Bus, Payung, dan Kasih

Hujan deras mengguyur kota. Nora terbangun dari tidurnya ketika mendengar suara benda pecah dari luar kamarnya. Ia segera bangkit dari tempat tidurnya dan mengenakan jubah hangat berwarna merah muda. Ia berlari ke arah ruang makan dengan hati berdebar-debar.

Di sana, ia melihat pemandangan yang membuatnya menahan napas. Pecahan kaca bertebaran di lantai, bersama dengan sisa-sisa makanan yang tumpah. Di depan kulkas, seorang pria paruh baya berdiri dengan tatapan kosong. Ia memegang kaleng soda di tangannya dan meminumnya seolah-olah tidak ada yang terjadi.

Pria itu adalah ayahnya, Renanda Aidit Satria. Seorang mantan arsitek terkenal yang kini menjadi pecandu alkohol. Ia sering membuat onar di rumah dan menyakiti ibunya, Rayna Grace Dahlia. Seorang wanita sukses yang masih bekerja sebagai arsitek senior di sebuah perusahaan besar.

Nora melihat ibunya yang sedang berjongkok di lantai, membersihkan pecahan kaca dengan sapu dan pengki. Di sampingnya, bibinya yang tinggal serumah membantunya dengan mengambil saputangan basah dari dapur. Mereka berdua tampak lelah dan sedih.

Nora tidak tahan melihat ibunya diperlakukan seperti itu. Ia berlari ke arahnya dan merengkuhnya dengan erat. Ia mengambil pengki dari tangannya dan melemparkannya ke arah ayahnya dengan marah.

“Bunda, nggak usah bersihin ini semua! Biarin aja ayah yang ngurusin! Bunda itu wanita hebat yang jadi idola banyak orang! Bunda nggak boleh direndahkan sama bapak!” Nora berucap dengan suara tegar.

Ibunya menatapnya dengan sayang dan menepuk-nepuk rambutnya. “Nora, sayang … Bunda baik-baik aja kok. Kamu jangan marah-marah ya. Kamu harus cepat-cepat ke sekolah nih, udah hampir jam tujuh.”

Sebelum Nora bisa menjawab, ia merasakan sebuah tangan kasar merangkul pundaknya. Ia menoleh dan melihat wajah ayahnya yang tersenyum sinis. Bau alkohol menyengat hidungnya.

“Selamat pagi, putriku! Kamu lihat kan, betapa hebatnya bundamu? Dia bisa mengurus rumah tangga ini dengan baik meskipun ayahmu sudah nggak bisa kerja lagi. Itu semua berkat ayahmu dulu.” Ayahnya berkata dengan nada sombong.

"Mas Satria jangan ganggu putri kamu. Dia ingin pergi ke sekolah." Rayna Grace Dahlia menarik tangan suaminya agar tidak mengganggu putrinya. Ia hanya tidak ingin terjadi sebuah perkelahian di antara dua orang yang dia sayangi.

Renanda Aidit Satria, pria paruh baya yang menjadi ayahnya Nora. Pria itu tampak menatap Nora dengan tatapan menghina. Ia berkata, "Putri ku ... kamu tidak perlu sekolah tinggi seperti Rayna. Kamu nanti juga bakalan urus suami, jadi lebih baik kamu manfaatkan uang Rayna saja dulu."

Nora yang mendengar seketika menatap ayahnya dengan tidak percaya. Ia berjalan pergi begitu saja tanpa mengatakan sepatah kata. Ia sudah muak melihat orang itu yang tampak seperti orang tidak berpendidikan.

Ayahnya mendelik dan berteriak dengan keras. “Dasar anak durhaka! Kamu nggak tahu diri ya? Kamu nggak perlu sekolah tinggi-tinggi kayak ibumu! Kamu nanti juga bakal jadi istri orang dan ngurus rumah tangga! Lebih baik kamu manfaatkan uang ibumu sekarang, sebelum dia sadar dan ninggalin kamu!”

Nora berbalik dan berlari keluar dari rumah. Ia tidak peduli dengan teriakan ayahnya yang mengikutinya. Ia hanya ingin pergi dari sana secepat mungkin. Ia ingin pergi ke sekolah, tempat ia bisa belajar dan bermimpi.

Di luar, hujan masih turun dengan derasnya. Nora hanya membawa payung saja. Ia hanya berlari menuju mobil yang sudah menunggunya di depan pagar. Mobil itu adalah milik ibunya, yang selalu mengantarnya ke sekolah setiap pagi.

Sepanjang jalan, Nora menatap hujan yang membasahi bumi juga kadangkala memejamkan matanya. Ia mencoba melupakan apa yang baru saja terjadi di rumahnya. Ia mencoba mengingat hal-hal yang membuatnya senang, seperti teman-temannya di sekolah, buku-buku yang ia suka baca, atau lagu-lagu yang ia suka dengar.

Matanya terbuka dengan perlahan. Saat di persimpangan lampu merah. Di tengah hujan yang deras juga angin kencang. Nora melihat sesuatu yang membuatnya tersenyum. Di halte bus dekat sekolah, ia melihat sosok Ervin yang sedang berdiri di bawah hujan.

Ervin tampak basah kuyup, tapi ia tidak peduli. Ia mengangkat tangannya ke arah langit, dan menangkap tetesan hujan dengan telapak tangannya. Ia tersenyum lebar, seolah-olah menikmati hujan sebagai sebuah berkah.

"Paman nanti berhenti di dekat halte bus. Nora pengen bareng sama adik kelas," pinta Nora dengan menunjuk ke arah halte. Wajahnya tersenyum melihat wajah tenang sosok itu.

Paman supir menoleh ke belakang dengan ekspresi khawatir. “Nona Nora, ini kan hujan lebat. Nanti Nyonya marah kalau tahu Nona naik bus.”

“Paman nggak usah khawatir. Paman bilang aja sama bunda kalau Nora udah sampai sekolah. Lagian Nora kan punya payung,” kata Nora dengan senyum manis.

Paman supir menghela napas dan mengangguk. Ia tahu Nora adalah gadis yang mandiri dan berani. Ia juga tahu Nora sangat dekat dengan Nyonya, ibunya yang selalu sibuk bekerja dan jarang ada waktu untuk Nora.

Mobil mewah berwarna putih itu berhenti di pinggir jalan, tak jauh dari halte bus. Nora segera mengambil payung merah dari jok belakang dan membukanya. Ia keluar dari mobil dan melambaikan tangan ke paman supir sebagai tanda terima kasih.

Hawa dingin menyentuh kulitnya. Ia berjalan lalu berdiri di samping Ervin, orang yang akhir ini baru-baru saja ia kenal. Orang itu belum sadar dengan keberadaannya. Ia hanya tersenyum dengan menutup payung miliknya.

Nora penasaran dengan Ervin yang selalu pendiam dan penurut. Ia ingin berteman dengannya dan mengetahui lebih banyak tentangnya. Ia juga ingin tahu hubungan antara Ervin dan Giovanni, yang sepertinya sangat akrab dan sayang satu sama lain.

"Lo udah dari kapan naik bis kayak gini, Vin?" celetuk Nora dengan menatap wajah tenang lelaki di sampingnya.

Ervin menoleh dengan kaget. Ia melihat Nora yang basah kuyup tapi tetap cantik dengan seragam sekolahnya yang biru merah. Nora hanya tersenyum dengan melambaikan tangannya di depan wajah lelaki itu. Ia hanya diam saat Ervin menatapnya heran.

"Ngapain di sini, Kak?" tanya Ervin dengan menggaruk tengkuknya.

"Kalau di sini berarti kakak naik bus," jawab Nora dengan tertawa kecil. Ia merasa lucu atas pernyataan adik kelasnya itu.

Mereka berdua berdiri di halte bus sambil menatap jalanan yang basah oleh hujan. Angin dingin bertiup kencang, membuat Nora menggigil. Ia merasakan sesuatu yang hangat menyelimuti pundak dan lehernya. Ia menoleh dan melihat Ervin memberikan jaket cokelatnya kepadanya.

"Pakai aja, Kak. Gue tau lo kedinginan." Ervin tersenyum dengan menunjuk jaketnya untuk meminta Nora menutupnya agar lebih hangat.

Nora merasa tersentuh oleh perhatian Ervin. Ia mengucapkan terima kasih dan memakai jaket itu dengan rapi. Ia merasa lebih hangat dan nyaman dengan bau wangi yang menempel di jaket itu.

Tak lama kemudian, bus yang mereka tunggu datang dengan membunyikan klakson. Nora tersenyum dengan tipis. Ia menatap ke arah kiri dengan melambaikan tangannya. Ia tidak tahu saja jika Ervin menahan tawa melihat tingkahnya. Mungkin ini pertama kali baginya untuk naik bus.

Mereka segera naik ke bus dan membayar ongkos dengan kartu bus masing-masing. Nora agak kesulitan karena ia biasanya menggunakan kartu ATM untuk membayar segala sesuatu.

"Pegang dulu, Kak," pinta Ervin dengan mengeluarkan kartu miliknya. Tidak perlu melakukan berulang, ia bisa membayar biaya bus dalam sekali percobaan.

"Bus nggak bisa pakai kartu atm, Kak. Cuman bisa pakai kartu bus," tambah Ervin dengan menunjukkan sebuah kartu miliknya.

Nora tersenyum malu dengan mengikuti langkah Ervin. Ia baru kali ini malu di depan umum dengan banyak orang yang memperhatikan mereka. Mereka berdua duduk di belakang bus.

Nora menatap ke arah jendela. Ia Nora merasa aneh dan senang dengan pengalaman baru ini. Ia biasanya naik mobil pribadi ke sekolah, tanpa pernah merasakan suasana di dalam bus. Ia melihat orang-orang yang berbeda-beda, dari berbagai latar belakang dan tujuan. Ia juga merasakan getaran mesin bus yang membuatnya mengantuk.

Tanpa sadar, ia tertidur di bahu Ervin, yang juga tertidur dengan kepala menunduk. Mereka terlihat seperti sepasang kekasih yang mesra, padahal mereka baru saja berteman. Mereka tak peduli dengan tatapan orang-orang di sekitar mereka, yang mungkin iri atau heran.

“Kak Nora! Bangun, Kak!”

Nora terbangun dengan terkejut. Ia melihat Ervin yang menepuk-nepuk pipinya dengan lembut. Ia melihat ke luar jendela dan menyadari bahwa mereka sudah sampai di depan sekolah.

“Ya ampun, gue ketiduran,” gumam Nora dengan malu.

“Gapapa, Kak. Ayo turun, sebelum busnya jalan lagi,” kata Ervin dengan cepat.

Mereka berdua turun dari bus dengan bergegas. Mereka berlari ke gerbang sekolah, sambil membawa payung dan tas mereka. Mereka tak menyadari bahwa banyak mata yang menatap mereka dengan kagum atau iri.

Nora merasa senang dan bahagia. Ia merasa hari ini akan menjadi hari yang menyenangkan. Ia merangkul Ervin dan berkata, “Yuk, masuk sekolah bareng! Nggak usah peduli sama omongan orang lain!”

...****************...

Jangan lupa vote dan komen 😋

Waduh, makin roman aja😂

Next 👑

Terpopuler

Comments

Fiyazhaz

Fiyazhaz

🤭

2023-08-05

1

Rohani 15

Rohani 15

bener

2023-07-24

0

Rohani 15

Rohani 15

^_^

2023-07-24

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!