4. Kesepakatan

Aruna menghela nafasnya kembali menatap pria yang tengah duduk santai di kursinya. ”Tidak boleh ada bersentuhan apalagi melibatkan perasaan, semua yang terjadi itu murni karena kerjasama yang saling menguntungkan buat kita berdua,” ungkap Aruna.

Aksa tersenyum mendengar perkataan Aruna dan berpikir apakah gadis yang ada di depannya ini sedang mengujinya.

”Bagaimana mungkin kita tidak bersentuhan apa kau sedang menggurui saya? Dengar Nona ini adalah kerjasama sebagai sepasang kekasih mana mungkin saya tidak menyentuhmu. Ck! yang benar saja," Aksa menggerutu kemudian.

Aruna terdiam mendengar perkataan Aksa memang ada benarnya dengan apa yang diucapkan oleh pria yang ada di depannya saat ini.

”Setidaknya Anda bisa kan meminimalisir terjadinya ... hal itu?” ucap Aruna ragu.

Aksa menaikkan alis kirinya seakan menimbang usulan dari Aruna. ”Tidak buruk, saya akan mencobanya. Jadi apakah Anda setuju? Jika iya maka saya akan memberikan kontrak tersebut sekarang, kau cukup menandatanganinya saja. Bagaimana?”

”Baiklah.”

”Oke. Deal! Saya akan menyiapkannya sekarang tolong tunggu sebentar.” Aksa menghubungi Farrel meminta pria itu menyiapkan kontrak kerja seperti yang dia inginkan.

Hanya membutuhkan waktu sepuluh menit Farrel masuk ke ruangan tersebut dan menyerahkan selembar kertas itu pada Aksa.

”Apa kau yakin Nona Aruna? Pikirkan baik-baik jangan sampai menyesal kemudian,” ujar Farrel mengingatkan Aruna.

”Terima kasih, tapi saya sudah memikirkannya,” balas Aruna.

”Tolong kau baca lagi dan jika sudah silakan tanda tangan di sini,” ucap Farrel menunjuk bagian bawah dimana nama Aruna tertulis di sana.

Aruna mengamati isi perjanjian tersebut dan membuatnya cukup terkejut setelah membaca isinya. ”Kenapa saya merasa dirugikan dalam hal ini?"

”Maksudmu?”

”Ya kau lihat poin-poinnya semua menguntungkan Anda dan merugikan saya!" tegas Aruna sedikit kesal mengetahuinya.

”Itu sepadan dengan apa yang saya keluarkan Nona Aruna, saya bayar Anda mahal jadi Anda harus profesional mengerti?”

”Jika tidak ada keluhan silakan tanda tangan di sini,” ucap Aksa kembali menunjuk nama Aruna di kertas tersebut.

”Baiklah.” Dengan lincah jemari Aruna menggoreskan tinta tersebut di atas kertas putih bermaterai.

”Farrel, tolong ambilkan uang yang kemarin sudah saya siapkan,” titah Aksa.

Tanpa menunggu lama Aksa memberikan segepok uang pada Aruna melihat hal itu tentu saja kedua matanya berbinar dan hal tersebut bisa dilihat oleh Aksa.

”Ck! Dimana-mana wanita sama saja jika melihat uang pasti akan tergoda dan bisa jadi dia akan lupa diri," keluhnya.

”Anda sedang menyindir saya? Perlu Anda ketahui jika uang ini tidak sepenuhnya aku pakai buat saya karena ada yang lebih membutuhkannya,” terang Aruna. ”Tolong jangan samakan saya dengan wanita di luar sana,” tambahnya.

Aksa hanya diam dan berpikir apakah wanita yang ada di depannya sekarang ini sangat menderita dalam hidupnya sehingga dia mau melakukan hal yang dia ajukan padanya. Aksa menggelengkan kepalanya perlahan menghilangkan pikiran buruknya.

”Pulanglah!” titah Aksa.

”Tidak ini masih jam kerja jika saya pulang sekarang apa kata ibu panti karena saya kembali lebih awal.”

”Kalau begitu segera berkemas kita pergi ke mall!" ucap Aksa.

”Pergi ke mall buat apa?” sahut Aruna.

”Belanja apa lagi? Saya tidak mau kamu berpakaian jelek ke rumah orang tuaku mengerti! Cepat ganti pakaiannya saya tunggu di bawah!"

Aruna terdiam melihat semua ini, baru juga mulai Aksa sudah membuatnya kesal. Tak ingin membuang waktu Aruna segera kembali ke pantry mengambil tasnya dan segera menemui bosnya.

Sepanjang perjalanan keduanya hanya diam hingga sampai di parkirwn barulah Aksa bersuara.

”Ingat ambillah baju yang sekiranya pantas untuk kamu pakai di saat menemui keluargaku, beri mereka kesan yang baik di awal bertemu agar mereka tidak curiga.”

”Baiklah.”

Keduanya turun dari mobil dan langsung menyerbu outlet fashion mengambil beberapa potong pakaian namun begitu sampai di kasir Aksa justru terdiam karena melihat pakaian yang diambil oleh Aruna sangatlah sederhana dan jauh dari kata mewah.

”Kenapa kamu mengambil pakaian seperti ini apakah kamu sedang mempermalukan diriku?”

”Tidak memangnya dimana salahnya, bukankah pakaian itu sangat sederhana selain itu sopan. Anda lihat kan kebanyakan baju terbuka jika tidak di dada maka panjangnya tak lebih di atas paha, maaf saya tidak bisa apalagi bajunya terlalu ketat membentuk tubuh.”

Aksa seakan hanya bisa menahan kesalnya karena bagaimanapun dia tidak ingin berdebat di tempat umum.

”Baiklah terserah kau saja, setelah ini saya akan membawamu ke sebelah!”

Aruna menautkan alisnya mendengar perkataan Aksa. ”Ke sebelah untuk apa?” tanya Aruna heran karena di sebelah hanya ada salon n spa apakah Aksa akan mengajaknya ke sana, itu tidak mungkin.

***

Bukannya senang mendapatkan perlakuan khusus hari ini, Aruna justru mengeluh tubuhnya pegal semua karena berada di dalam salon. Ya beberapa jam yang lalu Aruna diajak Aksa untuk merawat tubuhnya dengan alasan agar terlihat lebih glowing.

”Apa yang terjadi?" Dona menghampiri anak asuhnya itu menatapnya penuh tanya karena tidak biasanya Aruna bersikap seperti itu.

”Tidak ada apa-apa, Bu aku dapat bantuan dari kantor. Tolong ibu pergunakan untuk keperluan panti," ucap Aruna menyerahkan amplop coklat yang ada di tas bututnya.

Dona membuka amplop tersebut dan terkejut melihat isinya. ”Apa kau yakin ini dari kantor? Kenapa banyak sekali bagaimana nanti kita ... ?"

”Bu, itu memang dari kantor. Besok ibu bisa membeli beberapa keperluan untuk membenahi panti yang rusak."

”Tolong jujur sama ibu, Nak. Apa benar semua ini sumbangan dari kantor karena ibu ragu?"

Aruna menatap Dona sekilas lalu memalingkan pandangannya ke arah lain dirinya tidak mungkin jujur padanya.

”Ibu tenang saja, uang itu benar dari kantor dan bisa ibu pergunakan untuk keperluan panti. Beberapa hari yang lalu Aruna mengajukan proposal ke kantor dan langsung diterima.”

Dona masih belum percaya tapi dia mencoba mengabaikan semuanya lebih dulu karena faktanya dirinya memang butuh, tidak lebih tepatnya anak asuhnya.

”Ya Allah, maafkan Aruna karena terpaksa berbohong,” ucap Aruna dalam hati.

”Aruna mandi dulu ya Bu.” Dona hanya bisa mengangguk membiarkannya mandi karena Dona yakin Aruna pasti sudah sangat kelelahan hari ini.

Sementara di dalam kamarnya Aruna justru tidak bisa menenangkan dirinya, bagaimana nanti dia bertemu dengan keluarganya Aksa apakah dia juga akan ikut terkena marahnya Bu Devi karena yang dia dengar dari karyawan lain dia terkenal paling cerewet jika datang ke kantor.

Aruna menggelembungkan kedua pipinya perlahan mempertanyakan hatinya kenapa dia berani mengambil keputusan bodoh yang justru akan merugikan dirinya sendiri dan dia pun tidak bisa membatalkannya karena dia benar-benar membutuhkan uang tersebut untuk membenahi panti asuhan tempatnya bernaung.

Paginya Aruna tetap beraktivitas seperti biasanya namun sebelum berpamitan Dona kembali menanyakan perihal uang yang diberikan Aruna kemarin sore.

”Maaf jika ibu masih belum percaya dengan apa yang kemarin kau katakan Nak, bisakah ibu bertanya langsung pada bosmu?”

”Apa maksudnya, Bu?”

”Ibu ingin bertemu dengan bosmu segera."

”Baik, nanti Aruna sampaikan.”

Aruna beranjak pergi begitu tiba di kantor nafasnya terengah-engah karena mengejar mobil Aksa yang hendak pergi keluar.

”Apa yang terjadi?”

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!