Dua Hati yang Terluka

Nora merasakan getaran di pundaknya. Ia menoleh dan melihat wajah pucat Giselle, sahabatnya sejak kecil. Gadis itu tampak ketakutan dan bersalah. Ia menyesal telah membuat Giselle terlibat dalam masalah ini. Ia juga tidak tega melihat Ervin, anak baru yang sering di-bully, mendapat perlakuan tidak pantas di sekolahnya.

Nora dan Giselle hanya bisa memperhatikan sosok laki-laki yang tengah mengusir para pengganggu dengan suara keras dan gerakan tangan yang galak. Laki-laki itu adalah Giovanni, kakak kandung Giselle yang terkenal sebagai orang bermulut pedas di sekolah. Ia tampak peduli dengan Ervin, bahkan mengajaknya untuk duduk di meja kantin bersamanya. Ia memberikan nampan makanan yang ia bawa untuk Ervin, seolah ingin mengganti apa yang telah hilang dari anak itu.

Giovanni Sunnie Skyden merupakan kakak kandung dari Giselle walaupun begitu mereka memiliki fisik yang berbeda. Giovanni adalah badai yang tak terduga.  Tubuhnya yang tinggi dan kurus menciptakan bayangan yang panjang dan menakutkan. Rambut pirang panjangnya yang diikat kuncir kuda memberi kesan liar dan bebas. Mata birunya yang dingin menembus jiwa orang yang melihatnya.

"Bang ...," getir Giselle yang menatap mata sosok lelaki itu. Tubuhnya gemetar merasakan aura ketakutan dengan apa yang akan menimpanya nanti.

"Abang? Siapa yang lo panggil? Gue maksudnya?" Giovanni menatap adiknya dengan sinis. Ia tidak suka dipanggil abang oleh Giselle, apalagi di depan orang lain. Ia merasa itu membuatnya terlihat lemah dan manja.

Nora merasa hal ini tidak bisa dibiarkan berlama-lama. Ia membawa tubuh Giselle ke belakang tubuhnya. Ia tahu gadis itu sedang menahan tangisan dan takutnya.

"Lo seharusnya jangan gitu ke adek sendiri, Kak. Lagian Giselle nggak ngelakuin apapun, kok. Gue yang paksa dia buat duduk bareng Ervin," tegur Nora dengan menghela napas gusar. Ia kadang merasa kesal kepada Giovanni, tetapi ia tidak bisa menyudutkan kakak sahabatnya itu. Kemungkinan besar ada alasannya sendiri sehingga bisa melakukan hal seperti ini.

"Lo pikir gue peduli sama adek gue? Dia cuma beban buat gue! Dia nggak pernah ngerti gue! Dia cuma pengen gue jadi anak baik-baik yang nurut sama omongan bokap nyokap!" bentak Giovanni dengan emosi. Ia tidak suka ditegur oleh Nora, apalagi di depan Ervin.

Ervin menundukkan wajahnya dengan malu. Ia merasa bersalah telah membuat masalah antara kakak beradik itu. Ia juga merasa kasihan kepada Giselle yang harus tahan banting dengan kakaknya yang bermulut pedas.

"Gue nggak papa, Bang. Udah biasa mereka ngelakuin itu. Kak Giselle sama Kak Nora nggak salah sama sekali," ungkap Ervin dengan suara lirih.

Giselle mengeluarkan wajahnya dari belakang punggung Nora. Tangannya berpegangan dengan pundak sahabatnya dengan wajah lucu saat ketakutan. Ia bertanya, "Tau dari mana lo nama gue?"

Ervin hendak menjawabnya. Namun, Giovanni memotong pembicaraan Ervin. Laki-laki itu memasukkan roti ke mulut adik kelasnya.

"Lain kali lawan aja mereka, Ervin. Jangan lemah lo jadi cowok! Lo jangan kayak orang yang manja lalu dikit-dikit nangis ngadu ke temen atau pacar," saran Giovanni dengan mengambil kerupuk di nampan Ervin.

Nora hanya bisa mengelus dadanya. Ia merangkul Giselle mencoba menenangkan sahabatnya agar tidak menangis. Urusannya bakal ribet jika ketahuan oleh Yudha, pacar Giselle yang juga bendahara OSIS. Mungkin nanti suasana kantin akan menjadi mencekam.

Nora mengajak sahabatnya untuk duduk. Ia meminta izin kepada Giovanni untuk minta air mineral walaupun awalnya tidak terima. Mereka duduk dengan Giselle yang diam memegang erat tangan sahabatnya.

"Sayang, ini makanan buat lo. Lalu ini punya lo, Ra." Yudha menyerahkan makanan untuk kedua gadis itu dibantu oleh bibi kantin.

"Ngapain kalian duduk sama dia? Orang kayak dia mending nggak usah diajak," usul Yudha menatap keberadaan Giovanni.

Giovanni hanya tertawa saja dengan menatap sinis berucap, "Dasar orang-orang nggak tau diri! Yang duduk lebih awal siapa? Baru jadi anggota OSIS aja sombong apalagi udah dapat harta keluarga gue."

Nora hanya bisa diam sebagai orang yang waras. Ia melihat ke arah Ervin yang merasa canggung dengan mereka. Ia mendorong pelan tubuh Giovanni untuk duduk di samping laki-laki itu.

"Udah diobati lukanya?" Nora mengelus wajah Ervin dengan menatap mata lelaki itu dengan ramah.

"Udah gue yang obatin. Nggak usah diharap itu cowok. Dia nggak suka repotin orang," keluh Giovanni dengan mendorong tubuh Ervin.

Giselle menatap ke arah kakaknya dengan ragu. Ia mengetikkan suatu pesan kepada Nora. Ia memberikan tatapan memohon pada Nora dengan menunjuk ponselnya seolah memberikan kode.

"Kak Gio gue mau nanya. Kakak udah sejak kapan kenal Ervin?" tanya Nora dengan sopan.

"Lalu Ervin lo juga. Jangan pasrah mulu kayak tadi! Gue kan udah kasih gelang berharga itu. Gunain yang baik dulu sama jangan lupa jaga gelangnya dengan baik," timpal Nora dengan menggenggam lengan Ervin yang memperlihatkan gelangnya.

Giovanni menatap Nora dengan mengerutkan keningnya mencibir, "Kepo lo! Nggak ada urusannya sama sekali."

...****************...

Nora menapakkan kakinya di lantai marmer rumahnya yang megah. Ia merasakan kesunyian yang menusuk hatinya, meski ada banyak asisten rumah tangga yang sibuk beraktivitas. Ia menoleh ke kanan dan ke kiri, mencari sosok yang paling ia rindukan.

“Bi, Bunda di mana ya?” tanyanya dengan suara lembut.

“Nyonya sudah pulang dari sore, Nona. Mungkin Nyonya sedang beristirahat di kamar.”

“Oh, begitu. Terima kasih, Bi!” ucap Nora dengan senyum manis.

Ia bergegas naik ke lantai dua, melompati anak tangga dengan riang. Ia ingin segera memeluk bundanya dan menceritakan semua hal yang terjadi di sekolah hari ini. Ia selalu menanti-nanti momen ini setiap harinya.

Namun, langkahnya terhenti ketika ia sampai di depan pintu kamar bundanya. Ia mendengar isak tangis yang pelan tapi menyayat hati. Ia mengintip lewat celah pintu dan melihat bundanya duduk di tepi tempat tidur, memegang sebuah bingkai foto dengan tatapan nanar.

Nora merasakan sesak di dadanya. Ia tahu siapa yang ada di dalam foto itu. Pria yang membuat bundanya menderita dan menangis setiap malam. Pria yang tidak pernah ada untuk mereka berdua.

Nora mundur perlahan dan berjalan menuju kamarnya dengan hati hancur. Ia tidak tega mengganggu bundanya yang sedang bersedih. Ia masuk ke kamarnya dan menutup pintu dengan pelan. Ia melemparkan tas sekolahnya ke sofa dan duduk di meja belajar.

“Kenapa harus begini?” gumam Nora dengan kesal.

Ia mengeluarkan sebuah buku catatan berwarna biru langit dari tasnya. Ia membuka halaman terakhir dan mulai menulis dengan pulpen hitam. Tulisannya berantakan dan penuh coretan, mencerminkan kekacauan hatinya. Ia menumpahkan semua perasaannya dalam kata-kata.

27 juli 2023

Hari ini aku bertemu dengan cowok aneh yang selalu diam dan takut-takut. Dia kayaknya baik banget, tapi juga bodoh banget. Dia gak bisa melindungi dirinya sendiri dari orang-orang jahat di dunia ini. Aku heran dia bisa jadi temen sama Giovanni, kakaknya Rina.

Giovanni itu kakak kelas yang bermulut  pedas di sekolahku. Dia lumayan baik kepada orang lain jika punya mood bagus, tapi dia selalu jahat ke adeknya sendiri. Tapi dia lebih sayang sama cowok aneh itu daripada adiknya sendiri. Aku penasaran banget sama hubungan mereka.

Aku pengen banget cerita sama bunda tentang cowok aneh itu, tapi aku gak mau ganggu bunda yang lagi sedih. Aku sayang banget sama bunda, dia orang terbaik di hidupku. Aku benci banget sama pria brengsek itu yang bikin bundaku nangis terus :(

“Aku harap bunda bahagia,” bisik Nora dengan air mata di mata.

...****************...

Jangan lupa vote dan komen 🤗

Wah, nggak nyangka hidup Nora kayak gini juga 🥲

Next👑

Terpopuler

Comments

Rohani 15

Rohani 15

sensi banget sih

2023-07-23

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!