Nabil merapikan berkas yang awalnya berserakan di atas meja kerjanya, ia juga memastikan mesin komputer sudah mode off sebelum ia tinggal pulang setelah berkerja lembur hari ini.
Lelaki itu mengambil ponselnya, mencari nomor Naya, adiknya. Sebelumya Naya memberinya kabar akan telat pulang karena sedang di rumahnya temannya mengerjakan tugas. Tak ingin membiarkan adik perempuannya pulang sendiri malam-malam begini, Nabil berniat sekalian menjemput Naya untuk pulang ke rumah bersama.
"Kenapa kak?" Suara Naya terdengar dari sebrang sana.
"Masih di rumah temenmu?"
"Iya, ini tugasnya baru aja selesai."
"Yaudah, tunggu disana kakak jemput."
"Loh, ga perlu kak, aku naik ojol aja. Masih ada kok jam segini ojolnya."
"Gak aman Nay, udah tunggu disana kakak otw jemput."
"Hmm, iya iya, aku tunggu. Hati-hati naik motornya."
"Oke, tuan putri."
Nabil memakai earphone bluetooth ke telinganya, berniat mendengarkan musik selama berkendara. Sebenarnya mendengar musik sambil berkendara merupakan hal berbahaya apalagi ketika jalanan sedang ramai. Namun karena sudah tengah malam, jalanan yang di lewatinya pasti sepi, jadi tidak terlalu bahaya pikir Nabil.
Handphonenya ia masukan kembali kedalam saku, ia pun memakai helm, setelah itu motor Nabil melaju di jalanan.
Saat di perempatan dengan lampu lalu lintas yang masih di posisi warna merah, Nabil menghentikan motornya. Selama menunggu, tak ada motor yang ia lihat melintas. Lampu itu pun berubah menjadi hijau, Nabil menarik kembali gas motornya.
Saat posisinya berada di tengah penyebrangan, sebuah lampu motor terlihat dari arah kanannya. Motor itu menghantam motor matic milik Nabil, membuatnya terpental jauh dan kepalanya terbentur trotoar jalanan dengan keras.
Pandangan Nabil kini memburam, kepalanya terasa sakit sekali akibat benturan itu. Samar-samar, ia melihat beberapa remaja mengerubunginya. Setelah itu, penglihatannya menghitam dan akhirnya kehilangan kesadaran.
...****************...
Naya melirik jam tangan hitam yang melingkar di lengan kirinya, sudah hampir satu jam ia menunggu namun Nabil, sang Kakak belum juga datang menjemputnya.
"Belum dateng juga, Nay?" Zulfa meletakkan segelas air putih untuk Naya di atas meja. Pertanyaannya hanya dibalas anggukan kepala oleh Naya.
Saat ini Naya berada di rumah Zulfa, masih dengan seragam putih dan rok biru yang menempel di tubuhnya. Naya berada di sini sejak pulang sekolah tadi, untuk mengerjakan tugas kelompoknya bersama Zulfa.
Karena tidak ingin menunda, mereka berencana membuat tugas itu bisa selesai hari ini juga supaya mereka bisa punya waktu untuk tugas lainnya. Mereka mengerjakan tugas sampai tidak mengingat waktu dan baru selesai pukul 23.30. Untung saja orang tua Zulfa tidak keberatan Naya bertamu di rumah mereka sampai tengah malam begini.
Naya mencoba menelpon Nabil kembali, berharap kali ini ada jawaban dari Kakaknya itu, pasalnya lelaki itu tadi mengatakan akan menjemputnya.
Melihat raut khawatir Naya membuat Zulfa kembali buka suara, "Mungkin ada urusan lain Nay, mau kakak aku anterin aja?" sarannya.
"Jangan Fa, aku gak mau ngerepotin," tolak Naya, merasa tidak enak hati.
Gadis itu mencoba menelpon kakaknya sekali lagi, dan akhirnya panggilan itu berhasil tersambung. Namun bukan suara milik kakaknya yang ia dengar, melainkan suara perempuan asing yang menyebut dirinya adalah seorang perawat di rumah sakit Pelita Harapan.
"Apa benar ini dengan keluarga saudara Nabil?"
"Iya benar aku adiknya, ada apa ya? kenapa ponsel kakak saya ada di mba?" tanya Naya.
Perawat wanita itu menjelaskan pada Naya semuanya, mulai dari kronologi kecelakaan kakaknya hingga keadaannya yang terbaring lemah di rumah sakit. Mereka meminta Naya untuk segera datang ke rumah sakit sebagai wali dari pasien.
Air mata Naya menetes, mana kala mendengar akhir kalimat yang perawat itu ucapkan, bahwa kondisi kakaknya benar-benar menghawatirkan saat ini.
Zulfa yang melihat Naya tiba-tiba menangis mencoba menenangkan gadis itu dan bertanya apa yang terjadi. Naya pun menjelaskan apa yang dia dengar dari perawat itu kepada Zulfa di sela-sela isak tangisnya. Tak banyak bertanya, Zulfa segera memanggil kakaknya untuk mengantarkan mereka ke rumah sakit.
...****************...
Abhian mengerjapkan matanya, mencoba menormalkan kembali penglihatannya yang sempat memburam. Netranya meneliti setiap sudut ruangan berwarna putih itu, disana ia terbaring dengan selang infus yang menempel di punggung tangan kirinya.
Memorinya terputar kembali pada potongan adegan kecelakaan itu,
"Bi, ada masalah?" teriak Novan, ketika berhasil menyusul motor Abhian. "Kurangi kecepatan motor lo, mending berhenti dulu kalau ada yang gak beres," Novan kembali berteriak, tetapi suaranya terdengar sangat jauh di telinga Abhian.
Dengan mata yang hampir tertutup, Abhian melihat sebuah motor melintas dari arah kirinya. Tepat saat motor itu berada di depannya, motor milik Abhian dengan kuat menabrak pengendara motor tersebut hingga terpental jauh dari posisinya. Motor Abhian pun ikut terseret sampai akhirnya jatuh karena kelihatan keseimbangan. Setelah itu, Abhin benar-benar kehilangan kesadarannya.
Abhian mengerang kesakitan ketika hendak mengubah posisinya dari terbaring menjadi duduk. Ia merasakan sakit yang hebat di seluruh badannya, bahkan kakinya yang terbalut perban juga sangat lemah ketika ia coba gerakkan.
Lelaki itu berusaha berdiri, meninggalkan tempat tidurnya karena ingin mencari tahu bagaimana kondisi pengendara yang ia tabrak. Ia melangkah dengan pelan, seraya menopang pada tiang infus.
Di lorong yang menghubungkan UGD dan ruang inapnya, terdengar isak tangis seseorang, membuat dia memelankan langkahnya. Disana, di kursi yang tersedia di depan UGD, seorang ramaja dengan seragam putih biru duduk menangis seseggukkan. Kemudian seorang wanita dengan tergesa-gesa datang menghampirinya.
"Nay, kakakmu mana? Dia kenapa Nay sampai masuk UGD?" tanya wanita itu, bukannya langsung menjawab, gadis yang bernama Naya itu kembali menangis.
"Katanya kakak ... kecelakaan, dan tadi saat Naya baru aja sampai di rumah sakit Kak Nabil udah gak bisa diselamatkan karena cedera kepala berat, Ma," tuturnya, raut wanita itu berubah seketika. Ia lalu berlari masuk ke dalam UGD, meninggalkan putrinya yang masih terisak di sana.
Sedangkan Abhian, tubuhnya membeku ketika mendengar percakapan mereka. Abhian tidak tahu jelas siapa orang mereka maksud, namun firasatnya berkata itu adalah orang yang sama dengan yang dibawa kerumah sakit bersamanya. Lelaki itu pun bergegas menyusul wanita tadi ke dalam UGD dan benar saja, orang yang mereka bicarakan adalah orang yang sama.
Bak di hantam ribuan batu, dada Abhian terasa sesak, rasa takut kini mengerubungi kepalanya. Lelaki itu tidak tahu harus apa dirinya sekarang? Ia sudah membuat orang tidak pernah ada kaitan dengan dirinya harus kehilangan nyawa. Hati Abhian berkata ia harus menyerahkan diri, berlutut untuk meminta maaf kepada keluarga korban. Tapi egonya menentang itu, dengan berkata bagaimana jika dia menemui keluarga korban dan mengatakan Abhian adalah pembunuh anaknya?
Abhian berbalik, kakinya terrgerak meninggalkan UGD itu sebelum ada yang menyadari kehadirannya disana. Pada akhirnya, rasa takut itu mendominasi, membuatnya memutuskan untuk mengikuti ego ketimbang hatinya. Pilihan ini, adalah hal bodoh yang suatu saat akan dia sesali.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments
A𝒔𝒉𝒊𝒆-`ღ´-
oh abian no!
kayanya ini awal pertemuan mereka, ntar dari benci jadi cinta kah? makin penasaran aja
2023-09-05
0
𝐃ⁱʸᵃʰ 𝖆⃟𝖑⃟ Aᶻˡᵃᵐ🏹
Harus gentel dong Bi😬
2023-09-05
0
YouTube: hofi_03
mending kamu ngaku aja Abhian dari pada di selimuti rasa bersalah kan
2023-09-05
0