Alam mimpi bawah sadar membawaku kembali ke masa kecil.
Felicia namaku, gadis berparas manis dengan tubuh langsing semampai. Aku gadis yang lincah dan suka tersenyum.
Senyuman selalu terhias di wajahku yang memancarkan kebahagiaan dan mataku yang bulat indah selalu berbinar penuh keceriaan.
Setiap orang yang melihatnya pasti akan langsung menyukaiku.
Aku selalu bergerak lincah dan menghibur setiap orang. Menciptakan tawa dan menyebarkan kebahagia bagi orang disekitarku.
Aku ingat bagaimana papa dan mama begitu mengasihiku. Bagi mereka aku adalah anugerah terindah bagi. Teman dan tetangga begitu menyayangiku.
Hidup sebagai anak tunggal dari keluarga yang sederhana tidak membuatku menjadi anak yang pemalu. Berkat kasih sayang papa dan mama , aku selalu belajar untuk bersyukur dan ceria.
Kesederhanaan tidak membuatku iri hati apalagi kecil hati. Kebahagiaan dan kasih sayang serta pengajaran dari orang tuaku menjadikanku sosok anak yang suka berbagi dan menolong.
Gadis yang pandai, cerdas, penuh perhatian dan sabar.
Hidup bagiku adalah kebahagiaan dan keluarga merupakan hadiah yang terindah. Kami hidup di rumah sederhana dengan warung kecil tempat mama berdagang sedangkan sang papa hanyalah seorang mandor gudang beras.
Tak jarang aku akan ikut papa bermain di gudang beras yang luas ataupun di sawah. Para pekerja begitu menyukai kehadiranku. Mereka memperlakukanku dengan baik sehingga membuatku selalu bernyanyi untuk menghibur ataupun mengerjakan hal-hal ringan untuk membantu.
Tapi semua itu berubah ketika kabar kematian papa dan mama datang. Hari itu adalah hari senin ketika di sekolah aku bertugas mengibarkan bendera dan entah mengapa bendera yang aku arik menjadi tergulung dan tidak dapat berkibar.
Akj saat itu menjadi sangat malu, latihan berhari-hari menjadi sia-sia karena kesalahan kecil yang telah aku lakukan. Saat itu entah mengapa konsenterasiku tiba-tiba hilang.
Dan setelah upacara bendera selesai aku menyendiri karena oerasaanku yang tidak nyaman. Saat itulah salah satu paman datang menjemputku disekolah secara tiba-tiba. Tampak wajah tegang dari para guru. Tanpa banyak kata mereka mengizinkan aku untuk pulang.
Hidup tak lagi indah, semuanya berubah.
Kehilangan sesuatu yang amat sangat berharga membuatku terguncang di usia yang masih muda. Aku menangis dan meraung sendirian tanpa ada tempat untuk bersandar lagi.
"Papaaa Mamaaaa kenapa kau pergi? Kenapa kalian tinggalkan Felicia sendiri? Bagaimana dengan Felicia? Dengan siapa nanti Felicia nanti?"
"Papaaaaa bangun paaaa Mamaaaa jangan tinggalkan Felicia. Felis bagaimanaaaaa. Ayooooo kembaliiiiii. "
Tangisku meraung, berteriak memberikan sesak di dada dan membuat setiap orang yang mendengarnya menangis. Tangan kecilku mengguncang tubuh kedua tubuh papa dan mama yang sudah ditutupi kain kafan. Aku hanya bisa bersimpuh di samping jenasah kedua orangtuaku.
Air mata tidak dapat dia bendung lagi. Tangisanku meraung bagaikan guntur. Tangan-tangan kecilku mengepal di lantai menahan guncangan di tubuh keciku
Di antara semua kesedihan itu tidak ada satupun keluarga yang memberiku bahu untuk bersandar dan memelukku ketika menangis. Mereka tampak bersimpati tapi tidak ada yang memperdulikanku.
Keluarga hanya disibukan dengan pengaturan penguburan dan hal-hal seputar urusan penguburan. Hanya teman dan tetangga yang bersimpati memberiku pelukan dan mengusap kepala kecilku.
Tepat tujuh hari setelah kematian kedua orang tuaku. Aky dibawah oleh salah satu keluarga ayah. Meskipun aku hendak menolak tapi apalah daya diriku hanya seorang anak kecil yang belum berusia genap dua belas tahun.
Para tetangga dikelabui keluargaku dengan mengatakan bahwa aku akan mereka bawa dan rawat di luar pulau. Tangian dan pelukan tetangga juga teman-temanku mengantarkan kepergianku, membuatku semakin sedih. Dengan tangisan mereka mendoakan kebahagianku dengan keluarga paman dan bibi.
Tapi apa yang terjadi adalah diluar kendaliku yang masih kecil, apalagi tetangga sebagai orang luar.
Semua harta orang tuaku dijual dan diperebutkan oleh mereka.
Paman dan bibi membaginya tanpa memperdulikan diriku yang kecil yang baru berusia dua belas tahun. Tidak ada satupun yang mau menampung diriku. Mereka hanya berpura-pura baik hingga semua harta orangtuaku yang tidak seberapa terjual dan habis dibagi-bagi.
Kemarahan dan kebencian semakin besar apalagi ketika aku menolak untuk dinikahkan dengan seorang duda kaya, tuan tanah. Anak pembawa sial itu julukan mereka kepadaku. Anak tidak tahu diuntung.
Tekanan hidup dari keluarga yang begitu membenciku memaksa diriku untuk keluar dan pergi dari rumah mereka. Aku masih ingat saat berjalan tanpa tujuan di bawah guyuran air hujan, tanpa uang sepeserpun dan perut kosong.
Aku mengais sisa makanan dari sebuah restaurant. Wajah lusuhku membawa iba pemilik restaurant dan membawa diriku ke panti asuhan. Hingga akhirnya panti asuhan menjadi tempatku berlindung. Sejenak aku bernafas lega.
Penderitaan yang aku alami akhirnya merubah karakterku yang ceria menjadi pendiam.
Tapi kasih yang telah dicurahkan oleh orang tuanku tetap menjadikanku pribadi yang penuh kasih. Memaafkan keluarga adalah hal yang pertama aku lakukan.
Hidup di panti asuhan merupakan awal yang baru bagi diriku Felicia. Aku harus bekerja sambil bersekolah. Uang hasilku bekerja aku serahkan pada ibu pengurus panti yang digunakan untuk kebutuhan bersama bagi penghuni panti asuhan.
Sesungguhnya pemilik panti asuhan tempatku tinggal tidak begitu memperhatikan kami. Atap yang bocor, selimut yang compang camping, makan sayur seadanya tanpa pernah sekalipun mereka menikmati lauk pauk.
Pemilik panti asuhan hanya berwajah begitu manisnya tersenyum dan meratap kepada para donatur yang datang agar iba dan bantuan mengalir. Tetapi dia berubah menjadi garang kepada semua penghuni panti, saat donatur pergi.
Makanan yang dibagikan kepada anak panti dia terima dengan senang hati tetapi ketika donatur pergi, setiap anak harus menyetor ayam atau telur dari nasi mereka kepada ibu pemilik panti.
Terkadang dia berbaik hati memberi satu dua potong ayam yang akhirnya mereka iris kecil-kecil dan berbagi untuk puluhan anak penghuni panti.
Demikian pula pakaian sumbangan donatur akan dia pilih terlebih dahulu. Pakaian yang masih bagus akan dia ambil dan dia jual kembali, sedangkan yang sudah lusuh akan dia bagikan. Alasannya untuk membayar listrik, air , detergent dan lain sebagainya. Meskipun tiap bulan dia memiliki donatur tetap yang jika ditotal lebih dari cukup untuk bulannya.
Ketika umur mereka sudah cukup, ibu panti akan menjadi agen penyalur kerja bagi mereka dengan potongan biaya. Potongan biaya yang dia gunakan sebagai alasan untuk membantu kelangsungan hidup adik-adik panti lainnya, hanyalah sebuah alasan.
Uang itu digunakan oleh pemilik panti asuhan untuk kepentingan dirinya semata. Uang donatur digunakan untuk dirinya berfoya-foya. Tidak ada seorangpun yang berani berontak karena rumah dipanti asuhan merupakan tempat bagi mereka bernaung. Mereka yang telah beranjak remaja akan saling membantu untuk mengasuh adik-adik kecil.
Hidupku yang dulu merupakan kebahagiaan berubah menjadi hidup penuh perjuangan. Perjuangannya untuk bertahan hidup dan mencari kebahagiaan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments
"Momz"
aapkah akan ada sesuatu antara Gorge dan Felicia
2021-04-11
0
❤️yoomi❤️
semangat 💪
2021-03-22
0
yen
Semangat baca.
2021-02-25
0