Aria memerintahkan Franz untuk menyelidiki secara mendetail latar belakang Kanva yang diangkat menjadi manajer umum dan berganti nama menjadi Arsel. Hal yang tak terduga terjadi, Aria mengamati kertas yang diberikan oleh Franz.
Hatinya seolah diremas oleh kenyataan yang menyakitkan. Rupanya dia benar-benar Kanva suaminya. Ada rasa bersyukur bahwa suaminya masih hidup dan ia terlihat baik-baik saja. Namun juga ada perasaan nyeri karena rupanya Kanva bertunangan dengan pemilik perusahaan tersebut.
“Nyonya itu.”
Aria dan Franz sama-sama menoleh begitu pintu ruang kerja dibuka secara kasar dari luar. Pelakunya adalah Aidan.
“Aria, aku mendengar bahwa Kanva masih hidup.”
Aria mengangguk dengan lemah.
“Lalu kenapa kamu terlihat masih murung?” Tanya Aidan.
“Dia masih hidup namun ia tidak datang ke sini untuk menemuiku. Bahkan dia bertunangan dengan orang lain.”
“Mungkinkah dia dijebak?” Tebak Franz.
“Mungkinkah dia sudah kehilangan ingatannya?” Kini Aidan yang menebak isi kepalanya.
“Nyonya Muda, itu sangat masuk akal. Tuan Muda mengalami kecelakaan dan kehilangan ingatannya lalu orang yang menemukannya mengubah namanya menjadi Arsel.”
Aria terdiam sejenak untuk berpikir dan itu mungkin saja terjadi. Lalu apa rencananya sekarang setelah mengetahuinya. Apakah ia akan terbang di kota tersebut dan mengaku sebagai istrinya. Tentu saja Kanva akan menolaknya dengan mentah-mentah karena dia sama sekali tidak mengingatnya.
“Apakah ada celah untuk aku mendekatinya?” Tanya Aria.
“Kenapa tidak Nyonya Muda katakan saja padanya, siapa diri Nyonya Muda sebenarnya,” ucap Franz.
Aria menggeleng pelan. “Aku kira itu bukan ide yang bagus.”
“Nyonya Muda, aku mendengar bahwa di sana sedang mencari sekretaris pribadi,” ucap Franz.
Aria langsung mengerti maksud dari Franz, ia pun tersenyum dan memerintahkan Franz untuk mengambil sisanya. Sementara itu Aidan tidak menyetujui rencana Aria.
Beberapa hari kemudian, Aria pergi ke kantor M Nation Group untuk menghadiri wawancara. Di sana ia berjalan dengan penuh percaya diri. Ia melihat-melihat lobi di sana lalu ia menoleh dan tidak sengaja melihat Kanva yang baru saja datang.
Mata mereka bertemu untuk beberapa menit namun Kanva langsung menoleh ke arah lain dan melanjutkan langkahnya. Sementara Aria masih terpaku di sana karena masih tidak percaya pada akhirnya ia bisa bertemu dengan suaminya.
“Nona Aria.”
“Ya, anda dipersilahkan untuk datang ke kantor manajer umum langsung untuk di wawancarai,” ucap salah satu pegawai setelah Aria menunggu untuk beberapa lama.
Aria menatap pintu yang ada di depannya dan detak jantungnya seakan berdebar. Ia sudah menyiapkan mentalnya namun sepertinya ini lebih sulit dari yang terlihat. Sebelum Aria mengetuk pintu itu, ia mengambil napas panjang.
“Permisi,” ucap Aria. Ia langsung berjalan ke tengah sementara posisi Kanva berdiri membelakanginya. Aria melihat punggung Kanva yang tegap. Rasanya ia ingin melompat dan memeluknya erat sambil mengatakan bahwa ia merindukannya.
Tidak ada jawaban dari Kanva, Aria mengambil inisiatif.
“Selamat pagi pak, saya Aria.”
Kanva seakan secara otomatis berbalik begitu mendengar nama Aria. Kanva melihat Aria dari atas hingga bawah sebelum mempersilahkannya untuk duduk.
“Silahkan duduk.”
Aria mengikuti Kanva yang lebih duduk terlebih dahulu.
“Kamu yang bernama Aria?”
“Ya.”
“Aku mendengar kamu bekerja di Killian Group lalu kenapa kamu melamar di sini?”
“Karena aku ingin tetap menjadi sekretaris.”
“Apa maksudmu?”
“Ah, apa pak Arsel belum mendengar? Atasanku hilang dalam insiden kecelakaan dan saat ini belum ditemukan. Hanya menunggu waktu, aku tidak dibutuhkan di sana.”
Kanva mengangguk dan membaca kembali profil Aria.
“Kamu bisa bahasa Indonesia, Inggris, Jepang dan Arab? Bagaimana kamu bisa berbahasa Arab?”
“Ah…itu…aku belajar otodidak.”
Kanva langsung meletakkan berkas yang berisi profil Aria di meja.
“Aku tahu alasanmu bekerja di sini tapi sepertinya kamu tidak cocok berada di sini.”
Aria langsung menatap ke arah manik mata Kanva. Pria itu menolaknya.
“Aku rasa, pak Arsel kesulitan dalam membuat keputusan. Mau mencoba berpacaran denganku?”
Kanva langsung tersedak air liurnya sendiri sehingga membuatnya terbatuk-batu.
“Apa aku tidak salah dengar?” Kanva menatap Aria seakan tidak percaya.
“Anda tidak salah dengar.”
KAnva melonggarkan dasinya sejenak sebelum berkata dengan bingung, “Kamu tahu ini wawancara kerja kan?”
“Sepertinya anda merasa berisiko memperkerjakan ku, jadi saya hanya memberi solusi.”
Kanva berdehem sejenak dan menetap Aria dari seberang kursi. “Bagaimana bisa mengajak pacaran orang yang kali pertama kamu temui?”
“Kalau bukan kali pertama, apakah anda akan mempertimbangkannya?” Tawar Aria dengan nada menantang namun terlihat menggoda.
“Apakah kita pernah bertemu sebelumnya?”
Tatapan Aria menusuk sesuatu di dalam diri Kanva, membangunkan kenangan samar yang Kanva sendiri tidak mengerti.
“Entahlah, coba anda ingat sendiri.”
...…...
Tengah malam, ketika orang sibuk beristirahat. Aria sibuk mengerjakan tugasnya sebagai Presdir Killian Group tak hanya itu, bahkan wanita itu saat ini sedang menerima panggilan dari sahabatnya Yiren.
Aria menceritakan kejadian yang menimpanya tadi siang.
“Yak, bagaimana kamu bisa mengatakan seperti itu?”
“Aku juga berniat mendekatinya secara perlahan. Namun setelah melihat wajahnya, tanpa sadar aku langsung….”
“Kapan kamu akan bersikap dewasa?”
“Aku rasa, aku tidak akan pernah dewasa.”
“Ya itu sebabnya kamu melakukan hal gila.”
Aria menarik napas dan membuangnya. Tangannya berhenti mengetik di papan ketik.
“Kenapa tida sekalian bilang saja bahwa kamu adalah Aria, istrinya.”
“Dia benar-benar kehilangan ingatannya, dia pasti tidak akan percaya.”
Keesokannya karena Aria tidur larut malam, ia bangun kesiangan. Aria harus berlari. Sementara itu, Kanva berdiri di dalam lift yang masih terbuka melihat Aria yang sedang berjalan menuju ke arahnya. Seakan terhipnotis, matanya terus saja mengawasi Aria sampai tak sadar bahwa wanita itu sudah masuk ke dalam lift bersamanya.
“Selamat pagi,” sapa Aria namun Kanva hanya terdiam sambil terus melihatnya. “Pak Arsel, selamat pagi,” ucap Aria kini nadanya ia naikkan.
“Ah, iya selamat pagi.” Kanva berdehem dan kembali ke setelan pabrik. “Pukul berapa ini? Kenapa baru datang.”
“Maafkan saya.”
Lift tiba-tiba terbuka dan sudah berada di lantai paling tinggi. Aria mempersilahkan Kanva untuk keluar terlebih dahulu.
“Selamat pagi, Mario.” Aria menyapa Mario dengan ramah yang merupakan asisten Kanva.
“Kalian sudah tampak akrab?”
“Tentu saja seperti kakak dan adik.”
“Kalian pikir di kantor tempat bermain. Jangan sok akrab,” ucap Kanva langsung berjalan diantara Mario dan Aria.
Mario dan Aria saling menatap bingung.
Aria bekerja seperti sekretaris pada umumnya. Ia mengerjakan tugasnya dan membantu Mario sesekali.
“Aria, tolong bawa berkas ini ke ruangan pak Arsel untuk ditandatangani.”
“Baiklah.”
Aria mengetuk pintu sekilas sebelum masuk.
“Pak Arsel, ada berkas yang harus ditandatangani.”
“Bawa ke sini.”
Aria langsung mengulurkan berkas tersebut dan Kanva langsung menandatanganinya tanpa ragu. Aria melihat Kanva yang serius menandatangani berkas tersebut.
“Ini.”
Kanva menyerahkan berkasnya ke Aria namun wanita itu tak kunjung pergi.
“Ada lagi?” Tanya Kanva.
“Menikah lah denganku?”
Kanva seakan terkejut bahkan pena yang berada di genggamannya terjatuh dan ia sedikit mundur terhuyung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
Elisabeth Ratna Susanti
kalau aku bangun pagi cuss sarapan 🙈😀
2023-09-04
0
fantasiku49
suka dehh
2023-08-25
0
վմղíα | HV💕
kanva mungkin lupa ingatan
2023-08-20
0