Sebuah tangan yang lembut pelan menyentuh pundak pria yang sangat rapuh. Semua sangat sedih dengan kepergian Flora mau pun bayi yang ada di kandungan Calvina. Tak di sangka keduanya pergi dengan cara yang sangat mengenaskan seperti ini. Zayn tertunduk meneteskan air mata penyesalan. Rasanya semua seperti mimpi yang ingin ia tinggalkan saat ini juga.
"Zayn, segera urus pemakaman anak-anakmu. Kasihan mereka jika menunggu terlalu lama." ujar Irene berbicara lembut pada anaknya.
Ia sangat tahu betapa terluka hati Zayn saat ini. Sebagai seorang ibu hanya ia yang bisa berbicara pada Zayn dalam keadaan terguncang.
"Iya, Bu." Patuh Zayn pun pergi dari ruangan itu mengurus kepulangan sang anak. Bayi mungil yang ia gendong dalam keadaan tak berdaya rasanya sangat sulit untuk Zayn lepaskan. Beberapa kali ia mencium wajah bayinya. Semua bergetar tubuhnya menyaksikan bagaimana hancurnya Zayn saat ini.
"Aku tidak tahu bagaimana jika Kak Calvina tahu ini semua, Bu." Shopia menangis kala mengatakan hal itu. Bayangan bagaimana hancurnya hati sang kakak mengetahui kedua anaknya pergi akibat keinginannya yang keras kepala.
Ruangan kini hening setelah kepergian Zayn mengurus semuanya. Kakinya terasa begitu berat melangkah keluar dari ruangan itu. Di temani kedua pria paruh baya ia mengurus semuanya. Sementara para anak buah sudah Prayan tugaskan mengurus rumah mereka untuk menerima kedatangan dua jenazah sang cucu.
Hari yang begitu berat dua keluarga itu hadapi dengan banyaknya dukungan dari para keluarga mau pun teman kerja mereka. Bagaimana pun sedihnya, Zayn masih berharap sang istri akan bertahan tanpa meninggalkannya juga.
"Ayo kita kembali. Calvina pasti menunggumu." ajak Matthew, ayah dari Calvina.
Mereka baru saja usai mengantar Flora dan sang adik ke pemakaman. Semua di jalankan seperti pada umumnya.
"Ingin aku membagi dua tubuhku, Ayah. Anak dan istriku sama-sama penting bagiku. Kenapa mereka justru meninggalkan aku seperti ini. Bagaimana jika nanti Calvina juga akan menyerah?" tutur Zayn menatap nanar dua makam yang bersampingan di depannya.
Beberapa kali pria itu nampak memejamkan mata sembabnya yang sulit terbuka. Bayangan di kepalanya sering melintas tentang kedua anaknya yang masih hidup di dalam tanah sana.
"Zayn, kendalikan dirimu. Ayo kita segera pulang." ucap Prayan menarik paksa tangan sang anak.
Takut jika pikiran Zayn yang kacau justru akan menimbulkan hal yang tidak baik. Ketiga pria itu memilih melangkah pergi meninggalkan pemakaman dan segera kembali ke rumah sakit.
Melihat kedatangan para suami, Irene dan Gauri mendekati mereka dan membiarkan Zayn mendekati Calvina. Mereka saling memberi isyarat untuk keluar dari ruangan. Meninggalkan Zayn berdua dengan sang istri.
Duduk di samping menggenggam tangan yang berbalut perban dan jarum infus, Zayn menunduk menangis. Tak ada kata lagi yang sanggup ia ucapkan melihat semua yang terjadi hari ini. Sangat kilat tanpa bisa memberikan waktu Zayn bersiap lebih dulu.
"Semua terasa seperti mimpi buruk, Cal. Aku tidak tahu sampai saat ini apa benar yang terjadi pada kita ini nyata? Anak-anak kita sudah tidak ada." Bergetar suara Zayn terdengar menangis. Untuk pertama kalinya ia menangis seperti ini. Rapuh rasanya tak ada semangat hanya tinggal harapan yang begitu besar ia berikan pada sang istri yang tengah berjuang hidup untuknya.
Ingatan tentang ucapan dokter yang mengatakan hanya berharap dengan keajaiban untuk kesembuahan Calvina membuat Zayn sangat takut. Berulang kali ia menggelengkan kepala di depan sang istri. Menghalau segala pikiran buruk yang terus menyerang isi kepalanya.
Sejak tragedi kecelakaan itu terjadi hingga empat tahun lamanya, Zayn masih setia menunggu sang istri bergantian dengan ibu mau pun mertuanya. Tak ada semangat yang hilang sedikit pun dari sosok pria tampan itu. Bahkan rasanya tidur di kamar yang nyaman sudah Zayn lupa saat ini.
"Sebaiknya kita minta dokter melepaskan alat ini saja, Zayn. Ibu kasihan dengan Calvina." ujar Gauri yang tak tega melihat anaknya terus bertahan hidup dengan keadaan yang tidak sadar seperti empat tahun belakangan ini.
Sontak Zayn menggeleng cepat. "Tidak, Bu. Tidak ada yang boleh melepas alat bantu, Calvina. Dia masih bisa sembuh. Aku yakin Calvina akan bangun sebentar lagi." kekeuh Zayn menolak usul sang ibu.
Gauri sangat sedih melihat Calvina yang seperti menderita di paksa untuk bertahan hidup. Empat tahun bukanlah waktu yang sebentar. Ia sendiri sudah bisa mengikhlaskan kepergian sang anak jika memang sudah harus melepasnya.
"Kasihan Calvina, Zayn. Dia pasti kesakitan selama ini..." Belum sempat Gauri mengatakan lebih banyak lagi, Zayn sudah memilih pergi meninggalkan ruangan itu.
Melawan ibu mertua tentu tidak mungkin ia lakukan. Sedangkan menuruti permintaan ibu mertua jauh lebih tidak mungkin bagi Zayn.
Hingga suatu kejadian yang tidak terduga terjadi begitu saja. Kepulangan Zayn ke rumah untuk mengambil beberapa pakaian sediaan di rumah sakit justru membuatnya bertemu dengan hal yang sangat mengejutkan.
Sosok wanita dengan perut besar berdiri tegak merentangkan tangan di depan mobil Zayn yang melaju begitu kencang.
"Apa-apaan wanita ini?" umpat Zayn marah. Pupil matanya melebar dengan sempurna ketika kakinya menginjak rem begitu cepat. Amarah yang ia bawa dari rumah sakit membuat pria itu ingin melampiaskan pada wanita di depan sana.
Segera Zayn turun dari mobil dan membanting pintu mobilnya.
"Apa yang kau lakukan? Kau mau mati? Hah!" bentaknya sangat kasar.
Tak pernah Zayn berlaku kasar seperti itu sebelumnya. Namun, pada wanita bodoh di depannya ia merasa pantas melampiaskan amarahnya saat ini.
Bukannya jawaban yang Zayn dapatkan, ia justru mendengar tangisan di depannya yang begitu pilu. Wanita berperut buncit menangis menundukkan wajahnya.
"Tolong, tabrak aku hingga mati. Aku mohon, Tuan." ujarnya begitu mengiba sampai menangkupkan kedua tangan di depan dada.
Zayn terpaku di tempat tak bisa berbuat apa-apa. Masih bingun dengan yang terjadi padanya.
"Baiklah. Jika Tuan tidak bersedia, aku akan mencari bantuan lainnya." Wanita itu bergegas lari meninggalkan Zayn dan memilih ke arah jalan lainnya untuk menabrakkan tubuhnya.
Zayn yang jelas melihat kendaraan sama dengannya sebelumnya sangat laju, begitu syok. Ia berlari mendorong kuat tubuh wanita hamil itu ke sisi jalan. Bersamaan dengan suara klakson mobil yang begitu nyaring dari pemilik mobil barusan.
"Apa yang kau lakukan? Kau ingin mati? Bukan begini caranya!" sentak Zayn naik darah.
Ingatannya kembali pada sang anak yang pergi empat tahun lalu ketika tak matanya memandang perut wanita di depannya begitu besar. Melihat sikap bodoh wanita di depannya rasanya Zayn ingin sekali menampar wanita itu.
"Iya, Tuan. Aku ingin mati." jawab wanita itu menangis.
Rahang Zayn mengeras mendengar ucapannya. "Andai takdir bisa di tukar aku akan menukarnya. Lebih baik kau yang mati dan istriku yang hidup bersama anakku." ujar Zayn dalam hatinya.
Matanya berkaca-kaca membayangkan apa yang barusan ia katakan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 158 Episodes
Comments
✍️⃞⃟𝑹𝑨🤎ᴹᴿˢ᭄мαмι.Ɱυɳιαɾ HIAT
sedih banget cerita nya pilu
2023-07-28
0