Jamal tidak menyangka jika Muna akan bicara langsung pada keluarganya jika dirinya itu adalah kekasihnya, hal itu membuatnya sangat malu karena posisinya saat ini yang bekerja hanya sebagai seorang montir sedangkan keluarga Muna adalah orang berada.
Jamal pun melupakan statusnya yang hanya seorang duda tanpa anak itu membuatnya semakin menciutkan nyalinya melihat tatapan tidak suka dari tuan rumah.
Berbeda dengan kedua pria yang baru saja datang menyapa Muna.
”Darimana saja kamu kenapa baru pulang?” tanya Brian pada adik kecilnya.
”Aku habis jemput dia Bang, bagaimana dia tampan kan?” bisik Muna membuat Brian mengalihkan pandangannya ke arah Jamal.
Melihat tatapan curiga dari Brian membuat Jamal merasa semakin dikuliti apakah keluarga ini memang seperti ini.
”Lumayan, kerja dimana dia?” tanya Brian.
”Dia ahli dalam perbaikan mobil dan mobilnya Bang Regan dialah yang menanganinya,” balas Muna.
Regan menatap ke arah Jamal yang masih terdiam. ”Jangan canggung, kita bukan kakak yang jahat terhadap adiknya.”
”Iya, tentu saja. Aku yakin kalian orang-orang yang baik.”
”Makanan sudah siap ayo kita makan bersama!” ajak Sinta yang tiba-tiba datang menghampiri mereka. Mereka pun pindah ke meja makan dan menyambung obrolan sebelumnya di sana.
Jamal terdiam apalagi menatap makanan yang ada di meja makan yang tentunya dia belum mencobanya, bukannya katrok tapi dia memang belum pernah mencobanya meskipun pernah melihatnya di televisi.
”Ayo silakan dicicipi ini adalah makan malam yang istimewa karena putriku pertama kalinya membawa seorang pria datang ke rumah,” ujar Sinta.
”Benarkah?” ujar Jamal.
”Iya,” sahut Sinta.
”Jangan terlalu jujur padanya nanti dia bisa besar kepala,” seru Rizal kesal karena Sinta terlalu memuji Jamal.
"Papa lupa bukankah kita harus selalu jujur kenapa sekarang papa justru melarang mama untuk jujur pada orang lain, papa keterlaluan!” sungut Muna kesal tiada terkira mendengar respon darinya.
”Sudah jangan ribut, ayo kita makan!” ajak Regan yang justru lebih dewasa dari dua pria yang lainnya.
Mereka pun makan dalam diam meskipun sesekali Rizal melirik ke arah Jamal yang terlihat kampungan sekali terlihat dari bagaimana dia memegang sendok dan garpu. Rizal pun yakin jika Jamal terbiasa makan menggunakan tangannya jadi dia tidak bisa menyesuaikan diri, Rizal tidak mau melihat putrinya sengsara apalagi jika bersama dengan Jamal pria yang baru dikenalnya.
”Kau mau kemana setelah ini?” tanya Regan pada Muna yang masih asyik duduk di ruang tamu bersama dengan Jamal setelah berpamitan pada yang lain.
”Aku mau keluar sebentar Bang, nanti pulang kok gak lama,” balas Muna.
”Ingat jangan bikin papa marah!” ucap regan mengingatkan adiknya yang manja.
”Tentu, kami pergi dulu,” pamit Muna disusul Jamal dibelakangnya.
Rizal pun menghampiri Regan yang masih berdiri menatap adiknya pergi.
”Kau kenal pria itu?” tanya Rizal menatap tajam ke arah Jamal dan Muna yang telah berada di dalam mobil.
”Tidak, tapi sepertinya dia pria yang baik,” sahut Regan.
Mendengar hal itu Rizal pun menoleh ke arah putranya. ”Jadi kau mendukung mereka berdua?” papar Rizal seraya menahan kesal karena putranya justru mendukung orang lain.
”Pa, jangan menilai seseorang hanya dari tampilan luarnya saja. Pria tadi memang terlihat sangat sederhana tapi aku yakin sekali dia pria yang baik dan bertanggung jawab jadi di mana letak kesalahannya?” ujar Regan membuat Rizal semakin berang.
”Jadi kau mendukung mereka begitu, jika adikmu hidup sengsara bersama dengannya bagaimana?” tanya Rizal.
”Itu tidak akan mungkin terjadi, pria yang bertanggung jawab tidak akan membiarkan pasangannya menderita,” bantah Regan.
”Astaga jadi kau mendukung adikmu begitu?”
Regan tidak menjawab dirinya justru masuk ke dalam menemui Sinta, mamanya.
***
”Keluargamu nampaknya tidak suka denganku,” ucap Jamal.
”Kata siapa? Itu hanya perasaanmu saja,” sahut Muna.
”Iya memang itu berdasarkan perasaanku dan aku yakin sekali akan hal itu.”
”Ayahku memang seorang diktator kamu pasti ngerti kenapa aku membayarmu menjadi kekasihku karena aku tidak mau diatur olehnya.”
”Bukankah hanya kau putri satu-satunya pasti beliau memiliki alasan kenapa melarangmu,” ujar Jamal.
”Tapi aku tidak suka dikekang olehnya.”
”Ya ampun segitunya kau ini. Kita pulang sekarang!”
”Aku akan naik taxi nanti kau bisa membawa mobilku untuk bekerja besok.”
”Tidak perlu, aku bisa naik bus lagian aku tidak terbiasa memakai kendaraan pribadi.”
Jamal turun dan memberikan kunci pada Muna tapi gadis itu menolaknya dan memeluk lengan Jamal mengikutinya masuk ke apartemen.
”Kau ...”
”Aku mau ikut denganmu sebentar saja ya, please!” rengek Muna.
Jamal hanya bisa pasrah menolak pun percuma untuknya karena bagaimanapun dia hanya menumpang di sini dan itu karena keinginan Muna sendiri, mengingat kontrak kerjasama menjadi kekasih palsu membuat Jamal kembali kesal kenapa dia harus terlibat dalam masalah yang sedang dihadapi gadis yang ada di sampingnya sekarang.
”Segeralah pulang ini sudah malam, tidak baik seorang gadis keluyuran malam-malam,” ucap Jamal.
”Kamu tidak senang aku berada di sini?”
”Bukan begitu, tapi kau juga harus tahu batasannya.”
”Ini di kota bukan di desa, ingat itu,” kilah Muna tidak mau kalah.
”Baiklah terserah kau saja.” Jamal tak ingin berdebat dan memilih untuk menyandarkan dirinya di sofa.
”Tidur saja di kamar kenapa harus tidur di sini?” ucap Muna.
”Karena kau belum pulang aku tidak akan membiarkanmu sendirian.” Jamal berucap masih dengan mata yang terpejam.
”Sepertinya aku mengganggumu, baiklah aku akan pulang sekarang sampai jumpa besok.”
Muna bangkit mengambil tas tangannya dan segera pergi meninggalkan apartemennya membiarkan Jamal beristirahat tanpa dia ganggu.
Setelah kepergian Muna, Jamal kembali terngiang-ngiang perkataan Rizal yang mengganggu pikirannya.
”Apa pekerjaanmu sehingga kau berani mendekati putriku? Apa kau butuh uang?”
Jamal membuka matanya perlahan mengingat perkataan itu sama persis ketika istrinya meminta cerai hanya karena dia sedang menganggur dan tidak memiliki uang sepeserpun.
”Astaga kenapa uang selalu menjadi topik utama dalam kehidupan,” gumam jamal semakin tidak mengerti dengan apa yang sedang dia alami.
Jamal melangkah ke kamarnya berniat untuk memejamkan kedua matanya di sana, namun hal itupun tidak menghilangkan rasa kesalnya dan dia teringat kembali perkataan Rizal yang melarangnya mendekati Muna, putrinya.
”Ish, kenapa aku jadi teringat perkataan orang tua itu sih!” Jamal mulai kesal dan berniat untuk keluar mencari angin.
Dia tidak bisa jika harus bertahan seperti ini tapi dia sudah terlanjur jatuh dalam permainan yang dibuat oleh Muna, gadis itu sudah menyeretnya sejauh ini apakah dia akan menyerah dan mengganti kerugian tempo hari. Jamal terus saja menimbang hingga suara bel pintu berbunyi mengejutkan dirinya.
”Siapa yang datang malam-malam begini, bukankah Muna sudah pulang ke rumahnya.”
Jamal mendekati pintu memastikan siapa yang datang. ”Kenapa dia balik lagi?”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments