”Apa kau yakin dengan semua ini?” Jamal kembali bertanya demi apa dia harus bertemu gadis dengan pemikirannya yang gila sepertinya.
”Tentu saja, saya rasa Anda akan mendapatkan keuntungan yang lebih besar bukan?” Muna mendekati Jamal lebih dekat lagi membuat Jamal merasa risih dengan sikapnya.
Jamal kesal ingin marah tapi tak bisa bagaimana nasibnya jika dia memarahi pelanggan karirnya di bengkel ini dipertaruhkan karena saat ini sangat sulit sekali mencari pekerjaan apalagi dengan modal pas-pasan haruskah dia kembali menjadi kuli bangunan seperti di kampung.
”Kenapa diam saja, apa Anda tidak tertarik denganku?” Muna terus mendesak Jamal.
”Akan saya pikirkan.”
Muna tersenyum kemudian mendengar jawaban dari Jamal dengan segera dia mengulurkan tangannya. Jamal menatap ke arah wajahnya sejenak sebelum akhirnya menyambut uluran tangan tersebut.
”Namaku Muna. Muna Aulida, ingat itu!”
”Jamal.”
”Hanya itu?”
”Haruskah saya keluarkan kartu identitas milikku?” ucap Jamal tidak terima dengan pertanyaan yang diberikan padanya.
”Ck! Begitu saja sewot. Baiklah saya akan menunggu jawabannya besok siang saya akan kembali ke sini menagih jawabannya.”
”Astaga dosa apa yang telah aku perbuat?” desis Jamal merutuki nasibnya saat ini.
”Tolong panggilkan saya taksi, saya mau pulang!”
”Apa?” Jamal berusaha untuk tidak panik dengan situasi yang sedang dihadapinya bagaimanapun gadis yang ada di depannya ini adalah pelanggannya dan dia adalah raja di bengkel ini.
”Tunggu sebentar aku akan memanggilnya untukmu.” Dengan segera Jamal berlari kecil ke depan menghentikan taksi yang lewat, Jamal berharap Muna segera pergi dari bengkel dia tidak mau bosnya tahu kedatangannya ke sini serta masalah yang tengah dihadapinya sekarang.
Muna pun pulang setelah taksi yang distop oleh Jamal di depan bengkel, Jamal pun bisa bernafas lega karenanya.
”Bang bagaimana kalau bos besar tahu?” tanya Jamal pada Arya yang masih ada di pos.
Arya mengedikkan bahunya dia sendiri bingung kenapa tadi Jamal bisa ceroboh sekali melakukan pekerjaannya. Beberapa bulan bekerja di sini Jamal selalu mendapatkan pujian dan banyak tips dari pelanggan dia selalu bekerja dengan baik dan tidak pernah sekalipun dikomplain pelanggan. Jika bosnya tahu tentang kejadian ini sudah barang tentu Jamal akan dimarahi olehnya.
”Aku sendiri juga pusing apalagi denganmu, namanya juga kecelakaan kita gak sengaja melakukannya masa iya bis mau marah?” ujar Arya menenangkan Jamal.
”Lalu apa kau mau menerima permintaannya itu? Siapa tadi namanya?”
”Muna.”
”Ish, nama yang cantik secantik orangnya kalau menurutku sih lebih baik terima saja soalnya dapatnya double. Cantik pasti, naik kelas iya, penghasilan terjamin dan bebas dari tuntutannya itu sudah pasti,” cerocos Arya membuat Jamal kesal mendengarnya ternyata Arya bukanlah teman yang solid buatnya.
”Sudahlah lupakan saja dulu, aku mau pulang sudah sore saatnya istirahat!” Jamal bangkit mengganti pakaiannya setelah selesai mencuci tangan dan juga wajahnya.
Tampan itulah yang terlihat ketika dirinya dalam keadaan bersih, pantas saja Muna langsung terpesona pada pandangan pertama. Amatlah bodoh bagi Rara yang telah melepaskannya dan berselingkuh darinya karena suaminya yang sekarang bukanlah pria muda tapi sudah paruh baya.
Jamal pulang ke tempat kostnya setelah sebelumnya membeli nasi bungkus di perempatan jalan menuju kostnya.
***
”Darimana saja kamu jam segini baru pulang?” tanya Rizal yang memergoki putrinya jalan berjinjit hendak masuk ke kamarnya.
”Eh papa, Muna baru pulang dari rumah teman Pa,” jawab Muna santai.
”Dari rumah teman apa keluyuran gak jelas?” bantah Rizal dia tahu putrinya sedang berbohong padanya.
Muna hanya memutar bola matanya malas dan menyesali kepulangannya malam ini kenapa juga dia harus pulang ke rumah tidur di apartemennya jauh lebih nyaman daripada harus mendengar rentetan kalimat dari papanya.
”Kamu gak bisa jawab Papa?” Rizal mulai geram.
”Muna dari rumah teman Pa, kok gak percaya banget sih,” sahutnya penuh emosi. ”Papa mana pernah percaya sama Muna yang dipikiran papa hanya Bang Brian sama Bang Regan iyakan?”
Rizal terdiam apa yang dikatakan putrinya seakan menghujam tepat di dadanya, tak bisa dipungkiri Muna terlahir sebagai satu-satunya wanita di rumah besar miliknya tapi perlakuan yang dia dapatkan sangatlah berbeda dari kedua kakaknya.
”Papa akan segera menjodohkan kamu sama putra rekanan bisnis papa di Surabaya kamu tidak boleh menolaknya.”
”Muna gak mau karena Muna sudah punya kekasih, papa jahat!” Muna segera berlari menuju ke kamarnya bahkan Muna tidak peduli dengan panggilan mamanya.
”Apa yang kau lakukan Pa?” Sinta mendatangi suaminya yang masih terdiam di ruang tengah mendengar perkataan Muna membuatnya ingin segera keluar dari kamar dan melihat apa yang sedang terjadi dengannya.
”Papa baru saja bertanya padanya darimana saja kenapa baru pulang jam segini. Apa papa salah?” ujar Rizal.
”Papa terlalu mengekangnya inilah hasilnya.”
”Tapi papa melakukannya demi menjaganya Ma, papa gak mau terjadi hal buruk padanya pergaulan bebas, ****, zina apa mama gak berpikir kesana?” keluh Rizal mencoba membela dirinya.
”Papa berlebihan!” bantah Sinta.
”Tidak.”
”Dia sudah dewasa jangan pernah membuatnya terkekang mama yakin dia bisa memilih jalannya sendiri.”
”Jadi mama belain dia?”
Kedua pasutri itu justru saling debat dan tidak ada yang mau disalahkan satu sama lain.
Muna hanya dapat berguling kesana kemari mengingat pertemuannya dengan Jamal tadi sore, apakah keputusannya sudah tepat dirinya tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi. Muna berharap besok Jamal akan memberikan jawaban yang sesuai dengan harapannya sehingga dia tidak perlu bersusah payah mencari kandidat lain.
Muna mengambil laptopnya dan segera mengetik beberapa persyaratan untuk perjanjiannya dengan Jamal. Muna memasukkan point-point penting ke dalam perjanjian tersebut.
”Hoam!” Muna menguap dirinya mulai mengantuk dengan segera mematikan laptopnya dan mengistirahatkan diri.
Jam delapan pagi pintu digedor oleh Sinta karena Muna tidak kunjung keluar dari kamarnya wanita itu khawatir putrinya masih marah sehingga dia memutuskan untuk mendatanginya.
”Muna, apa kau sudah bangun Nak? Cepat keluar!”
Pintu terbuka Muna tengah menggaruk rambutnya yang acak-acakan. ”Apa-apaan sih Ma, masih ngantuk nih!”
”Anak perawan jam segini masih molor! Buruan bangun!” Bang Regan menyela pembicaraan keduanya.
”Diam Bang! Ini urusan wanita.”
Regan hanya tersenyum mendapati jawaban adiknya.
Dengan malas Muna merapikan rambut dan menatap sejenak ke cermin memantaskan dirinya. Dengan sedikit bersenandung kecil Muna menuju meja makan dan langsung duduk di sana.
”Bersiaplah, nanti malam kita akan kedatangan tamu istimewa dari luar kota.”
”Siapa?” Sinta tidak bisa tinggal diam jika putrinya kembali tertekan.
”Putranya Pak Wijaya dia baru pulang dari luar negeri, papa harap Muna mau menerima perjodohan ini.”
Brak!
Semua menatap ke arah Muna yang sedang marah, dia menarik kursinya dengan kasar dan bangkit dari duduknya.
”Dimana mobil kesayanganku Dek?” Muna mematung mobilnya masih di bengkel dan sekarang kondisinya memprihatinkan bagaimana dia harus mengatakannya pada Regan.
”Dek, tolong jawab kalau Abang tanya. Dimana mobilnya?”
”Eh, a-anu Bang.” Muna menggaruk kepalanya.
”Mobilnya di bengkel.”
”Apa?” semua menatap ke arah Muna.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments