Aruna telah menyelesaikan pekerjaannya di restoran siang ini, setelah dia membereskan pekerjaannya dia segera bersiap untuk pergi ke toko cake yang baru dua hari ini buka. Meskipun masih banyak pengunjung yang datang dia tidak berkewajiban membantu karena jam kerjanya sudah habis dan digantikan oleh orang lain.
Aruna mempercepat langkahnya dan terkejut begitu melihat siapa yang ada di depannya sekarang.
”Minggir!” ucap Aruna mencoba menghalau tubuh Aksa yang menghalangi jalannya.
Aksa tidak serta merta langsung minggir dirinya justru semakin nekad menghalangi jalan gadis itu.
”Apakah Anda tuli? Minggir, saya sedang terburu-buru.”
”Aku tidak akan minggir sebelum kau ikut denganku,” ucap Aksa.
”Astaga apalagi ini tolong mengertilah jangan membuat hidupku semakin susah. Aku sedang memburu waktu dan tidak ada waktu untuk bermain-main denganmu.”
Aruna mendorong tubuh Aksa dengan paksa alhasil dirinya pun ikut tertarik dan jatuh di atas tubuh mantan bosnya itu.
”Aww ... ” Keduanya saling pandang beberapa detik sebelum benar-benar tersadar, setelahnya Aruna segera bangkit dan membersihkan pakaiannya yang sedikit kotor.
”Maafkan saya, sekarang saya harus pergi bekerja tolong jangan menuntut saya karena saya tidak memiliki apapun. Permisi.”
Aruna segera berlari menuju tempat kerjanya, hampir saja dia terlambat dirinya segera menyiapkan diri untuk bekerja dan standby di meja kasir.
Baru beberapa saat dia berdiri, Aksa sudah masuk dan tersenyum pada Aruna namun gadis itu mengabaikan senyumannya. Aruna acuh, mengingat bagaimana pria itu sudah memecatnya kemarin, Aruna masih merasa kesal.
”Kenapa tidak tersenyum bukankah saya adalah pelanggan pertama yang masuk?” sapanya pada Aruna.
”Anda mau memesan sesuatu, silakan saja tapi tolong segera pergi jangan mengganggu pekerjaan saya,” ucap Aruna penuh penekanan karena dia tak ingin kembali kehilangan pekerjaannya.
”Baiklah jika begitu saya akan membeli semua roti yang ada di sini. Berapa semuanya saya akan membayarnya dan berikan ini semua pada anak-anak di panti asuhanmu.”
Franklin, sang bos baru Aruna yang mendengar hal itu tentu saja sangat senang karena dagangannya dibeli semua oleh Aksa.
”Terima kasih sebelumnya tapi bagaimana Anda tahu jika dia tinggal di panti asuhan?” tanya Franklin senyumnya tidak pudar meskipun mendapat perlakuan seperti tidak dianggap oleh Aksa.
”Karena dia mantan pegawaiku.”
Franklin tersentak mendengar pengakuan Aksa. ”Aruna, apa itu benar?”
Aruna hanya dapat menganggukkan kepala mengiyakan perkataan Aksa.
Semua roti yang ada di toko tersebut pun dikirim ke panti hal itu membuat Dona sang ibu panti terkejut karena mendapatkan kiriman begitu banyak makanan tanpa konfirmasi padanya sebelum barang itu datang.
Namun dia tidak memungkiri jika dirinya merasa senang, bahagia karena anak-anaknya di panti tidak kekurangan makanan. Berbeda dengan Aruna yang justru merasa kesal karena ulah Aksa.
”Tolong jangan mengikuti saya!” Aruna mencoba menghindar tapi Aksa terus saja mengejarnya.
”Tolong kembali ke perusahaan aku membutuhkanmu,” pinta Aksa mencekal lengan Aruna membuat gadis itu terkejut karena tindakannya.
”Tolong lepaskan tangan Anda, untuk apa saya kembali ke sana, untuk kau hina? Maaf, saya tidak mau!” tolak Aruna tegas.
Aksa tersenyum samar rupanya gadis yang ada di depannya ini tidak mudah untuk ditaklukkan. ”Saya akan membantu kesulitanmu asalkan kau juga mau membantu kesulitan yang sedang saya hadapi, bagaimana?”
Aruna berbalik begitu mendengar perkataan Aksa. ”Apa maksud Anda?”
”Saya tahu jika kamu sedang membutuhkan uang banyak untuk renovasi panti apakah itu benar? Saya akan bantu kamu melakukan semua itu tapi dengan syarat!”
”Apa itu?”
Aksa mendekat dan berbisik pada Aruna, jangan ditanya bagaimana reaksi gadis itu yang pasti kedua mata Aruna membulat sempurna begitu mendengar semuanya.
”Apa Anda sudah gila!”
Aksa menaikkan sudut alisnya dan tersenyum mengejek, ”Terserah kau saja, jika kau tidak tertarik tidak masalah saya tidak memaksamu.”
Aksa berbalik kemudian, ”Tolong pikirkan baik-baik jika kau berubah pikiran segeralah datang ke kantor kita buat perjanjian di sana.”
Aksa berucap tanpa berbalik dan kembali melangkah setelahnya.
***
Aruna menggerutu sepanjang jalan dirinya kesal tapi dengan siapa dia harus melampiaskan kekesalannya, ingin marah tapi tak bisa dirinya dilema haruskah dia menerima tawaran gila dari Aksa mantan bosnya itu.
”Kenapa melamun, apa ada masalah dengan pekerjaanmu?” tanya Dona menatap anak asuhnya itu.
Haruskah Aruna jujur?
”Tidak ada Bu, Aruna sedang lelah saja maaf jika membuatmu tidak nyaman.”
”Jangan begitu Nak, kau tahu justru ibu merasa sangat bersalah padamu karena harus melibatkan dirimu dengan persoalan di panti. Harusnya ibu bergerak sendiri, jika saja ibu masih sehat tentunya kau tidak akan kerepotan membantu panti ini,” ungkap Dona.
Aruna meraih kedua tangan Dona, menggenggamnya erat. ”Bu, kau tahu hanya kaulah orang yang aku sayangi di dunia ini, aku sudah tidak memiliki siapapun lagi ... jujur aku bahagia karena bisa bertemu dengan orang sebaik dirimu yang tulus merawat diriku hingga saat ini.”
”Jika saja ibuku tidak mengantarkan diriku ke sini, entah jadi apa aku sekarang,” lanjut Aruna memulai meneteskan air matanya meluapkan kesedihan yang mendalam.
Sama halnya dengan alam yang seakan ikut merasakan kesedihan gadis itu, hujan lebat pun turun dengan derasnya. Beberapa anak berlarian mengamankan kasurnya masing-masing karena atap kamar mereka bocor.
”Ya ampun bagaimana ini, kasihan mereka,” gumam Aruna melihat adik-adiknya tidur menyatu dalam satu ruangan.
”Kak Arun, sampai kapan kita akan seperti ini?” tanya Vania gadis kecil yang lumayan dekat dengannya.
”Sabar ya, semua pasti akan berlalu besok kakak akan mencari pinjaman buat memperbaiki atapnya agar kalian bisa tidur dengan nyaman di saat hujan,” balas Aruna mencoba menenangkan adik-adiknya.
Keesokan harinya Aruna melangkahkan kakinya menuju kantornya Aksa berharap pria itu segera membantunya, dirinya tidak bisa terlalu lama membiarkan adik-adiknya di panti menderita.
Jam sembilan pagi, Aruna berharap Aksa sudah berada di ruangannya agar dirinya tidak berlama-lama menunggu dan bisa segera kembali bekerja. Ya, hari ini dia bertukar shif dengan temannya.
Aruna segera menuju ruangan Aksa setelah mengetuk pintu tersebut dua kali.
”Maaf saya datang ke sini pagi-pagi sekali,” ucap Aruna sedikit ragu dia melangkah menuju meja Aksa, pria itu tidak terlihat karena posisi kursinya yang membelakangi mejanya.
”Apa kau berubah pikiran Nona Aruna?” tanya Aksa membalikkan kursinya perlahan.
Aruna berpikir keras, apakah ini saatnya dirinya menyerah? Aruna berharap ada orang lain yang menolongnya saat ini, menyelamatkannya dari perjanjian yang akan dia tanda tangani.
”Bagaimana Nona Aruna, kau yakin dengan keputusanmu kan?”
Lagi perkataan Aksa seakan mendorongnya untuk mengiyakan perjanjian gila itu, apakah Aruna harus mengiyakannya. Aruna justru kembali mengingat kejadian semalam bagaimana adik-adiknya berlarian menyelamatkan kasurnya dari air hujan.
”Ba-baiklah, tapi saya juga ingin mengajukan syarat padamu.”
”Apa itu?”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments