Keputusan

Hera yang sedang menguping di belakang ruang tamu pun ikut terheran-heran. Padahal biasanya Daisy tipe wanita yang amat sangat pemilih. 

Tak terhitung berapa kali ia didekati oleh seorang laki-laki. Daisy pernah membuat pengusaha sukses dan ganteng kenalan suami Hera bertekuk lutut dihadapannnya. 

Tapi Daisy bergeming hanya meminta maaf. Sampai akhirnya ia lebih memilih Ebra sang mahasiswa beasiswa yang bahkan belum jelas masa depannya. 

Ia memijat kepalanya yang pening saat mengingat Ebra. Laki-laki yang bahkan menurutnya tak lebih ganteng dari semua laki-laki yang mendekati Daisy itu dengan tak punya hati justru meninggalkannya pergi bersama sahabatnya sendiri. 

"Daisy. Kamu serius?" Tanya Hera buru-buru saat semua tamu sudah pulang. 

Mereka bahkan sempat ingin membahas tanggal pertunangan. Hanya saja Ayah menyela dengan menyuruh mereka untuk mengenal satu sama lain lebih dulu. 

"Apasi, kak. Emang aneh ya kalau aku ngebet kawin." Celetuk Daisy sambil tertawa nyengir. Ia kemudian berlari masuk ke dalam rumah. 

"Serius Daisy. Kakak kenal kamu ga satu dua hari. Kakak tau perjuangan semua laki-laki yang pernah berusaha deketin kamu.

"Iya, kak. Daisy serius"

"Lalu? Apa cuma gara-gara Axel kesini langsung sama Papanya kamu nerima dia?"

"Maybe? Berarti niatnya bener-bener baik, kan."

"Bener kata kakak kamu Isy. Jangan di paksa kalau gak mau. Apalagi kalau cuma gara-gara gaenak karena dia teman Ayah." Sanggah Ayah akhirnya ikut menimpali. Entah kenapa ia ga sreg dengan keputusan Daisy. 

"Iih Ayah kok ikut ragu? Gapapa Ayah. Siapa yang tau nanti aku bakal bahagia sama Axel," Kilah Daisy. 

"Toh yang aku sayang belum tentu bisa bahagain aku. Jadi, siapa tahu nanti aku akan bahagia sama orang yang sayang sama aku," Sambungnya kemudian yang membuat Hera dan Ayah terdiam. 

Mereka sibuk dengan pemikiran mereka masing-masing. Hera dan Ayah tentu saja masih ragu. Apalagi Ruslan bukanlah teman akrabnya. Dani hanya pernah beberapa kali kerja sama waktu Daisy masih bayi. 

Dan kedatangan mereka kesini murni silaturahmi karena kebetulan Ruslan sedang mengurus salah satu bisnisnya di Surabaya. Tapi justru itu membuatnya harus merelakan putrinya. 

"Kalau memang itu keputusan kamu Ayah gapapa. Tapi, tolong dipikirkan dulu matang-matang, nduk. Menikah itu seumur hidup." Ungkap Dani yang membuat Hera mengangguk setuju. 

Hera yang sudah menikah lebih dulu, meski baru beranjak 3 tahun setidaknya ia sedikit banyak sudah paham pahit manisnya. 

"Iya, Ayah. Semoga aku bisa kaya Ayah sama Bunda. Jodoh sehidup semati." Daisy memeluk Ayahnya dengan penuh haru. Yang ia pikir sekarang hanya ia harua bahagia agar kakak dan Ayahnya juga bahagia. 

Beberapa hari ini mereka terlihat murung. Apalagi Hera. Terlihat sekali ia amat khawatir dengan Daisy. 

Sampai akhirnya Daisy pasrah padanya saat Hera memaksa untuk membawanya ke psikolog. Hasilnya baik. Karena memang berkat perhatian Dani dan Hera membuatnya tenang. 

Beberapa hari berlalu dan Daisy intens berhubungan dengan Axel via ponsel. Mereka bahkan bisa telfon sampai berjam-jam lamanya. 

"Nanti kalau kita nikah, kita satu rumah sama Mamaku ya.?" Pertanyaan itu sontak membuat Daisy terhenyak. Ia terdiam. Sadar bahwa keputusannya untuk menikah itu berarti harus meninggalkan Dani untuk berumahtangga. 

"Emm.. Apa gabisa kita serumah berdua aja? Kan kita bisa sesekali mengunjungi Mama."

"Hem… aku bicarakan dulu sama mama, ya. Soalnya mama gabisa jauh-jauh dari aku." Sambung Axel. Daisy diam. Sampai akhirnya Axel pamit untuk mematikan telfonnya karena harus segera mengerjakan pekerjaannya. 

Daisy terdiam diatas ranjang. Ia ingat bagaimana dulu Hera pernah bercerita padanya kalau ia ingin sekali punya rumah sendiri karena sungkan kalau harus serumah dengan kedua Mertuanya. 

Sampai akhirnya di tahun kedua akhirnya Hera bisa membeli rumah impiannya di kota impiannya pula. Daisy sempat iri karenanya. Karena ia pun ingin sekali punya rumah di pegunungan seperti Hera. 

"Kaaakkkk" Teriak Daisy mencari-cari Hera. Biasanya ia selalu main di ruang keluarga bersama dengan Aurora dan Bu Yati. Tapi kenapa sekarang sepi sekali. Padahal ia tadi hanya mengerjakan copywriting salah satu pesanan client nya. 

"Kakak kamu tadi pamit mau ke rumah temen katanya," Sahut Ayah dari belakang. 

"Ayah abis makan? Kok ngak ngajak Daisy."

"Coba lihat udah jam berapaa. Ayah tadi nungguin kamu lama ga keluar kamar. Ayah kira kamu masih sibuk."

"Temenin Daisy makan ya, yah," Daisy nyengir sambil menarik tangan Ayahnya menuju meja makan. 

"Yah. Kalau Daisy keluar dari rumah dan ikut sama Axel gimana?" Ucap Daisy hati-hati. 

Dani yang sejak tadi memainkan ponsel sejenak terdiam dengan tatapan mata kosong. 

"Jauh, Dek." Balasnya singkat, lalu lanjut memainkan ponselnya lagi. 

"Aku maunya juga tetep sewrumyah smya yayyah.."

"Kalau makan ya makan. Ngomongnya nanti, diiihh." Potong Dani sambil mencapit hidung Daisy gemas. Sementara Daisy cuma nyengir. 

"Gapapa kalau kamu mau ikut Axel. Ayah uda gede gaperlu dijaga. Yang penting kamu harus sehat dan bahagia," Tutur Dani sembari mengusap pipi Daisy saat terlihat sebutir nasi tertinggal disana.

"Ayah tau lambat laun keadaan ini pasti bakal Ayah rasa."

Kasian ibu kamu. Dia pasti akan sangat bahagia kalau melihat kamu menikah." Ucap Dani lagi dengan tatapan menerawang kedepan. Sudah 5 tahun ibunya pergi. Tapi tak sekalipun Dani berfikir untuk menikah lagi. 

"Daisy janji bakal sering-sering telfon Ayah. Terus nanti waktu Daisy punya anak Daisy maunya sebulan sekali pulang kesini." Ujar Daisy sambil memeluk tubuh Dani yang masih terduduk di kursi makan.

"Kau ini. Tunangan aja belum udah mikir anak."

***

Beberapa kali Axel mengajak Daisy untuk sekedar makan-makan, tapi Daisy selalu menolak. Ia masih berusaha memantapkan hati atas keputusannya. Ya. Sejujurnya ia masih ragu. Meski setiap hari ia justru selalu meyakinkan Hera dan Dani. 

Ia hanya berfikir mungkin dengan cara ini fikiran negatifnya bisa teralihkan. Dan sekaligus bisa membuat Hera dan Dani sedikit tenang karena akhirnya Daisy bisa menikah dan hidup bahagia. 

"Aku pasti bahagia, kan?" Gumam Daisy saat ia sedang bersantai sambil membaca novel di balkon kamarnya. 

Dari berbagai novel yang Ia baca. Rata-rata berakhir dengan kisah bahagia. Ia pun berharap kisahnya akan sebahagia kisah yang Ia baca. 

Sudah lebih dari 1 bulan. Dan 2 minggu lagi pernikahan Ebra dan Ardina akan diadakan. Ia juga mendengar dari salah satu temannya kalau mereka berdua sudah pulang ke Indonesia. 

Nyeri kembali menghampiri saat lagi-lagi Daisy mengingat mereka. Ia tak akan mau datang. Ia tak sekuat itu. Daripada nanti hanya akan merusak suasana lebih baik dia diam dirumah. 

Meski beberapa kali juga terpikir untuk datang. Apalagi sekarang ia punya Axel yang tentu akan menemani kemanapun Daisy pergi. Tapi mengajak Axel sama saja membatalkan rencana yang telah ia susun. 

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!