Hari baru Sandra dimulai, pagi-pagi sekali sebelum subuh dirinya harus memasak untuk sarapan suami dan anaknya.
Beruntung Xander, bocah yang berusia sembilan tahun itu sudah bisa mengurus dirinya sendiri, seperti mandi dan memakai seragam sekolahnya sendiri.
Ketiganya makan bersama dalam diam, tak ada obrolan apapun.
Pukul enam pagi, Xander telah bersiap berangkat sekolah, Bocah itu hendak menyalami Ferdi tapi ditolaknya mentah-mentah, selalu begitu, sejak kepindahan ke ibukota, Lelaki itu dingin pada anak dari istrinya.
Sandra hanya bisa menghela nafas, ia harus bersabar menghadapi sikap dingin suaminya.
Berbeda dengan Xander, ketika Sandra menyalami Ferdi maka lelaki itu mau menjulurkan tangannya.
Dengan menaiki ojek langganan, Sandra mengantar putranya menuju sekolah dasar negeri yang tak jauh dari apartemen.
Tak ada pilihan lain, Sandra harus putar otak agar putranya tetap bersekolah, suaminya hanya memberinya uang untuk memasak saja.
Selama tiga bulan sejak kepindahannya, Sandra bekerja di kantin apartemen, namun karena upah yang minim, tak ada pilihan lain selain harus bekerja diluar.
Dirinya memilih menyekolahkan Xander disekolah negeri karena gratis tak dipungut biaya, Sandra hanya mengeluarkan biaya untuk jajan dan ojek yang mengantar jemput putranya.
Selesai mengantar putranya, barulah dirinya berangkat ke kantor, masih terlalu pagi tapi ia tak ada pilihan lain.
Hari pertama bekerja, ia masih diajari oleh Rena, dirinya bisa dengan cepat menguasai apa yang diajarkan oleh sahabatnya.
Ia juga dikenalkan ke rekan satu lantainya, Staf administrasi hanya ada dua orang, Gita dan Rena sedangkan staf keuangan ada delapan orang.
Sandra sempat bingung, mengapa kantor pengacara, staf keuangan sebanyak itu, Rena menjelaskan jika sebenarnya kantor itu bukan hanya mengurusi pekerjaan yang berhubungan di gedung itu.
Sebenarnya staf keuangan itu untuk mengurus usaha kos-kosan, kontrakan, jual beli rumah, penyewaan villa dan resort.
Sandra semakin bingung, tetapi Rena mengatakan jika seiring berjalannya waktu dirinya akan mengetahuinya.
Hari pertama berjalan cukup lancar, tak ada kendala apapun.
Staf administrasi pulang pukul empat sore, Rena menawarinya untuk pulang bersama dengan menaiki motor.
Sebelum sampai apartemen, Rena mengajaknya makan disalah satu warung bakso langganan.
Sebenarnya Sandra ingin menolak karena kepikiran Xander, tapi ia juga tak enak menolak ajakan sahabatnya yang telah menawarinya pekerjaan.
Sambil menikmati bakso pesanan mereka, Rena bercerita, jika motor yang dipakainya ia beli dari kantor, jadi akan ada tawaran untuk mencicil motor baru yang dibeli kantor setelah pekerja diangkat menjadi karyawan tetap.
sistem potong gaji, harganya juga jauh berbeda ketika mencicil motor via leasing.
"Sa, karena gue mau pindah ke Kalimantan, dan nggak mungkin itu motor gue bawa kesana, jadi gue mau nawarin Lo nih, tenang aja, lo bisa cicil, dari pada lo bayar tukang ojek tiap hari buat antar jemput anak lo, dan kalau jam makan siang lo bisa jemput anak lo pake motor itu,"ujar Rena.
"Serius Ren?"tanya Sandra memastikan.
Rena mengangguk, sambil menunjukan kedua jarinya, karena mulutnya tengah penuh dengan bakso.
"makasih banyak ya Ren, lo penolong gue, udah ngasih kerjaan, gue juga boleh nyicil motor, gue nggak bisa bayangin kalau nggak ketemu lo,"
"biasa aja kali Sa, lo kan sahabat gue dari piyik, dulu lo sering bantuin gue ngajarin pelajaran yang susah, lo juga sering bagi bekel, lo yang ngajarin gue naik sepeda dan banyak kebaikan lo yang nggak bisa gue sebut, sekarang gantian gue bales semua kebaikan lo,"
Keduanya tertawa mengingat masa kecil mereka.
Sandra baru sampai apartemen usai magrib, tadi ia sempat membungkus bakso untuk suami dan anaknya.
Namun baru saja membuka pintu apartemen, ia mendapati suaminya sedang memukul putranya menggunakan sapu lantai.
Sandra langsung menghampiri mereka, lalu memeluk putranya yang menangis, dengan berlinang air mata, ia menatap suaminya, "kenapa kamu pukuli Xander? apa salahnya sampai kamu seperti ini?"tanyanya.
"Ajari anak haram ini untuk tidak banyak bertingkah di apartemen aku,"jawab Ferdi, lelaki itu membanting pintu kamar dengan keras.
Ibu dan anak itu terkejut, Sandra memeluk putranya erat sambil menenangkannya, "Yang sabar nak, ayah mungkin lagi banyak kerjaan di kantor, makanya gampang emosi,"
Bocah itu mengangguk namun masih terisak-isak.
"Mama beliin Xander bakso, Xander mau?"
Bocah lelaki itu mengangguk lagi.
Sandra melihat betapa lahapnya putranya memakan hidangan berkuah itu.
Ia berusaha tersenyum dihadapan putranya, ia tak ingin putranya tau betapa sedih dan sakit hati ketika putra semata wayangnya dipukuli, ia tak rela meskipun itu suaminya sendiri.
Usai makan, Sandra membantu Xander mengerjakan PR sambil mendengarkan cerita tentang keseharian bocah lelaki itu.
Sandra bersyukur setidaknya ada putranya yang menjadi alasan dirinya bertahan di hidupnya yang berliku.
Usai menyelesaikan PR-nya Xander menuju kamar mandi untuk bersih-bersih, tak lama bocah itu segera membaringkan tubuhnya di kasur yang ada diruang tamu.
Hampir saja, Sandra meneteskan air mata melihat putranya yang sedang membaca doa sebelum tidur juga mendoakan sang ayah supaya menjadi baik padanya.
Memastikan putranya tidur dengan lelap, Sandra masuk ke kamar mandi, sedari tadi dirinya hanya fokus mengurus buah hatinya, ia belum sempat membersihkan diri.
Tidak sampai sepuluh menit, Wanita itu telah selesai mandi, hanya dengan selembar handuk, ia memasuki kamar tidur suaminya, bukan bermaksud menggoda, tapi dirinya lupa, tadi tidak mengambil baju ganti terlebih dahulu.
Saat sedang memilih baju di lemari, ada tangan yang melingkar di pinggangnya, ia tau suaminya menginginkannya sekarang.
Sebagai istri yang baik, ia harus melayani suaminya.
"Puaskan aku Sandra,"bisik Ferdi di telinganya.
Sandra menurut, keduanya mulai berciuman dan bercumbu, namun belum sampai kegiatan inti, cairan kental dibawah sana telah menyembur.
Kalau sudah begini, Ferdi hanya bisa meminta maaf, lalu tidur.
Selalu begini, sedari awal keduanya menikah, belum sampai kegiatan inti, Ferdi akan menyemburkan laharnya terlebih dahulu.
Entah apa yang menjadi penyebab suaminya seperti itu,
Maka dari itu hingga detik ini, dirinya tak kunjung hamil.
Pernah satu kali, Sandra menawari Ferdi untuk berkonsultasi ke dokter, namun lelaki itu menolak dengan alasan sibuk.
Kalau sudah begitu, Sandra hanya bisa pasrah, untungnya ia bukan orang yang maniak dengan hal semacam itu.
Bisa saja Sandra memuaskan dirinya sendiri, namun itu sama sekali bukan gayanya.
Pernah sekali ia berusaha memuaskan dirinya, namun rasanya tidak nyaman dan ia tak bisa sampai puncaknya.
Sejauh ini, ia tak pernah sekalipun menceritakan kekurangan suaminya pada siapapun, termasuk mendiang kedua orang tuanya juga mertuanya.
Meskipun begitu, hingga detik ini, ia tak berniat untuk menduakan suaminya.
Sandra tetap setia, ia masih berharap suatu saat suaminya bisa sembuh dan kebutuhan biologisnya bisa terpenuhi.
Tak dipungkiri, saat tadi ia melihat putranya dipukuli, rasanya ingin meninggalkan lelaki itu, tapi ucapan mendiang ibunya terngiang-ngiang di kepalanya,
"pernikahan itu seumur hidup sekali, seburuk apapun suami kamu, yang terpenting dia masih bertanggung jawab menafkahi kamu,"
Sandra mencoba bersabar dan berharap kehidupannya akan lebih baik kedepannya, terutama untuk putra semata wayangnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 126 Episodes
Comments