Hujan turun dengan derasnya, menambah dinginnya udara pagi. Nora dan Ervin berbagi satu payung merah yang melindungi mereka dari basah. Tangan Nora erat menggenggam tangan Ervin, seolah takut kehilangan lelaki itu di tengah keramaian. Mereka berjalan di atas lantai sekolah yang penuh dengan jejak kaki dan genangan air. Sepatu mereka sudah dilepas dan diganti dengan sendal, agar tidak kotor dan basah.
Nora berhenti di depan pintu kelas X IPA 1. Ia menatap ke dalam kelas yang penuh dengan murid-murid berprestasi. Ia baru saja tahu bahwa Ervin adalah salah satu dari mereka, murid-murid unggulan yang fokus pada belajar dan organisasi. Ia merasa bangga dan penasaran dengan lelaki itu.
“Ervin! Cepat kumpul tugas!” terdengar suara dari dalam kelas.
“Iya, bentar!” jawab Ervin sambil mengintip ke dalam. Ia menyerahkan payungnya kepada Nora dan berkata, “Makasih ya, Kak Nora udah nganterin gue ke kelas.”
“Santai aja kali, Vin. Ini gue balikin dulu jaket punya lo,” ucap Nora sambil melepas jaket hitam milik Ervin dari tubuhnya. “Makasih juga, ya, Vin. Nanti lo harus ngikut gue ke kantin. Kali ini gue yang traktir.”
Ervin tersenyum dan mengambil jaketnya dari tangan Nora. Ia memakaikannya kembali ke pundak Nora dengan berhadapan dengannya. Matanya terpaku pada wajah Nora yang manis dan ceria. Ia merasakan sesuatu yang aneh di dadanya, sesuatu yang hangat dan berdebar.
“Pakai aja dulu, Kak. Gue masuk ke dalam dulu,” ujar Ervin sambil melambaikan tangan.
Nora membalas lambaian itu dengan senyum lebar. Ia merasakan jaket Ervin yang masih hangat di pundaknya. Ia menggenggamnya erat sambil melangkah menuju kelasnya yang berada di ujung koridor.
Kelasnya berbeda sekali dengan kelas Ervin. Di sana, suasana riuh rendah dan bebas. Banyak murid-murid yang tidak memakai seragam, melainkan pakaian santai dan kasual.
“Wuih, bidadari SMA kita udah datang, nih.”
“Widih, cerah banget Nora! Gue nggak bisa liat apa-apa, woy!”
Nora hanya tertawa mendengar ejekan teman-temannya. Ia duduk di samping teman sebangku. Ia mengeluarkan buku motivasi dari tasnya dan mulai membacanya dengan tenang.
“Nora! Jahat, ih! Biasanya gue ajak berangkat bareng nggak mau. Ini sama tuh adkel maunya aja malah naik bus!” rengek Giselle yang datang dengan wajah cemberut.
Nora menutup bukunya dan menoleh ke arah Giselle yang berdiri di depan mejanya. Ia menarik Giselle untuk duduk di sebelahnya dan menangkup kedua pipinya dengan tangan.
“Denger, ya, Giselle yang manis. Gue tadi nggak sengaja ngeliat Ervin di halte. Jadi karena ngeliat tuh cowok gue pengen aja bareng nyobain naik bus,” jelas Nora dengan nada lembut.
Nora menoleh ke arah Yudha yang sedang memainkan gitar di tengah-tengah kerumunan anak cowok lain. Ia memberi isyarat kepada Yudha untuk mendekat tanpa diketahui oleh Giselle.
“Ayo udah, ya, Gis! Kan nggak ada yang salah sama Nora karena main bareng Ervin. Lagian Ervin itu baik, loh.” Yudha berjalan menuju Giselle dan mengelus rambutnya dengan sayang.
“Ih, iya! Tapi nanti Nora nggak mau temenan lagi sama gue,” rengek Giselle dengan memeluk tubuh Yudha. Ia menyembunyikan wajahnya di dada bidang pacarnya.
Yudha hanya tersenyum tipis. Ia membalas pelukan Giselle dengan salah satu tangan mengelus kepala gadisnya. Ia tertawa kecil saat mendengar suara tangis pacarnya.
“Udah-udah jangan nangis lagi, ya! Nih, gue punya permen kesukaan lo.” Yudha mengeluarkan permen cokelat dari kantong sakunya dan memberikannya kepada Giselle.
Nora berdiri dan mendekati kedua sahabatnya. Ia menepuk-nepuk pundak Giselle dengan senyum manis. Ia berkata, “Giselle … maafin gue, ya. Lo tenang aja, Gis. Selamanya lo bakal tetap jadi sahabat terbaik gue.”
Giselle tidak membalas perkataan sahabatnya. Ia masih saja memeluk tubuh pacarnya. Ia hanya diam begitu saja membuat Nora merasa bersalah.
“Lo tenang aja, Ra. Giselle pasti nggak bakal lama marah sama lo,” bisik Yudha kepada Nora tanpa suara. Nora mengangguk dan tersenyum tipis.
...****************...
Guru mengakhiri pelajaran dengan menyimpulkan materi tentang kelompok sosial. Ia mengatakan bahwa kelompok sosial seringkali menciptakan batasan yang memisahkan anggota dari non-anggota, yang dapat menimbulkan perasaan superioritas, loyalitas berlebihan, atau stereotip negatif.
Bel istirahat berbunyi, menandakan waktu untuk beristirahat dan bersantai. Nora tersenyum lebar sambil menunggu guru keluar dari kelas. Ia ingin segera menemui Ervin dan mengembalikan jaketnya.
“Ra, gue minta maaf, ya. Tadi gue nggak bermaksud kayak gitu,” ucap Giselle dengan suara lirih. Ia duduk di sebelah Nora dan memandangnya dengan wajah bersalah.
“Iya, nggak masalah. Tadi salah gue juga, sih. Kapan-kapan kita berangkat ke sekolah bareng,” balas Nora sambil melipat jaket cokelat yang ia pakai.
“Jaket lo, Ra? Kok, gue baru tau lo punya jaket klasik kayak gitu.” Giselle menyentuh jaket cokelat yang memiliki kerah, manset, dan pinggang putih. Jaket itu terlihat elegan dengan kancing perak yang mengkilap dan dua kantong di depan.
Nora hanya tersenyum tanpa menjawab pertanyaan sahabatnya. Ia berdiri dari kursinya dan berkata, “Kalian duluan aja ke kantin. Gue mau ke kelas Ervin dulu.”
Giselle belum sempat protes. Nora sudah berlari keluar kelas dengan membawa jaket cokelat itu. Giselle mengernyitkan dahinya dengan kesal.
Yudha mendekati pacarnya dengan senyum manis. Ia merangkul pundak Giselle dan mencubit pipinya yang cemberut.
“Nora pergi kemana, Gis?” tanya Yudha yang melihat Nora tampak tergesa-gesa.
“Ketemu tuh adkel, Yud! Kesel gue lama-lama sama tuh cowok. Dia bikin Nora makin jauh sama kita,” keluh Giselle dengan mencebik.
Yudha menggelengkan kepalanya dengan tidak percaya. Ia tahu bahwa pacarnya berasal dari keluarga kaya raya yang selalu mendapatkan apa yang ia mau. Ia terbiasa melihat orang dari sudut pandang status sosial dan latar belakang keluarga.
"Kenapa kesal sama Ervin, Gis? Lo kan baru pertama kali ketemu sama dia. Gue liat dia waktu MPLS baik dan pintar, loh," kata Yudha mencoba membela Ervin.
“Itu di depan orang, Yud. Gue denger latar belakang keluarga dia jelek. Jadi nggak pantas temenan sama Nora. Gue takut aja dia cuma manfaatin Nora, doang. Kan, dia dari pelosok dalam.” Giselle menjelaskan alasan ketidaksukaannya pada Ervin.
Yudha menghela napas panjang. Ia merasa tersinggung dengan perkataan pacarnya. Ia memang berasal dari keluarga kaya, tetapi ia juga harus bekerja keras untuk mendapatkan kepercayaan orang tuanya.
“Berarti gue juga nggak pantas pacaran sama lo, dong. Kan, keluarga lo lebih kaya dari keluarga gue,” ujar Yudha dengan nada sinis.
“Nggak gitu! Lo itu jelas banget beda walaupun keluarga gue lebih kaya. Lo nggak pernah ada niat manfaatin gue,” bantah Giselle dengan memeluk tubuh Yudha.
“Nah, berarti lo udah paham. Sama juga dengan Ervin mungkin aja dia emang nggak ada niat manfaatin Nora. Lagian Nora juga pasti bosan liat kita bucin di depannya. Makanya Nora coba cari temen baru, lagian juga Nora yang deketin Ervin duluan, kan?” ucap Yudha dengan menepuk-nepuk punggung pacarnya.
Giselle hanya mengangguk dengan cemberut. Ia berharap Yudha benar tentang Ervin.
“Yuk, kita ke kantin dulu. Lo pasti udah lapar,” ajak Yudha dengan merangkul pundak Giselle. Mereka berjalan menuju kantin bersama-sama.
...****************...
Jangan lupa vote dan komen 😗
Kesel mulu ih Giselle 🤐
Next 👑
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 39 Episodes
Comments
Rohani 15
+_+
2023-07-25
0
Rohani 15
manjaa banget
2023-07-25
0