Muna merasa bersalah kedua kakaknya mendiamkannya, apalagi Rizal dia benar-benar kesal padanya. Sinta yang melihat ini hanya bisa bersabar, karena apapun yang dia katakan takkan ada artinya buat suaminya.
"Bang.”
”Mm.”
”Anterin keluar yuk!”
”Tidak mau, kamu sedang dihukum papa karena merusak mobilnya.”
”Ish, itu kan mobilnya Bang Regan lagipula aku udah minta maaf padanya.”
”Lalu jika sudah minta maaf apa perkaranya selesai? Tidak kan?”
”Aku akan memperbaikinya dengan uang jajanku!” ucap Muna mantab.
Brian tertawa mendengarnya, ”Uang jajanmu sudah dihapus, semalam papa sudah memberitahukan Abang sama Regan untuk tidak membantumu.”
”Ya ampun, kalian tega sekali.”
”Biar kamu gak manja, cari uang itu sulit maka jangan suka hura-hura buang uang!”
Muna memanyunkan bibirnya mendengar perkataan Brian kakaknya yang satu ini memang super cerewet seperti Rizal tapi sebenarnya dia sangat baik dan penyayang pada adik perempuan satu-satunya.
Muna beranjak ke kamarnya mengemis pada kedua kakaknya adalah hal yang sia-sia baginya karena nyatanya mereka sama sekali tak mau membantunya.
Muna mengotak-atik ponselnya mencoba menghubungi Haris namun pria itu sama sekali tidak bisa dihubungi. ”Astaga siapa yang harus aku mintai bantuan?” lirih Muna.
Diliriknya jam dinding waktu terus saja berjalan dan sekarang sudah menunjukkan pukul sepuluh pagi, bagaimana dia bisa keluar dari rumah tanpa sepengetahuan orang-orang. Muna mulai galau, dirinya kembali berjalan mondar-mandir sesekali dia memukul kepalanya berharap jawaban keluar dari sana.
”Muna buka pintunya Sayang, mama mau bicara?” seru Sinta.
”Masuk aja Ma, pintunya gak dikunci kok,” sahut Muna.
Sinta masuk bersama dengan Regan pria itu berjalan santai memasukkan kedua tangannya di kantong celananya berlagak sok tua menatap kesal pada Muna. Bagaimana tidak kesal mobil kesayangannya tergores karena ulahnya, awalnya dia tidak mempermasalahkannya tapi diakhir cerita itulah Regan kesal kenapa dia membiarkan tukang bengkel itu merusaknya.
”Ada apa Ma?”
”Makan dulu kamu belum sarapan kan?” ucap Sinta.
”Nanti saja deh Ma, Muna belum lapar.”
”Astaga masih saja ngeyel gak mau makan, ini sudah siang Dek, kalau kamu sakit bagaimana?” ujar Regan.
”Biarkan saja toh gak ada yang sayang sama Muna.”
”Dengar sendiri kan dia ngomong apa, mama masih saja belain dia!”
”Apa yang dikatakan sama abangmu benar, kamu harus makan lebih dulu, menurut itu lebih baik daripada kamu sakit siapa yang akan menjagamu di rumah sakit nanti?”
”Mama siapkan ya, kamu segera turun.” Sinta ke bawah menyiapkan sarapan buat putrinya dan setelah Sinta pergi giliran Regan yang menatap adiknya dengan tatapan ingin membunuhnya membuat Muna yang ingin meminta tolong padanya menciut seketika.
”Bang, bantu Muna ya kali ini saja,” rengek Muna.
”Tidak akan, aku tidak mau mengambil resiko jika terjadi sesuatu padamu.”
”Astaga padahal membantu adiknya sendiri apa susahnya sih! Bang aku akan pergi ke bengkel itu dan meminta pertanggung jawabannya.”
”Tidak perlu biar aku saja yang ke sana nanti.” kedua mata Muna membulat mendengar pengakuan dari Regan bagaimana nanti jika dia bertemu dengan Jamal di sana.
”Bang kali ini saja ya beri Muna kesempatan, Muna janji tidak akan membuatmu kesal lagi setelah ini.”
Regan tidak memperdulikan perkataan Muna yang ingin dia lihat adalah mobilnya segera kembali. ”Nanti jam sebelas ikut aku keluar tapi kau harus sudah kembali pukul tiga mengerti!”
”Makasih Bang, kau memang yang terbaik. Aku sayang sama kamu.”
”Halah, bilang sayang karena ada maunya saja.” Regan menarik Muna memintanya untuk segera sarapan.
***
Jamal tidak tahu harus bagaimana, hari ini bosnya marah-marah karena kecewa padanya dia sendiri sudah meminta maaf padanya dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi, namun sepertinya bosnya itu belum bisa sepenuhnya memberikan maaf padanya. Jamal tetap harus bertanggung jawab dengan apa yang dia perbuat kemarin.
”Bagaimana?” tanya Arya yang juga ikut khawatir dengan keadaan teman satu profesinya itu.
”Bagaimana apanya pe-a?” Jamal balik bertanya.
”Ya itu masalahnya udah kelar belum?” sungut Arya karena dikatai pe-a oleh Jamal.
”Mana ada kelar yang ada semakin berkepanjangan iya karena Muna pasti bakal menuntutnya, aku uang darimana sebanyak itu buat makan sendiri aja susah.”
”Kelar hidupmu Jamal,” seru Arya.
”Dah lah lebih baik kita kerja saja daripada kena semprot lagi.” Jamal kembali fokus dengan kerjaannya karena banyak mobil yang masuk dan harus diperbaiki.
Tepat jam istirahat Jamal kembali kedatangan tamu tak diundang, Muna datang dengan tampilan yang lebih berani daripada kemarin membuat Jamal harus banyak-banyak mengucap istighfar.
”Mau apa kau datang ke sini?”
”Mau apa kamu bilang, tentu saja mau menagih janji Anda yang kemarin cepat katakan apakah Anda setuju menjadi kekasih kontrakku? Jika iya silakan dibaca dan tanda tangani di sini!” Muna memberikan selembar kertas dan memberikannya pada Jamal.
Jamal membacanya dengan sangat teliti bahkan tidak ingin ada satupun yang terlewatkan olehnya. ”Ya ampun perjanjian macam apa ini kenapa isinya menguntungkan pihak satu semua!”
”Kau mau tahu kenapa bisa demikian?” Jamal menggeleng.
”Karena pihak satu lebih banyak dirugikan daripada pihak kedua.” Muna menyerahkan pena ada jamal membuat pria itu memekik karena mau tidak mau dia harus mengikuti perintah Muna karena dirinya sudah tidak memiliki pilihan lain. Dia tidak memiliki uang sepeserpun untuk membayar kerugian mobil yang dia gores kemarin siang. Jamal merasa berat hati tapi dia pun akhirnya menandatangani kontrak tersebut.
”Ish, sial rupanya hidupku akan sial terus jika berada di dekatmu,” ucap Kamil.
Muna tidak menanggapi perkataan Jamal, dia tersenyum bahagia karena sebentar lagi papanya tidak akan mengoceh lagi menanyakan hal siapa kekasihnya sekarang. Muna hanya perlu memoles Jamal sedikit saja untuk menjadi pria yang lebih berkelas. Muna tersenyum puas seketika.
”Jangan bersikap seperti itu kau sungguh membuat saya takut!” ujar Jamal.
”Mulai sekarang bersikaplah seperti layaknya seorang kekasih, ayo kita pulang!” Muna menarik lengan Jamal membuatnya hampir saja jatuh tersungkur.
”Tunggu dulu saya belum bicara dengan bos saya.”
”Tidak perlu semua sudah saya urus!”
Jamal memekik apalagi ini, apakah orang kaya selalu saja bersikap seenaknya seperti ini dengan mudahnya mengatur kehidupan orang lain.
”Kamu yang mengemudi!” Muna melempar kunci mobilnya pada Jamal.
”Kau yakin?” sambar Jamal seraya menangkap kunci tersebut.
”Iya, kita ke apartemenku.”
Keduanya pun pergi menuju ke apartemen milik Muna. Sesekali wanita itu tersenyum kecil mungkin dia sedang mengingat sesuatu. Hingga lebih dari tigapuluh lima menit mereka sampai di depan sebuah gedung apartemen. Muna pun mempersilakan Jamal untuk masuk ke dalamnya.
”Tidak perlu bersikap seperti itu, saya yakin kau bukanlah orang yang sangat kuper seperti itu,” ungkap Muna.
Muna meminta Jamal untuk bersiap karena dirinya akan mengajaknya ke rumahnya. Jamal tidak menyangka jika semuanya akan berubah hanya dengan hitungan menit.
Jamal pria itu sangat tampan saat ini, Muna tersenyum puas begitu sampai di rumah papanya. Dia langsung menggandeng lengan Jamal tidak memberinya gerak sama sekali.
”Pa, aku pulang,” sapanya pada Rizal yang tengah duduk di tengah membaca koran.
”Siapa dia?” Rizal melipat koran di tangannya dan melepaskan kacamata bacanya.
”Kekasihku, bagaimana tampan kan?”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments