4

Nela merasakan tubuhnya lemas dan nyeri. Ia berjalan dengan terhuyung-huyung menuju kamarnya yang terletak di ujung lantai atas rumah megah milik papanya. Ia melihat para pelayan yang sibuk dengan pekerjaan mereka, tanpa ada yang menoleh atau menawarkan bantuan padanya.

Mereka tahu betul apa yang terjadi pada Nela, tapi mereka tidak berani membela gadis malang itu. Mereka takut kehilangan pekerjaan mereka jika berurusan dengan papa Nela yang kejam dan bengis.

Nela tersenyum pahit. Ia tahu hidupnya tidak seperti di drama-drama yang ia tonton di televisi. Di sana, selalu ada orang-orang baik hati yang peduli dan setia pada tokoh utama yang menderita. Tapi di dunia nyata, Nela hanya punya satu orang yang mencintainya, yaitu adik laki-lakinya, Arie.

Arie adalah satu-satunya harapan dan kebahagiaan Nela. Ia adalah adik kandung Nela dari ibu yang sama, tapi papa yang berbeda. papa Nela meninggal saat ia masih kecil, dan ibunya menikah lagi dengan papa Arie. Sayangnya, ibu mereka juga meninggal beberapa tahun lalu karena sakit.

Sejak itu, Nela menjadi korban kekerasan dari papa tirinya yang membencinya. Papa tirinya hanya menganggap Nela sebagai beban dan penghalang bagi Arie untuk mewarisi perusahaannya. Ia sering memukuli dan mencambuki Nela tanpa alasan yang jelas.

Arie sangat menyayangi kakak perempuannya itu. Ia selalu berusaha melindungi dan menghibur Nela setiap kali ia disakiti oleh papa mereka. Ia juga sering memohon pada papanya agar berhenti menyiksa Nela, tapi sia-sia saja.

Saat ini, Arie sedang berada di belakang Nela, mengikuti langkah kakaknya dengan cemas. Ia melihat luka-luka di tubuh Nela yang masih basah oleh darah.

"Naik Arie gendong sampai kamar." Arie menawarkan bantuan sambil meraih tangan Nela dengan lembut.

Nela menggeleng pelan. Ia tidak mau merepotkan adiknya itu. Ia hanya ingin sendiri sejenak.

"Kak ... tubuh kakak masih sakit," Arie membujuk dengan wajah sedih.

"Kakak nggak lemah Arie," Nela bersikeras sambil berusaha berjalan tegap.

Ia tidak memperdulikan rasa sakit yang menusuk-nusuk tubuhnya. Ia sudah terbiasa dengan perlakuan papanya itu.

Ia akhirnya sampai di depan pintu kamarnya. Ia membuka pintu dengan susah ppapa.

Kamarnya tampak kotor dan berantakan. Debu menumpuk di mana-mana. Tempat tidur, lemari, meja, kursi, semua terlihat usang dan rusak.

Nela tidak heran melihat kondisi kamarnya itu. apanya tidak pernah memberikan uang untuk membeli barang-barang baru atau membersihkan kamarnya. Para pelayan juga tidak mau menyentuh kamarnya karena takut dimarahi oleh papanya.

"Papa masih nggak minta pelayan bersihin kamar kakak? Padahal Arie udah minta sama Papa," Arie mengeluh sambil menghembuskan napas panjang.

"Kamu tau sendiri bukan kalau Papa hanya peduli anak cowok yang bisa neruskan usahanya. Bahkan para pelayan nggak sudi bersihin kamar kakak," Nela menjawab sambil melepas seragam sekolahnya.

Arie menatap Nela dengan penuh kasih sayang. Ia merasa bersalah karena tidak bisa membantu kakaknya itu. Ia juga merasa bersalah karena tidak bisa mengejar cita-citanya sendiri.

Arie sebenarnya bercita-cita menjadi seorang tentara yang mengabdi kepada negara. Ia ingin melindungi rakyat dan menjaga kedaulatan bangsa. Tapi papanya tidak setuju dengan cita-cita Arie. papanya menginginkan Arie mengambil alih perusahaannya dan meneruskan bisnis keluarga.

Arie tidak berani menentang papanya. Ia takut papanya akan semakin marah dan menyakiti Nela. Ia juga takut papanya akan mengusir mereka dari rumah dan memutuskan hubungan darah dengan mereka.

"Maaf, Kak. Arie nggak bisa bantu kakak. Kakak pasti mikir kalau Arie itu pengecut," Arie berbisik dengan suara lirih.

"Iya, kamu itu sangat pengecut! Bagaimana bisa nyerahin cita-cita yang kamu inginkan karna pria bodoh itu?" Nela menjerit sambil melempar seragamnya ke atas meja.

Arie menggeleng-gelengkan kepala. "Arie hanya ngerasa nggak pantas jadi pelindung negara. Jika jaga kakak aja nggak becus."

Nela tertawa kecil. Ia tahu adiknya itu sangat berbakat dan berani. Ia pernah melihat Arie berlatih bela diri dan menembak di lapangan militer. Ia juga pernah mendengar pujian dari para instruktur dan teman-teman Arie.

Nela sangat mendukung cita-cita Arie yang mulia itu. Ia ingin melihat adiknya bahagia dan sukses. Ia tidak mau adiknya mengorbankan mimpinya demi papa yang tidak pantas dihormati.

"Kamu jangan peduli sama hal itu. Jadi jangan nyerah sama cita-cita kamu, ya?" Nela menasehati sambil tersenyum tipis.

Arie menatap Nela dengan ragu-ragu. Ia ingin percaya pada kata-kata kakaknya itu, tapi ia juga takut kehilangan kakaknya.

"Kalau gitu kamu pergi kakak mau obatin luka. Kamu nggak mungkin liat kakak lepas baju kan?" Nela mengusir Arie dengan nada bercanda.

Arie segera merona dan panik. Ia menggeleng-gelengkan kepala sambil buru-buru keluar dari kamar.

"Nggak, Kak! Arie pergi nanti kakak akan di bantu Bi Inem!" Arie berteriak sambil menutup pintu dengan keras.

Blam!

"Kebiasaan sekali tutup pintu dengan keras," Nela bergumam sambil menatap pintunya. Mungkin suatu hari nanti pintunya akan hancur.

****************

Nela terbangun dari tidurnya dengan terkejut. Ia mendengar suara alarm yang berbunyi nyaring di samping tempat tidurnya.

Ia mematikan alarm itu dengan cepat. Ia tidak mau terlambat ke sekolah.

Ia melihat jam dinding yang menunjukkan pukul enam pagi. Ia masih punya waktu untuk bersiap-siap.

Ia masuk ke kamar mandi yang kecil dan sederhana. Ia mengisi bak mandi dengan air hangat dan mencelupkan tubuhnya ke dalamnya.

Ia menutup matanya dan mencoba melupakan semua masalah yang ada di rumahnya. Ia mencoba mengingat mimpi indah yang baru saja ia alami.

Di dalam mimpinya, ia bertemu dengan seorang pria tampan dan baik hati yang mencintainya sepenuh hati. Pria itu memberikan Nela segala yang ia inginkan, termasuk kebebasan dan kebahagiaan.

Mimpi itu sangatlah indah sampai Nela tidak ingin bangun dari tidurnya. Tapi ia tahu mimpi itu hanya mimpi, dan kenyataan tidak seindah itu.

Nela tersentak saat mendengar suara papanya yang memanggil-manggil namanya dari luar kamar. Nela merintih kesakitan saat ia melihat tubuhnya di cermin. Bekas luka cambuk yang menghiasi punggungnya seolah-olah berbicara tentang kekejaman yang ia alami di rumahnya. Ia tidak pernah merasakan kasih sayang dari orang tuanya yang hanya menganggapnya sebagai beban. Ia hanya punya satu saudara, Arie, yang juga sering menjadi korban kekerasan papa mereka. Tidak ada yang tahu tentang rahasia kelam keluarga mereka, karena papa mereka adalah seorang pengusaha kaya yang pandai menyembunyikan aibnya.

Nela mengeringkan rambutnya dengan handuk dan memakai seragam sekolahnya dengan cepat. Ia ingin segera pergi dari rumah itu, tempat yang ia benci sejak kecil. Ia lebih suka berada di sekolah, tempat ia bisa bersenang-senang dengan teman-temannya dan melampiaskan kemarahannya pada para bajingan yang berani mengganggunya. Ia adalah ketua geng B&G, geng yang terkenal paling ditakuti di sekolahnya.

Ia turun tangga dan melihat papanya sedang sibuk membaca dokumen di meja makan. Ia tidak peduli dengan apa yang sedang dilakukan papanya, ia hanya ingin mengejeknya sebelum pergi.

"Hei, Tuan Dion, ada apa kamu bangun pagi-pagi? Biasanya kamu suka telat bangun," ujar Nela dengan sinis sambil duduk di samping Arie.

papanya menatapnya dengan marah dan membanting dokumennya di meja. "Kamu ini tidak tahu sopan santun sama sekali! Kamu harus hormat kepada orang tua!"

Nela hanya tertawa hambar dan menjawab, "Sopan santun? Kamu tidak pernah mengajarkan sopan santun kepada saya. Kamu juga bukan orang tua saya. Orang tua saya sudah mati ..."

"Kurang ajar! Kamu harus bicara yang lebih sopan kepada saya!"

"Saya tidak munafik seperti kamu, Tuan Dion. Apa kamu ingin melihat saya pura-pura hormat kepada kamu?" tantang Nela sambil memotong sandwich di depannya.

Arie hanya bisa menutup mulutnya untuk menahan tawa. Ia selalu terhibur melihat adiknya beradu mulut dengan papa tirinya.

"Baiklah, baiklah, saya tidak punya waktu untuk berdebat dengan kamu. Saya hanya mau memberitahu kamu bahwa saya akan pergi dalam perjalanan bisnis selama satu minggu. Kamu harus menjaga rumah dan Arie selama saya pergi. Jangan buat masalah, ya. Ini uang untuk kalian. Jangan lupa untuk hemat," kata papanya sambil melempar sebuah kartu hitam ke arah Nela.

Nela menangkap kartu itu dan tersenyum lebar dalam hatinya. Ia senang sekali mendengar bahwa papanya akan pergi selama satu minggu. Itu berarti ia bisa bebas dari siksaannya dan bisa bersenang-senang dengan Arie. Ia juga tidak masalah dengan uang yang sedikit, karena ia sudah terbiasa hidup hemat sejak kecil.

"Tapi jangan senang dulu, ya. Jika saya mendengar kamu buat masalah saat saya pergi, hukumanmu akan lebih berat dari ini," ancam papanya sambil menunjuk punggung Nela.

Nela hanya mengangguk-angguk tanpa ekspresi. Ia mencoba bersikap tenang agar papanya tidak curiga bahwa ia bahagia dengan kepergiannya. Ia tidak mau papanya membatalkan rencananya.

"Saya pergi dulu. Sampai jumpa," kata papanya sambil berdiri dan meninggalkan rumah.

"Selamat jalan, Tuan Dion," ucap Nela dengan ironis.

"Beneran Papa baik banget hari ini," komentar Arie sambil melihat kepergian papanya.

"Mungkin dia dapat banyak untung dari bisnis kali ini," jawab Nela sambil mengangkat bahunya.

"Kamu mau kakak antar ke sekolah?" tawar Nela dengan senyum lebar.

"Itu ... sebenarnya Arie mau naik motor sendiri. Tapi kali ini boleh, deh!" teriak Arie dengan senang. Ia ingin menghabiskan waktu bersama adiknya yang jarang ia lihat.

Mereka berdua sangat berbeda. Nela adalah gadis yang angkuh dan pemberani, sementara Arie adalah cowok yang elegan dan sopan. Mereka memiliki pesona masing-masing yang membuat banyak orang tertarik pada mereka.

Akhirnya Nela mengantar Arie ke sekolahnya, SMA Victoria, sekolah elit yang penuh dengan anak-anak orang kaya. Saat mereka sampai di sana, banyak murid yang menatap mereka dengan kagum dan penasaran.

"Ah, gue lupa kalau bajingan itu dari SMA Victoria," gumam Nela sambil melihat sekeliling.

"Eh, ada Kak Nela!"

"Kakak terkenal banget, loh! Gue denger kakak yang bikin bajingan itu keluar dari sekolah."

"Oh, itu salah dia sendiri. Dia yang nyari gara-gara sama gue. Kalian jaga Arie, ya. Kalau ada masalah langsung lapor ke gue. Biar mereka tahu rasa bogeman geng B&G," ucap Nela dengan lantang agar semua orang mendengarnya.

Ia memang sengaja membuat pernyataan itu agar para bajingan di SMA Victoria tidak berani mengganggu Arie lagi. Ia sudah pernah menghajar salah satu dari mereka yang mencoba merayu Arie dengan paksa.

Setelah itu ia segera pergi menuju sekolahnya, SMA Bintang, sekolah yang lebih sederhana tapi lebih hidup.

"Kayaknya jiwa kalian ke tukar," celetuk salah satu murid SMA Victoria yang melihat kepergian Nela.

"Kak Nela emang udah gitu dari kecil. Dia itu wanita yang kuat," ucap Arie dengan bangga. "Udah jangan ngomongin kakak gue lagi. Ayo pergi ke kelas!"

Terpopuler

Comments

Fiyazhaz

Fiyazhaz

jangan jangan pertanda jodoh mau datang

2023-08-06

0

Rohani 15

Rohani 15

wkwk bener

2023-07-25

0

Rohani 15

Rohani 15

gini nih yg gue nggak suka

2023-07-25

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!