Aku Harus Bahagia

"Hati-hati dijalan." Ucap Dani mengecup pelan dahi Daisy penuh sayang. 

"Pasti yah. Aku berangkat dulu, ya. Nanti kalau udah sampai dirumah kak Hera aku hubungi Ayah," Jawab Daisy dan segera masuk ke dalam mobil. 

Kini ia sedang ingin pergi ke rumah kakaknya yang katanya ngidam ingin bertemu Daisy. Padahal ia tahu. Dani pasti sudah sedikit banyak bercerita tentang drama tangisnya kemarin. 

Hera memang se over itu. Ia selalu ingin melindungi Daisy. Bahkan dulu saat masih bersekolah di SMA yang sama, Hera sempat menonjok teman sekelasnya hanya karena ia tidak meminta maaf karena sudah menyenggol Daisy sampai jatuh saat di kantin. 

Kini ia penasaran sekali respons apa yang akan Hera berikan. Tapi mengingat Ebra ada di Jepang selamatlah kau Ebra. Karena gak mungkin juga Hera menyusul Ebra sampai kesana. 

Butuh waktu 3jam untuk sampai ke kota Batu. Daisy harap ia bisa menenangkan diri disana. Apalagi kota batu terkenal sebagai kota wisata. Ia bisa lupakan sejenak semua masalahnya disana. 

Setelah 2jam perjalanan akhirnya Daisy istirahat di salah satu minimarket. Demi menghilangkan kantuk yang mulai menyerang. 

Kebiasaan Daisy selalu ngantuk di perjalanan. Padahal tinggal 1jam lagi perkiraan sudah sampai dirumah Hera. 

Ia pun turun dan membeli 2 botol kopi. Tak lupa beberapa camilan kesukaan Freya keponakan manisnya. Jadi makin tak sabar untuk sampai saat ia ingat kembali segala tingkah lucu freya yang baru berusia 2 tahun.

Ia duduk di depan minimarket dan istirahat sejenak sambil menghabiskan kopi yang tadi ia beli. Saat membuka ponsel ia langsung di suguhi beberapa chat dan miscall dari Dani dan Hera. Dua orang itu memang selalu tak sabaran. 

Setelah membalas chat Hera dan Dani, ia pun langsung melanjutkan perjalanan. Karena hari semakin siang. Takut macet kalau sampai di kota saat jam makan siang. 

***

"Tantyeeeee" Aurora berlari kearahnya saat ia baru saja menutup pintu mobil. Ia pun segera berhambur memeluk kaki Daisy meminta gendong. 

"Hai keponakan manis tantee. Iih gemes." Daisy segera menggendongnya dan menghujani Aurora dengan ciuman. Sementara Hera terlihat sedang berdiri di teras. Tatapannya tampak menahan marah. 

"Assalamualaikum kak." Baru saja Daisy menyodorkan tangan untuk bersalaman, Hera justru menatap heran dan penuh tanya padanya. 

"Waalaikumsalam." Jawabnya singkat sembari masuk ke dalam rumah. Langsung saja Daisy mengikuti Hera yang sedang berjalan kearah meja makan. Seperti biasa. Hera langsung menyendokkan beberapa centong nasi dan lauk, mengambil alih Aurora. Meski sempat berontak akhirnya bayi mungil itu mengalah. 

"Tante makan dulu ya sayang. Laperr hihihi."

"Matamu abis ditonjok preman?" Ucap Hera tiba-tiba tanpa babibu. 

"Tapi preman nya ganteng, Kak." Daisy membalas candaan Hera dengan muka tengilnya. 

"Ebra? Ganteng? Katarak kali mata kamu."

Daisy cuma senyum-senyum sambil terus menyuapkan makanan ke dalam mulutnya agar perut laparnya segera terisi. 

"Ayah telfon, khawatir sama kamu. Padahal udah beli kain dan segala macem. Untung belum pesen catering dan ngundang keluarga," Ujar Hera saat Daisy memasukkan suapan terakhir ayam bakar kedalam mulut mungilnya. Ayam bakar kakaknya emang yang terbaik. 

Daisy diam tak menanggapi ia berjalan ke dapur mencuci tangan dan piring kotornya. Lalu menyerahkan ponsel kepada Hera dan menunjukkan isi chat Ardina pada Hera. 

Seketika Hera menautkan alis dan melotot, mukanya merah padam menahan marah. "Ardina?!" Hanya kata itu yang mampu ia ucapkan. Sungguh tak habis fikir. Hera pun mengenal Ardina. Cukup baik. Karena ia sering main kerumah Daisy. 

"Aku gatau, kak. Ebra memang 2bulan ini sama sekali gabisa di hubungi. Jadi setelah dia dan orangtuanya vidio call dengan Ayah, beberapa minggu kemudian ia seolah hilang." Daisy menarik nafas dan menghembuskan perlahan. Hera mengenggam erat tangan Daisy memberi kekuatan. 

"Lalu kemarin, 3hari lalu tiba-tiba Ardina chat. Ardina dan Ebra sama-sama gabisa dihubungi. Bedanya Ardina menghilang saat aku memberi kabar akan bertunangan."

"Aku sudah coba hubungi ibunya. Ibunya cuma bilang, akan menyampaikan pesanku ke Ebra." Daisy mendongak saat ia merasakan buliran beningnya mulai mendorong keluar. Tidak. Sudah cukup. Sudah cukup 3hari ia menangisi Ebra tanpa henti. Ia harus bahagia. Masih ada Ayah dan Hera yang harus ia bahagiakan. 

"Sudah. Yang pergi biarkan pergi. Nanti  kakak cariin cowok seganteng Taehyung buat kamu."

"Gamau Taehyung. Maunya jungkok."

"Adanya jongkok. Mau?"

Tawa mereka pun pecah. 

"Kak rion kerja?"

"Iya. Dinas lagi di Banyuwangi."

"Padahal kalau di Surabaya enak, kak. Kalau gaada kak Rion masih ada Ayah sama aku."

"Terus gunanya kakak beli rumah buat apaaaa. Iiih." Ucap kakaknya gemas dan mencapit hidung mungil adiknya. 

"Yaudah istirahat dulu. Besok pagi kita berangkat. Terserah kamu mau kemana,"

"Auroraaa. Hiiii cantik mandi, yuuu." Ucap Hera seraya mengangkat bayi manisnya ke kamar mandi. 

Sementara Daisy masih diam ditempat. Ia mengunyah apel ditangannya pelan. Tapi lagi. Buliran bening itu memaksa untuk keluar. Padahal ia hanya ingin tenang. 

"Semangat Daisy. Percuma kamu capek-capek nyetir kesini kalau cuma buat nangis."

"Auroraaaaa tante ikut mandii yaaa." Dan ia pun beranjak dari kursi menyusul Hera dan Aurora yang sibuk bermain air di bath up.

***

"Mbak. Maaf kunci mobilnya jatuh." Daisy menoleh pelan saat ada seseorang yang memanggilnya di belakang. 

"Eh iya ta. Bentar mas."

"Cari yang bener." Ucap Hera menimpali. 

"Bener, loh. Gaada. Makasih banyak ya mas." 

"Sama-sama, Mbak. Duluan ya monggo.. " Pamit orang yang tadi menemukan kuncinya. 

Hera dan Daisy baru saja tiba di salah satu pantai di Malang. Meski butuh waktu hampir 3jam tapi Hera tetap menemani Daisy. Padahal sudah sejak dulu Daisy minta ditemani kesini. Tapi Hera selalu menolak. 

Aurora berteriak girang saat ia melihat pantai. Bayi mungil itu memang sangat senang sekali melihat air dan pasir. Ia pun segera berlari ke arah pantai disusul Hera dan Bu Yati panik. 

Daisy cuma berjalan pelan. Ia nikmati setiap hembus angin yang menerpa wajahnya dan suara ombak yang menggelitik telinganya. 

Ia ingat saat pertama kali kesini Ia bersama Ebra dan Ardina. Mungkin Daisy yang kurang peka. Betapa jahatnya ia pada Ardina. Pasti sudah lama Ardina menyimpan perasaannya untuk Ebra. 

"Nangis lagi?" Ucap Hera yang sudah ada di depan Daisy. 

"Hehe udah cape kak." Jawab Daisy seraya menerima tissu yang e ulurkan Hera. 

"Aku yang salah, kak. Harusnya aku peka dikit sama Ardina. Pasti dia sudah nyimpen perasaannya dari lama."

"Jangan bikin kakak marah, Sy. Yang harus disalahkan itu Ebra sama Ardina. Apalagi kamu kan tahu sendiri gimana sikap Ardina. Dari awal kamu pacaran sama Ebra, coba hitung sudah berapa kali Ardina gonta ganti pacar?"

"Tapi, kak. Kalau aku tau Ardina suka sama Ebra aku pasti ngalah dan dari awal mereka berdua pasti jadian. Aku pun ngga akan ngerasa sesakit ini."

"Daisy. Denger kakak. Apa jaminannya kalau Ardina bakal setia sama Ebra? Kita sama-sama tahu. Bahkan kamu jauh lebih mengenal Ardina daripada kakak." Hera  memeluk Daisy dari samping. Mencoba menutupi muka Daisy yang lagi-lagi menahan tangis. 

Daisy diam. Ia sekuat tenaga mencoba menahan airmata yang sudah menyeruak keluar. 

Saat Hera sibuk bermain dengan Aurora dan Bu Yati. Daisy sibuk dengan pemikirannya sendiri. Ada banyak hal yang ia pendam. Padahal 3bulan lalu hidupnya masih baik-baik saja. 

Meski ia pengangguran tidak kuliah dan tidak bekerja, tapi ia bahagia dengan pekerjaan freelance nya yang bisa ia kerjakan kapan saja. 

Ia punya Ayah dan Kakak serta Keponakan yang luarbiasa cantik dan manis dan juga…. Ebra dan Ardina. Ya. Hidupnya sempurna. 

Perlahan Daisy beranjak dari duduknya. Tanpa ada yang menyadari Daisy mulai berjalan pelan menuju air laut dengan ombaknya yang terlihat tenang tp menghanyutkan. 

Dari sekian banyak manusia di tepi pantai tak ada yang menyadari Daisy dengan tatapan kosongnya telah berjalan semakin ketengah. Hingga ketinggian air sudah sampai ke dadanya. 

Ia terus berjalan pelan. Hera yang menyadari Daisy tak berada ditempatnya semula mengira ia hanya berjalan-jalan. Sampai sepasang mata mulai menyadari keanehan Daisy. 

"Eh. Mbak.! Woi.! Awas tenggelam.!" Teriaknya yang membuat beberapa pasang mata mulai melihat kearah Daisy. Tanpa pikir panjang laki-laki itu segera berlari menyusul Daisy yang sudah tenggelam sempurna. Ia bahkan tak berusaha untuk berenang. Padahal Daisy bisa berenang. 

Hera yang panik menyadari bahwa yang diteriaki laki-laki itu adalah Daisy, segera ikut berlari menuju air laut. 

"Mbak Hera jangan, Mbak." Ucap Bu Yati khawatir. 

"Bu.! Itu Daisy dia tenggelam bu. Aku harus nolong."

"Bahaya, Mbak. Udah ada yang nolong. Inget mbak ini kasian Aurora." 

Hera akhirnya diam. sambil terus memantau Daisy laki-laki itu dan 2lifeguard yang berenang ke pantai. 

Ia baru bisa bernafas lega saat salah satu dari 3 orang yang menyelamatkan Daisy itu berhasil membawa Daisy ketepian. 

Saat sampai ditepi pantai Daisy terduduk lemas. Ia memandang heran sekelilingnya. Orang sudah banyak yang berkerumun. 

"Daisy.! Kamu ngapain.!" Bentak Hera tak sabar. Ia memeluk Daisy sambil menangis. 

"Mbak kenapa?"

"Istighfar, Nduk.!" Teriak Hera. 

"Kamu baru aja berjalan ke tengah laut. Tapi kamu masih bilang kenapa ha ?!"

"Maaf." Ucap Daisy tertunduk lesu. Ia beberapa kali terbatuk merasakan hidungnya pengar. 

Daisy sendiri tak tahu apa yang terjadi. Terakhir ia ingat ia seperti melihat Ebra dan Ardina lalu menghampiri mereka. Bahkan ia tak sadar sudah masuk ke dalam laut. Ia cuma bisa menghela nafas panjang lega karena masih diberi umur panjang. 

Hera sibuk berterimakasih pada laki-laki yang tadi menolong Daisy dan 2orang lifeguard berkali-kali mengingatkan untuk berhati-hati dan jangan melamun. 

Tanpa pikir panjang Daisy Hera Bu Yati dan Aurora pun segera pulang kerumah. Hera berkali-kali memaksa Daisy untuk mampir ke klinik. Tapi ia tak mau. Akhirnya Hera pasrah bahkan saat Daisy sudah sampai di depan klinik pun ia tak mau turun. Hampir saja ia menyeret Daisy tapi akhirnya mengalah saat melihat tatapan memelas Daisy.

"Yaudah. Nanti kalau ada apa-apa bilang Mbak. Ya."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!