak berkewajiban untuk menjaganya hingga sembuh. Dia juga telah berutang biaya rumah sakit padanya, bagaimana dia harus membayar semua itu?
"Kamu... kamu pasti sangat sibuk. Kamu tidak perlu menjagaku di sini. Kamu bisa melakukan pekerjaanmu sendiri," balas Tisya merasa bersalah.
"Tidak apa-apa. Pekerjaanku tidak mendesak." Dia menarik kursi dan duduk.
"Itu... emm... biaya rumah sakitnya berapa? Aku akan mengganti uangmu nanti. Setelah mendapatkan gajiku bulan ini aku pasti akan langsung membayarmu," ucap Tisya gelagapan.
"Kamu tidak usah membayar ku kembali. Anggap saja itu sebagai ganti rugi atas cederamu." Azhar tahu gadis itu adalah gadis yang baik dan dia tidak ingin menyusahkannya atau mengambil keuntungan darinya. Dia telah bersalah karena melibatkan gadis kecil itu hingga menjadi sasaran sekelompok bedebah itu.
"Aku akan membayarmu nanti. Cederaku bukan karena kamu. Kamu tidak perlu membayar biaya rumah sakitku. Bukan kamu yang membuatku terluka," tolak Tisya tidak ingin menjadi beban orang lain.
'Kruk... Kruk....'
Tisya menundukkan kepalanya merasa sangat malu perutnya tiba-tiba berbunyi karena lapar. Ingin rasanya dia menemukan lubang untuk bersembunyi.
Azhar tersenyum kecil mendengar suara itu. "Kamu pasti lapar. Ayo makan dulu. Masalah biaya rumah sakit pikirkan nanti saja," kata Azhar meraih bubur di atas nakas.
"Bisakah kamu makan sendiri?" tanyanya melirik lengannya yang di perban.
Tisya juga melirik lengannya yang terlilit kain kasa, lalu melirik mangkuk di tangan Azhar. Sepertinya dia tidak punya tenaga untuk makan sendiri.
"Aku akan menyuapimu," ucapnya menarik kursi lebih dekat ke tempat tidur.
Tisya tercengang mendengar saran pria itu menatapnya dengan mata bulat. Tidak mungkin dia benar-benar ingin menyuapi nya, kan?
Tindakan pria itu selanjutnya membuat Tisya tidak bisa berkata-kata, dia mengangkat sendok berisi bubur ke depan bibirnya dan secara mekanis Tisya membuka bibirnya membiarkan sendok masuk ke dalam mulutnya.
Merasakan lembutnya bubur di mulutnya Tisya baru tersadar, pipinya terasa sangat panas hingga terbakar. Dia tidak bisa merasakan bubur yang masuk ke dalam mulutnya, jantungnya berdegup sangat kencang.
'Dia... dia benar-benar menyuapinya?'
Jika bawahan Azhar melihatnya menyuapi seorang gadis dengan sangat perhatian rahangnya pasti akan jatuh. Apakah h seperti itu yang akan dilakukan oleh komandan yang sangat dingin dan galak?
"Masih mau?" tanya Azhar setelah Tisya menghabiskan semangkuk bubur.
Tisya menggelengkan kepalanya sebagai tanggapan. Perutnya sudah sangat kenyang setelah menghabiskan semangkuk bubur. Sebenarnya dia tidak pernah makan sebanyak ini, tapi karena pria itu yang menyuapinya dia tidak berani menolak atau mengatakan sudah kenyang.
Azhar meletakkan mangkuk ke atas nakas, mengambil gelas berisi air, dan membantunya minum lagi.
Setelah makan dan minum hingga sangat kenyang dan minum obat Tisya merasa ingin buang air kecil. Dia pun bergerak dari tempat tidur ingin turun menuju kamar mandi. Tubuhnya sudah terasa lebih baik dan tidak terlalu sakit setelah minum obat. Kepalanya juga sudah berhenti pusing.
Azhar yang melihatnya segera bertanya, "Ada apa?"
"Saya... saya mau... ke kamar mandi," jawab Tisya terbata. Dia masih tidak terbiasa berhadapan dengan pria itu.
"Aku akan membawamu," ucapnya langsung mengangkat gadis itu.
"Ah!" pekik Tisya ketakutan.
Azhar memeluk Tisya dengan kuat tidak membiarkannya jatuh.
"Turunkan aku. Aku akan ke kamar mandi sendiri," ucapnya sangat malu. Kenapa pria ini tiba-tiba menggendongnya begitu saja?
"Kakimu masih sakit. Biar kuantar sampai ke kamar mandi," balas Azhar melirik kaki gadis itu yang juga dibalut perban.
Tisya melihat ke arah kakinya, dia teringat sepertinya saat berlari kemarin kakinya tidak sengaja tergores. Dia tidak meronta lagi dan membiarkan pria itu menggendongnya ke kamar mandi.
Berada dalam pelukan pria itu membuat Tisya bisa mencium aroma kayu pinus dan maskulin miliknya. Mendengarkan irama jantung di dada pria itu yang berdetak teratur dan mantap. Dia juga merasakan otot-otot dada pria itu sangat keras. Lengan yang melilit bahunya sangat kuat membuatnya merasakan rasa aman yang tidak bisa dijelaskan. Lagi-lagi pipinya memanas dan jantungnya berdetak tidak karuan. Dia sangat takut pria itu akan mendengar suara detak jantungnya.
Sampai di kamar mandi Azhar mendudukkan gadis itu di atas kloset. "Aku akan menunggu di luar. Panggil aku jika sudah selesai," ujarnya berjalan keluar dari kamar mandi tidak lupa membantunya menutup pintu.
Tisya menarik napas lega melihat pria itu keluar. Dia kemudian melakukan urusannya sendiri di dalam kamar mandi dengan pelan-pelan takut menyentuh lukanya.
Beberapa saat kemudian Tisya yang telah selesai buang air kecil memanggil Azhar masuk. Azhar membuka pintu mendengar suara Tisya, masuk ke kamar mandi dan kembali menggendong Tisya. Kali ini Tisya telah bersiap, jadi dia tidak terlalu gugup dan berteriak seperti sebelumnya.
Azhar membawa Tisya keluar dari kamar mandi dan meletakkannya ke atas tempat tidur. Setelah memastikan gadis itu duduk dengan benar dia mundur dan duduk di kursi.
'Tok... Tok... Tok....'
Terdengar suara ketukan pintu.
"Masuk," teriak Azhar.
Pintu terbuka dan seorang pria berseragam hijau tentara masuk sambil membawa tas kertas di tangannya. Tisya pernah melihat pria itu yang diperintahkan oleh Azhar untuk membawa pria waktu itu ke penjara.
"Komandan, ini barangnya." Kata Ferdi menyerahkan tas kepada Azhar. Dia melirik gadis di tempat tidur dengan rasa ingin tahu. Siapa gadis yang bisa membuat komandannya tinggal begitu lama di rumah sakit?
Dia mengingat saat kemarin komandan menelepon untuk melacak lokasi melalui nomor ponsel. Apa gadis ini yang dilacak komandan, ya?
"Kembalilah. Beritahu Rendy untuk bersiap memimpin operasi malam ini," ucap Azhar menerima tas yang dibawa Ferdi.
"Siap Komandan!" teriak Ferdi memberikan hormat militer sebelum keluar dari bangsal.
Tisya yang menyaksikan itu semua merasa tidak nyaman. Sepertinya pria itu sangat sibuk, tapi dia masih harus menemaninya di rumah sakit.
"Ini untukmu," ucapnya menyerahkan tas yang dibawa Ferdi tadi kepada Tisya.
Tisya menatap Azhar dengan bingung, kemudian pada tas yang di letakkannya di atas tempat tidur. Penasaran Tisya membuka tas itu dan mengeluarkan sebuah kotak ponsel mereka buah terbaru. Tisya menatap Azhar dengan bingung.
"Aku menemukan ponselmu sudah rusak kemarin, jadi aku meminta bawahanku untuk membeli ponsel baru untukmu. Kartu ponsel lamamu juga sudah di masukkan ke ponsel itu," jelas Azhar.
"Ini terlalu mahal aku tidak bisa menerimanya," tolak Tisya memasukkan kembali ponsel itu ke dalam tas.
"Aku sudah membelinya untukmu. Jika kamu merasa terbebani kamu bisa membayarku dengan menyicil," balas Azhar tenang. Harga diri gadis itu sangat kuat, dia tahu dia pasti tidak akan menerima ponsel pemberiannya secara percuma. Karena itu dia berkata seperti itu, setidaknya dia tidak akan menolak lagi atau merasa sangat terbebani.
"Kalau begitu terima kasih. Aku pasti akan membayarmu nanti." Tisya tersenyum tulus menatap Azhar.
߷߷߷
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
🦋⃟Fly🍾⃝Kͩᴀᷞᴛͧɪᷡᴇͣ
bagus TTP zar
2023-08-11
0
🦋⃟Fly🍾⃝Kͩᴀᷞᴛͧɪᷡᴇͣ
sungguh berat hidupmu Tisya
2023-08-11
0
al-del
sama aku ajalah 😅
2023-08-10
0