Di sebuah ruang bertuliskan manajer umum Arsel, seorang pria yang duduk di kursi kebesarannya sedang melihat laptopnya yang menampilkan wajah sosok wanita cantik yang tak lain dan tak bukan adalah foto Aria.
Kanva memandang dan seolah tersihir oleh senyuman Aria bahkan ia memperbesar foto tersebut. Sudut bibirnya perlahan tertarik namun itu hanya tipis saja bahkan tak terlihat.
“Pak Manajer sedang apa?”
Suara itu membuat Kanva terkejut, pria itu langsung menutup laptopnya dengan kasar.
“Kenapa Pak manajer, senyum-senyum sendiri?”
Kanva menghela napasnya seolah takut jika ketahuan sedang memperhatikan foto Aria.
“Kenapa tidak ketuk pintu?” Tanya Kanva dengan marah.
“Sudah saya ketuk berkali-kali tapi Pak manajar tidak mendengar karena terlalu fokus dengan laptop.”
“Ada apa kamu ke sini?”
“Pak manajer, tinjau lah ini. Saya yang membuat dokumen ini. Saya mendengar anda akan menjadi anggota direksi. Ini data penjualan dan laba rugi selama setahun….”
Mario terus berbicara namun Kanva sama sekali tidak memperhatikan. Ibaratnya masuk telinga kanan keluar telinga kiri.
“Pak manajer tidak mendengarkanku?”
“Oh, aku mendengarkanmu.”
Siangnya, Kanva ingin makan siang di luar namun saat ia berada di lobi ia melihat Aria sedang berjalan dengan rekan kerja wanitanya. Kanva menggaruk kepalanya yang tidak gatal dan mencuri pandang ke arah Aria.
Kanva terus memperhatikannya sampai pada akhirnya ia melihat Mario yang terlihat sedang mengobrol akrab dengan Aria. Kanva pun segera mendatangi mereka.
“Sedang apa kalian?”
“Pak manajer,” ucap Mario terlihat terkejut.
“Aria sedang apa kamu?”
“Aku baru saja akan makan siang dan Pak Mario mengajakku untuk makan siang bersama.”
“Iya benar, saya berniat untuk mengajak makan siang nona Aria,” ucap Mario.
“Nona Aria, silakan makan siang dengan nyaman dan Mario ikut aku ke kantorku, ada yang ingin ku bahas denganmu.”
“Baik,” jawab Mario terlihat bingung begitu pula dengan Aria.
Aria pun memberi hormat pada Kanva sebelum pergi ke kafe yang ingin kunjungi karena memang perutnya sedari tadi sudah berbunyi. Sesampai di sebuah kafe, Aria langsung memesan stroberi cake, meskipun harganya agak mahal namun itu sebanding dengan rasa, tempat dan kebersihan kafe. Aria juga memesan kopi.
Tepat ketik Aria duduk, ia mendengar dua wanita berbincang dengan antusias di meja yang berada di sampingnya.
“Ketika aku masuk kantor pagi ini, aku melihat langsung manajer umum. Dia terlihat tampan dan tampak serius.”
“Dia memang tampan tapi sayang dia sudah ada pawangnya.”
“Ya sayangnya dia sudah berpawang.”
Aria mengernyitkan keningnya. Ia memang sudah menyelidiki Kanva sebelum datang ke sini. Ia tahu bahwa ia bertunangan dengan anak pemilik perusahaan namun selama ini ia belum melihat secara langsung wajah Marisha.
Aria segera menyelesaikan makanannya dan kembali bekerja. Moodnya benar-benar hancur setelah mendengar orang-orang membicarakan Kanva dengan wanita lain.
“Nona Aria, kamu dipanggil Pak manajer,” ujar Mario begitu keluar dari ruang Kanva.
Aria mengangguk dan tersenyum sekilas sebagai jawaban. Namun ia masih tidak beranjak dari kursinya. Ia menghela napas sebentar.
Aria melangkah masuk ke ruang kerja Kanva. Wanita itu tampak acuh tak acuh. Langkah Aria terhenti di tengah ruangan ketika pintu berdebam tertutup. Kanva mengernyit pelan ketika melihatnya berhenti. Kanva lalu meletakkan kedua lengannya di atas meja dan mendorong tubuhnya maju.
“Kenapa berhenti?” Tanya Kanva pada Aria.
“Mendekatlah.”
Aria tampak enggan namun ia masih melakukan apa yang disuruh Kanva.
“Kamu sudah makan siang?”
Aria mengangguk sebagai jawaban.
“Kenapa wajahmu ditekuk seperti itu?”
….
Aria menyeruput teh hangatnya sambil melihat ke luar jendela. Hari sudah gelap dan udara terasa dingin karena di luar sedang hujan. Aria duduk sambil merenungkan sesuatu. Pendekatannya dengan Kanva masih belum bisa dikatakan berhasil. Pria itu masih jauh dalam jangkauannya.
Deringan ponsel membuat Aria meletakkan cangkirnya dan mengambil ponselnya.
“Halo.“
“Nyonya Muda,” jawab seorang pria di seberang sana.
“Ada apa? Apakah ada masalah lagi di perusahaan?”
“Tidak ada, saya menelepon karena khawatir dengan Nyonya Muda.”
“Aku baik-baik saja.”
“Lalu bagaimana dengan kondisi Tuan Muda?”
“Dia baik-baik saja tapi sepertinya masih membutuhkan waktu yang cukup lama untuk memulihkan ingatannya.”
“Nyonya Muda harus kuat dan yakin bahwa Tuan Muda pasti akan mengingat semua kenangan bersama anda.”
“Ya.”
“Nyonya Muda, apakah belum bertemu dengan Aidan?”
“Aidan? Apakah dia datang ke sini?”
“Ya, aku mendengar bahwa dia akan mengunjungi Nyonya Muda tapi saya rasa dia masih dalam perjalanan. Nyonya, jaga kesehatan anda di sana. Saya akan menutup teleponnya.”
“Ya.”
Aria menutup teleponnya dan entah kenapa ia mempunyai dorongan untuk melihat Kanva di rumahnya. Aku pun segera berlari menembus air hujan. Rumahku dan rumah Kanva memang tidaklah jauh.
Aria terus berlari dan sampai ke rumah Kanva, hujan mulai reda. Ia menghela napas saat berada di depan rumah Kanva, ia memencet bel pagar. Dan beberapa detik kemudian Kanva keluar dari rumahnya dan ia langsung berlari masuk ke halaman rumah.
“Aria?” Pria itu terlihat terkejut dengan penampilan Aria yang basah kuyup.
“Pak manajer,” ucap Aria.
“Ada apa kamu malam-malam ke sini?”
“Ada hal yang paling penting yang lupa aku katakan.”
“Aria tapi —“
Aria langsung memegang tangan Kanva. “Aku menyukaimu.”
Mata Kanva membulat secara sempurna. Kanva mengerjap dan merekam semua gerakan Aria, bagaimana dia menggigit bibir kecilnya sebelum bersuara. Suaranya lembut dan sedikit bergetar. Suaranya lembut seperti awan.
Rona di kedua pipi Aria menebal ketika menyadari ucapannya sendiri tapi Kanva bisa melihat keteguhan di kedua matanya.
Namun suasana romantis itu tak berlangsung lama ketika pintu di belakangnya kembali terbuka dan menampilkan sosok wanita lain. Wanita itu memegang handuk di tangannya. Aria yang melihatnya langsung tampak terkejut. Dia adalah Marisha. Kanva yang menyadarinya langsung melepaskan tangan Aria.
“Siapa yang datang?” Tanya Marisha.
Marisha dan Aria saling menatap satu sama lain.
“Masuklah ke dalam,” suruh Kanva.
Marisha pun masuk kembali ke dalam rumah.
“Aku sedang ada tamu. Hati-hati di jalan.”
Kanva pun meninggalkan Aria yang masih termenung di tempatnya. Ia langsung terduduk di atas tanah. Ia tampak memucat sedikit. Ia menatap pintu yang tertutup dengan
“Apakah mereka?”
Beberapa menit kemudian, Aria keluar dari pekarangan rumah Kanva dengan langkah lesu.
“Aria!!!”
Sebuah mobil berhenti tepat di samping Aria. Lalu sosok pria keluar dari dalam mobil. Pria itu lantas melihat keadaan Aria dan langsung memeluknya. Di tempat lain, rupanya Kanva melihat kejadian itu.
Kanva hendak memberikan handuk agar Aria bisa mengeringkan rambutnya namun ia melihat seseorang memeluk Aria. Entah kenapa, Kanva langsung berhenti di tempatnya dan matanya tampak sedih. Kanva langsung berbalik.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
Elisabeth Ratna Susanti
keren nih 😍
2023-09-04
0
Penelop3
suka 😍
2023-08-09
0
Quenby Unna
suka banget
2023-08-08
0