Oh Lian mengulurkan tangannya, menyelusup ke pinggang Gia yang berdiri tepat di depannya lalu menarik tubuhnya. Lian mendekap erat Gia dari belakang.
Deg!
Jantungnya serasa mau meledak, Gia dibuat berdebar sepanjang hari ini.
“Manajer!” bisik Gia. Menggunakan sikutnya untuk menyodok perut Lian tapi ternyata lelaki itu jauh lebih gesit.
Satu tangannya yang terlihat santai mencengkeram lengan Gia saat hendak menyikut perutnya. Sementara satu tangannya lagi masih bertahan mendekap perut Gia dari belakang.
Karena postur tubuhnya yang tinggi, Lian terpaksa harus membungkuk saat berucap lirih di telinga Gia agar tak didengar oleh orang lain yang berada di sana.
“Sudah aku bilang berapa kali, keluarkan semuanya ... jangan di tahan di dalam pikiranmu,” bisiknya lembut membuat Gia bergidik menahan geli. “Aku juga ingin mendengar apa yang sedang kau pikirkan,” tambahnya.
Gia memutar tubuhnya cepat hendak marah kepada Lian, tapi naasnya saat itu pintu lift terbuka dan ada beberapa orang masuk ke dalam.
Tentu saja membuat ruangan di dalam lift semakin sempit.
Gia terdorong dari belakang hingga membentur tubuh Lian. Eh! Saat hendak menjauh, Gia bisa merasakan tangan Lian menahan pinggangnya. Menarik tubuhnya semakin merapat.
“Manajer!” bisik Gia kesal.
Oh Lian berdiri tegap, lalu menunduk menatap wajah Gia yang menempel di dadanya. “Kenapa?” tanya Lian seolah tak sadar. Padahal dia yang membuat Gia tak bisa bergerak.
“Lepaskan tanganmu! Aku tidak bisa bergerak!” Gia sampai mendongak ketika berbicara pada Lian.
Lagi, Oh Lian membungkuk tapi kini dia berucap tepat di pipi. “Jangan egois ... berikan space untuk orang lain.” Jelas sekali Lian menahan tawa saat sedang berbicara.
Pipinya merona, Gia bisa merasakan panas napas Lian saat sedang berbicara.
Padahal jika Gia bisa melihat keadaan sekitar, lift tersebut tidak begitu sesak. Tapi Oh Lian justru sengaja membuat seolah Gia tak bisa bergerak seakan lift penuh.
“Menyebalkan!” gumam Gia. Spontan dia terkejut mendongak menatap mata Lian yang tengah memicing kearahnya. Seolah tertangkap basah telah mengumpat dalam pikiran.
Pfffttt! Oh Lian terkekeh, mendapati ekspresi Gia yang menggemaskan.
Ting!
Pintu lift terbuka. Tanda bahwa mereka telah sampai di lantai bawah.
Saat hendak menjauh dari Lian, kancing kemeja mereka justru saling bertautan.
“Astaga ... apa lagi ini?”
Karena sebelumnya mereka saling berdekatan hingga tak ada jarak, membuat kancing kemaja Lian tersangkut benang kemeja milik Gia.
“Kemeja mahal tapi ujung-ujungnya seperti ini. Kenapa tadi tidak beli di loakan saja?” batin Gia.
“Kau pasti mengumpat lagi?” tebak Oh Lian dengan benar.
Gia malu, tak peduli lagi akhirnya dia menarik paksa kemejanya. Tak ada maksud apa pun tapi ternyata kancing milik Oh Lian terlepas saat Gia menarik kemejanya.
“Ups, maaf.”
Oh Lian terdiam, melihat kemejanya terbuka di bagian dada karena kancingnya terlepas akibat ulah Gia.
“Baru saja uangmu terkuras tiga setengah juta untuk membeli kemejaku ... sekarang kau merusaknya lagi. Membuat kancing kemejanya lepas dan kini hilang entah ke mana.” Oh Lian berbicara panjang lebar membuat Gia semakin malu.
Rapat sebentar lagi di mulai tapi kemeja Oh Lian rusak dan kini sebagian perutnya yang keras serta dadanya yang bidang terpampang jelas.
“Bodoh! Bagaimana kesialan ini terjadi secara terus menerus?” batin Gia. “M–maaf manajer.”
Oh Lian menghela napas panjang setelahnya mengambil ponsel untuk menghubungi seseorang. “Halo? Tunda meetingnya sepuluh menit, aku ada urusan sebentar yang lebih penting.” Ujung matanya melirik Gia yang terus menunduk tak berani mengangkat wajahnya.
“Dia baru saja bilang apa? Menunda meeting ... memangnya seorang manajer punya kendali apa berani-beraninya menyuruh menunda meeting. Mana ini di perusahaan cabang lagi!” gumam Gia dalam hati.
“Sudah selesai sibuk sendiri dengan pikiranmu?” sahut Oh Lian, seakan tahu apa yang sedang dipikirkan Gia.
Ghm! Gia kehabisan kata, sepertinya apa pun yang dia lakukan apa pun yang dia pikirkan Oh Lian mengetahui terlebih dulu sebelum Gia melakukannya.
“Ikut denganku!” Oh Lian meraih tangan Gia, menggenggamnya erat dan memaksa Gia ikut bersama dengannya.
“Eh tapi manajer?” Terpaksa Gia mengikuti Oh Lian yang entah membawanya ke mana. Tapi saat itu yang Gia lihat hampir semua pegawai yang berpapasan dengannya mengangguk memberi salam.
Gia hanya bingung, ikut membalas salam dari mereka.
Ceklek!
Oh Lian membuka pintu sebuah ruangan lalu menutupnya lagi.
“Manajer ... ke–kenapa kita kemari?” Gia semakin bingung.
Oh Lian tidak menanggapi, dia justru melepas jas lalu membuka kancing kemejanya satu persatu.
“Eh! Tunggu Manajer ... ke–kenapa kau melepas kemejamu?” Kakinya bergerak melangkah ke belakang, kedua tangannya menyilang di depan dada seperti sebuah perisai. Sementara bola matanya membulat penuh waspada.
Oh Lian telah melepas kemejanya. “Apa lagi yang sedang kau pikirkan? Kancingku lepas ... bukankah kau harus menjahit dan menggantikannya dengan yang baru?” Oh Lian melirik, menatap sikap waspada Gia terhadap dirinya. Haha ... “Kau pikir aku akan melakukan apa pada dirimu?” Senyum Oh Lian sangat mengejek.
Wajah Gia memerah seperti udang rebus, malu. Memalingkan wajahnya karena penampilan Oh Lian yang kini telah bertelanjang dada.
Glek! Gia menelan saliva kesusahan, dadanya berdebar tak karuan. Tubuhnya terasa panas sampai di kedua pipi. Meski berusaha keras menghindar, ujung matanya tetap saja mencuri pandang untuk bisa melihat tubuh Oh Lian yang menawan. “Ya Tuhan, ada apa dengan lelaki ini?” batinnya.
Dadanya semakin berdebar kala menyadari ternyata Oh Lian sedang melangkah mendekat karahnya.
“Kenapa?” tanya Oh Lian ketika melihat tingkah Gia semakin aneh, seakan-akan dirinya ingin diterkam oleh hewan buas.
Bagaimana tidak, karena Oh Lian telah telanjang dada dan menghampiri Gia. Berdiri tepat di depannya, mengepung tak memberi ruang pada Gia untuk bergerak.
“Bu–bukankah seharusnya aku yang bertanya manajer? Ke–kenapa kau melepas pakaianmu?” ucap Gia terbata.
Dada dan perutnya yang sixpack membuat Gia sesak tak bisa bernapas. Setengah tubuhnya yang tak terbungkus pakaian itu menyebarkan aroma feromon yang sangat kuat.
Gia bahkan bisa menghirup aromanya yang sangat maskulin. Tubuh Oh Lian sangat wangi. Kepalanya terus menunduk karena dada Oh Lian berada tepat di depan mata.
Gugup tak karuan, berusaha keras menghindar tapi pemandangan di depan mata sangat sayang untuk di lewatkan. Entah apa yang sedang di lakukan Oh Lian, karena lelaki itu sejak tadi berdiri di depannya.
Gia terkejut ketika tiba-tiba saja dada Oh Lian bergerak maju hingga menyentuh ujung hidungnya. Glek! Secara cepat Gia menoleh hingga pada akhirnya kini justru pipinya yang menempel ke dada.
Panas, itulah yang dirasakan oleh Gia saat pipinya bersentuhan dengan permukaan dada Oh Lian.
Kepalanya tertunduk, Oh Lian tersenyum tipis. Dia sangat sadar jika posisinya membuat Gia tertekan tapi entah kenapa dia sangat menikmati ekspresi Gia saat itu.
Oh Lian sibuk mengambil sesuatu di atas almari yang berada tepat di atas kepala Gia. “Kau bisa menjahit kan?”
“He?” Refleks Gia mendongakkan kepala. “Uhm, menjahit?”
Ternyata sejak tadi Oh Lian sibuk mencari benang dan jarum dari almari yang berada tepat di atas kepala Gia. Setelah mendapatkannya, dia memberikan alat-alat itu kepada Gia. “Kau bisa gunakan ini untuk menjahit kemejaku.”
Gia terdiam melamun.
“Sepertinya perusahaan membuang buang uang untuk membayar karyawan yang selalu melamun sepertimu!” Oh Lian meraih tangannya, membawa Gia ikut bersama menuju ke kursi.
Setelah meletakkan jarum dan benang ke meja, Oh Lian memberikan kemejanya pada Gia. “Jahit sekarang, jangan buang-buang waktu. Kita hanya memiliki 7 menit sebelum meeting dimulai.”
Gia masih bingung karena Oh Lian hanya memberikan benang dan jarum tanpa kancing. “Manajer ... tapi di mana kancingnya”
Perhatian Oh Lian tak pernah lepas dari Gia, meski dirinya sibuk tapi matanya selalu tertuju kepada gadis itu di setiap waktu luangnya. Tangannya terulur mengambil alih kemeja dari tangan Gia.
Tanpa basa-basi dia melepas kancing dari salah satu ujung lengannya.
Lagi-lagi Gia terpaku ketika hanya melihat seorang Oh Lian melepas kancing menggunakan giginya. “Gila, aku benar-benar bisa gila ... manajer hanya menggigit kancing kemejanya saja, tapi kenapa dia terlihat sangat seksi. Astagaaa!” racau Gia dalam hati.
Tidak sampai di sana, kegilaan Oh Lian masih berlanjut. Setelah membuat Gia terpesona dengan gayanya saat melepas kancing kemeja, kini Oh Lian meraih tangan Gia lalu meletakkan kancingnya di atas telapak tangan Gia tanpa perantara. Dari mulut langsung ke tangan.
Deg! “Aku butuh oksigen!” batin Gia.
“Kau butuh napas buatan?” sahut Oh Lian membaca ekspresi terpesona terlihat jelas di wajah Gia.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments