2

Nela dan anggota geng B&G sudah bersiap-siap untuk melakukan aksi balas dendam. Mereka tidak akan membiarkan para pria sombong yang telah menghina dan merendahkan wanita lepas begitu saja. Mereka bertekad untuk memberikan pelajaran yang tidak akan pernah mereka lupakan.

Mereka membawa buku tebal sebagai senjata rahasia mereka. Mereka juga mengganti seragam sekolah mereka dengan pakaian kasual agar tidak terlacak identitasnya. Nela, sebagai pemimpin geng, mengenakan rok abu- abu dan jaket kulit hitam. la mengendarai motor gede sambil mengulum permen.

"Udah siap, Girl!" seru Nela sambil mengangkat kepalan tangannya. Dia adalah pemimpin dari geng B&G, geng yang terdiri dari para wanita pemberani dan tangguh. Mereka selalu membela hak-hak wanita yang teraniaya oleh para pria brengsek.

"Siap!" sahut teman-temannya serempak.

Mereka pun berpencar ke arah yang berbeda. Mereka merencanakan untuk mengepung para pria itu di tengah jalan agar tidak bisa kabur. Nela sudah memprediksi bahwa aksi mereka akan membuat para pria itu menyesal seumur hidup.

"Nela, mereka udah datang," ujar salah satu temannya melalui walkie-talkie.

Nela mengangguk dan mematikan alat komunikasinya. Ia melihat sekelompok pria yang sedang berjalan di tengah jalan dengan angkuh. Mereka adalah orang-orang yang pernah mengejek seorang cewek dengan kata-kata kasar karena menolak cinta salah satu dari mereka.

Nela dan teman-temannya keluar dari tempat persembunyian mereka dan berdiri di depan para pria itu dengan bersedekap dada.

"Ow, ini bukan cowok yang bully cewek bahkan ngejek pakai kata ******!" seru Nela dengan tertawa puas.

Nela menghentikan motor gedenya di depan para pria itu. Ia menunjuk salah satu dari mereka dengan menyeringai kecil.Nela melemparkan bekas permen ke arah salah satu pria itu. Ia menunjuk- nunjuk mereka dengan menyeringai kecil.

"Cowok kayak kalian emang harus di beri pelajaran," ucap Nela dengan nada mengejek.

"Sialan! Maksud lo apa?! Minggir atau lo pada gue tabrak!" bentak salah satu pria itu dengan marah.

Nela mengerutkan keningnya lalu tertawa sambil memegang perutnya. la merasa lucu melihat reaksi para pria itu.

"Kalau gue nggak mau gimana? Lo harus minta maaf sebelum bisa pergi," ucap Nela dengan tersenyum tipis.

"Nggak bakal! Karna itu emang salah dia. Salah dia yang sasimo!” balas salah satu pria itu dengan keras kepala.

Nela menoleh ke teman-temannya dengan tatapan tidak percaya. Kemudian mereka tertawa mengejek para pria itu.

"Sasimo nggak salah denger, nih? Bukannya itu lo, ya? Gue denger lo nembak cewek itu tapi karna nggak dia nggak mau lo justru rendahin dia. Nggak banget jadi cowok," ucap Nela dengan nada sinis sambil memainkan jarinya.

Pria itu tampak mengepalkan tangannya. Wajahnya yang tampak memerah karena marah juga malu.

"Ini salah lo karna cari gara-gara dengan gue," ucapnya dengan geram.

Beberapa pria itu mulai keluar dari mobil dan melakukan perlawanan. Mereka berjumlah 10 orang sedangkan anggota B&G hanya 7 orang dengan sisanya yang menyebar.

Salah satu pria itu melakukan serangan kepada Nela. Gadis itu justru hanya melakukan pertahanan sesekali menangkis serangan pria itu.

"Kenapa capek, ya? Gini aja capek lalu gimana nasib cewek yang lo bully?" ledek Nela sambil tertawa kecil.

Pria itu tampak sangat marah hingga terlihat melakukan serangan dengan brutal. Nela hanya bersikap tenang lalu menendang pria itu sekuat tenaga.

Nela berjalan menuju pria itu yang sudah terjatuh dengan menyeringai. la melihat pria itu tampak ketakutan yang membuatnya agak puas.

"Gimana rasanya di pukul? Apa sakit? Udah ingat cewek yang lo bully? Sekarang lo tau bukan rasanya tapi ... ini nggak seberapa," bisik Nela dengan menyeringai.

Pria itu tiba-tiba menarik rambut Nela dengan keras. Nela menjerit dan menatap pria itu dengan heran.

Plak!

Pria itu menampar wajah Nela dengan keras. Nela terdiam dan mengangkat wajahnya dengan tertawa kecil.

Plak!

Bugh!

Nela merasakan amarahnya memuncak saat ia melihat lelaki yang telah menyakiti temannya. Ia tidak peduli dengan darah yang mengalir dari bibirnya akibat pukulan tadi. la melancarkan serangan bertubi-tubi, menampar dan menendang lelaki itu tanpa ampun.

Suara sirine polisi terdengar semakin dekat, namun Nela tidak menghiraukannya. Ia yakin itu hanya akal-akalan dari geng lawan untuk menakut-nakuti mereka. Ia terbahak- bahak, mengejek lelaki yang terkapar di bawah kakinya.

Namun, tawa Nela terhenti saat ia menoleh ke belakang. Ia melihat beberapa mobil polisi sudah berhenti di sekitar mereka, dan petugas berseragam biru turun dengan sigap. Mereka langsung menangkap teman- teman Nela yang berusaha melarikan diri.

Nela merasa seperti mimpi buruk. la tidak percaya bahwa ini benar-benar terjadi. Ia hanya bisa tersenyum bodoh, menyadari betapa tololnya dirinya.

la pun segera berpikir cepat. Ia pura- pura terjatuh ke tanah, memegang wajahnya yang lebam. Ia membasahi matanya dengan air mata buaya, menatap polisi dengan tatapan bingung dan ketakutan.

"Gue bisa jadi aktris terkenal ini, mah!" batin Nela dengan bangga.

"Adik baik-baik saja?" tanya salah satu polisi dengan nada prihatin.

"Nela tolong kami! Ini polisi udah gila!" teriak teman Nela yang sedang diborgol.

"Pak gue nggak mau duduk samping penjahat!" protes Nela dengan suara manja.

Nela hanya bisa menggigit bibirnya saat ia melihat polisi muda yang tampan menatapnya datar. la merasa ada sesuatu yang aneh dari pandangan lelaki itu.

"Sial!" umpat Nela dalam hati.

...****************...

Nela merasa bosan dan kesal di kantor polisi. Ia harus mendengarkan omelan polisi tua yang sudah berjam- jam menginterogasinya. Ia tidak merasa bersalah karena telah bertarung dengan geng cowok berandal yang suka mengganggu cewek-cewek di sekolahnya.

"Udah, Pak?" Nela mencoba memotong omelan itu dengan nada acuh. la asyik bermain ponselnya, mencari hiburan di tengah situasi yang menjemukan.

Polisi tua itu marah dan merebut ponselnya. "Kalau orang bicara itu jangan main ponsel! Sekarang siapa nama kamu dan segera panggil wali kamu."

Nela hanya berdecak kesal. la mengambil permen karet di dalam sakunya dan memasukkannya ke mulutnya. Ia mengunyahnya dengan keras, mengekspresikan kejengkelannya.

Polisi tua itu tampak depresi menghadapi Nela. Wajahnya memerah karena menahan emosi. la sudah tidak tahu lagi bagaimana cara menaklukkan gadis nakal ini.

"Kamu cepat panggil Juna ke sini!" polisi tua itu berteriak, menyebut nama ketua geng cowok yang menjadi lawan Nela.

Nela hanya tertawa kecil dengan menggelengkan kepalanya. Ia tahu polisi itu sudah menyerah atas dirinya. la tidak akan memberitahu apa-apa kepada polisi itu.

Nela hanya tertawa kecil dengan menggelengkan kepalanya. Ia tahu polisi itu sudah menyerah atas dirinya. la tidak akan memberitahu apa-apa kepada polisi itu.

Nela menoleh ke arah polisi muda yang duduk di depannya. Ia terlihat tampan dan gagah, tapi juga cuek dan dingin. Ia tidak peduli dengan apa yang terjadi.

Nela merasa tertantang oleh sikap polisi muda itu. la ingin membuatnya terlibat dalam masalah ini. Ia ingin membuktikan bahwa ia tidak salah melakukan apa yang ia lakukan.

“Nama?” suara berat seorang polisi muda memecah lamunannya. Ia melihat wajah tampan lelaki itu, yang tampak serius dan tegas. Matanya yang tajam menembus jiwanya, seolah mencari kebenaran.

Nela mengedipkan matanya, lalu mengambil tisu dari sakunya untuk menyeka keringatnya. Ia memasukkan permen ke mulutnya, lalu tersenyum manis.

“Nama? Oh, nggak ada,” jawabnya dengan acuh tak acuh, sambil mengangkat bahunya.

Polisi muda itu mengerutkan keningnya, tidak senang dengan sikap Nela yang seenaknya. Ia mendekatkan wajahnya ke arah Nela, menatapnya dengan dingin.

“Saya tanya sekali lagi. Nama kamu siapa?” ulangnya dengan nada lebih keras.

Nela menelan ludahnya, merasa sedikit takut. Namun, ia tidak mau menunjukkan kelemahannya. Ia mencoba mengalihkan perhatian lelaki itu dengan menggoda.

“Sayang, loh! Padahal muka kakak ini ganteng. Kenapa nggak kerja di kantor aja?” celetuknya dengan nada genit. Ia memang harus mengakui bahwa lelaki di depannya memiliki pesona yang luar biasa. Rambut hitamnya yang rapi, hidung mancungnya yang sempurna, bibir merahnya yang tipis, dan dagunya yang kokoh membuatnya terlihat seperti bintang film.

Polisi muda itu tidak terpengaruh oleh rayuan Nela. Ia malah tersenyum sinis, lalu menjawab dengan dingin.

“Saya lebih suka menertibkan. Apalagi murid nakal seperti kamu.”

“Dih!” seru Nela dengan muka julid. Ia merasa tersinggung oleh kata-kata lelaki itu. Ia bukan murid nakal, ia hanya berani membela diri dan teman-temannya.

Mereka hanya diam dengan pikiran masing-masing. Nela hanya memikirkan nasibnya saat orang tuanya mengetahui hal ini. Apakah mereka akan marah? Apakah mereka akan kecewa? Apakah mereka akan mengusirnya dari rumah?

“Saya …” polisi muda itu hendak bicara lagi, namun Nela memotongnya dengan pertanyaan tiba-tiba.

“Kakak tau apa yang gue benci?” tanyanya dengan nada penuh emosi.

Polisi muda itu terkejut, lalu menggelengkan kepalanya. “Tidak, karena itu saya berada di sini untuk meluruskan masalah.”

Nela hanya mengangguk pelan, lalu melanjutkan perkataannya dengan nada kesal.

“Geng pria itu suka merendahkan cewek kalau kakak mau tau. Dia lecehin orang yang lewat jadi kenapa gue nggak boleh bertindak? Bahkan yang lebih parah mereka bully cewek bahkan ngejek beri cap ****** ke cewek itu.”

Polisi muda itu mendengarkan dengan seksama, lalu menjawab dengan tenang.

“Cara kamu yang salah. Kamu bisa saja laporkan ke pihak berwajib.”

Nela hanya tertawa kecil, namun tanpa kebahagiaan. Ia merasa lelaki di depannya tidak mengetahui inti perkataannya.

“Buat apa ngelaporin kalau kasusnya nggak di usut lebih jauh. Apalagi tuh cowok anak penjabat pasti mudah lepas,” cibirnya dengan sinis, sambil memainkan jarinya.

Polisi muda itu tampak berpikir, lalu mengetukkan jarinya di atas meja. Ia merasa ada sesuatu yang tidak beres dengan kasus ini. Ia ingin membuktikan bahwa hukum masih berlaku bagi siapa saja, tanpa pandang bulu.

“Begini saya akan usut kasus ini hingga selesai. Jika saya bisa menuntaskan kasus ini maka kamu harus berhenti tawuran,” tawarnya dengan serius.

Nela tampak terkejut. Ia menatap lelaki itu dengan memicingkan matanya. “Kakak yakin?” tanyanya dengan ragu.

“Iya, apa kamu mau menerimanya?” tanya polisi muda itu balik, sambil mengulurkan tangannya.

Nela menjulurkan tangannya juga, lalu memegang tangan lelaki itu. Ia tersenyum lebar, merasa ada harapan baru.

“Deal!” ujarnya dengan semangat.

Terpopuler

Comments

Fiyazhaz

Fiyazhaz

waduh

2023-08-05

0

Rohani 15

Rohani 15

ada ada aja Nela

2023-07-23

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!