Ha!!! Gia menoleh cepat, kedua tangannya menyilang di depan dada. Seolah memberi perisai pada tubuhnya saat mendengar perintah yang tak masuk akal dari manajernya.
“Apa kau tidak mendengarku?” Punggung Lian bergerak maju, mendekati Gia. “Lepas pakaianmu!”
“Maaf Manajer, tapi apa kau sudah gila! Kau memintaku melepas pakaian?” Matanya membulat, Gia tak percaya.
Ck! Oh Lian berdecak. Tak ingin lagi membuat Gia salah sangka. Setelahnya Lian mengambil paperbag dari kursi belakang. “Ganti pakaianmu!” Lian melempar paperbag ke pangkuan Gia. “Kau pikir aku akan mengizinkanmu pergi meeting dengan pakaian kotor seperti itu!” Ekspresi Lian langsung berubah. “Atau jangan bilang ... kau berpikir bahwa aku akan menyentuhmu?” Hahaha ....
Lagi-lagi Gia melihat tawa lepas dari Lian, tapi kesalnya tawa itu jelas mempermalukan dirinya. “Tidak!” sahut Gia tanpa ragu. “Siapa juga yang berpikir seperti itu. Lagi pula seorang manajer yang tiba-tiba meminta anak buahnya membuka baju di tepi jalan seperti ini ... siapa yang tidak berpikir negatif? Semua orang yang berada di posisiku pasti juga akan memikirkan hal lain!” Panjang lebar Gia mengoceh tanpa disadari Lian sejak tadi memperhatikan dirinya.
Hingga ketika Oh Lian bergerak mendekat, bibir Gia langsung terpaku.
Wajahnya begitu dekat, Lian sengaja membuat Gia tak bisa berkutik karena kedekatan mereka. “Hal lain?” ucap Lian.
Deg!
Posisi mereka sangat dekat, hingga Gia berdebar saat napas hangat Oh Lian menyapu wajahnya.
“Katakan padaku, setidaknya beri aku contoh ... memikirkan hal lain, contohnya seperti apa?” Kepalanya semakin mendekat.
Gia memalingkan wajahnya karena jika tidak, saat ini bibir mereka pasti sudah saling menempel.
Bola matanya bergerak menyapu setiap inch dari wajah Gia yang mulai memerah. “Apakah maksudmu seperti ini?” Dengan cepat Lian menarik dagu Gia, memaksa menghadapkan wajah karahnya. Lian kemudian mengambil posisi hendak mencium bibirnya tapi melihat reaksi Gia yang tiba-tiba memejamkan mata rapat sampai terlihat kerut di kening, Oh Lian pun mengurungkan niatnya. “Hal itu tidak akan pernah terjadi.”
Oh Lian melepaskan Gia, menarik punggungnya mulai menjauh. “Tenang, kau sama sekali tidak menarik perhatianku. Kau bukan tipeku jadi ... telanjang bulat di depanku sekalipun kau tidak akan membuatku menegang. Tenang saja.”
Tangannya telah berhasil membuka pintu, Lian sempat berucap sebelum melangkah keluar dari mobil. “Cepat ganti pakaianmu, aku akan menunggu di luar.”
Gia gugup, panik tak karuan. Darahnya berdesir serasa mau meledak isi dadanya.
Brak!
Pintu dibanting begitu saja oleh Lian. Dia tak beranjak pergi, Oh Lian memilih bersandar di plang besi pembatas jalan. Menunggu Gia selesai mengganti pakaiannya sembari merokok.
Awalnya, setelah menyalakan rokok dan menyesapnya beberapa kali, Lian berdiri menghadap ke mobil. Dia lupa bahwa kaca mobilnya tembus pandang tapi sepertinya Gia tak menyadari hal itu.
Sementara di dalam mobil, dengan santainya Gia melepas kemejanya.
“Menyebalkan! Meski aku bukan tipenya tidak perlu juga dia menggangguku seperti itu. Lagi pula, aku juga perempuan ... meski aku bukan tipenya, tidak seharusnya seorang manajer berkata seperti itu! Entah kenapa ada manajer seperti dia di muka bumi ini!” Gia terus menggerutu sembari sibuk melepas kemeja.
“Tapi kalau di pikir-pikir ... manajer perhatian juga. Aku bahkan tidak sadar kalau kemejaku juga terkena tumpahan kopi tadi.” Gia nyaris tersenyum, tapi seketika menghilang saat teringat hampir 3,5 juta miliknya hilang demi membayar ganti rugi. “Ah, menyebalkan!”
Semua kancing telah terbuka, Gia terlihat santai seolah tak menyadari bahwa Oh Lian sejak tadi memperhatikan dirinya dari luar. Gia kini hanya mengenakan rok span dan bra yang hampir senada dengan warna permukaan kulitnya. Hanya saja, branya sedikit lebih tua.
Glek!
Setelah menghembuskan asap putih dari mulutnya, Oh Lian menelan ludahnya ketika melihat kulit putih bersih milik Gia dari balik kaca.
Ujung matanya bergerak melirik ke sekitar, memastikan bahwa tak ada mobil atau pun orang yang mendekat, karena takut akan melihat pemandangan indah yang ada di dalam mobil.
Angin berhembus kencang, membuat rambut Oh Lian yang sedikit panjang terbawa angin dan menutupi sebagian mata.
Ketika perhatiannya kembali ke Gia, ekspresi wajah Lian langsung terpaku. Perempuan itu ternyata tengah menatap kearahnya dari balik kaca dengan kedua tangan yang menyilang di dada.
Hal itu memperlihatkan seolah-olah Gia menyadari bahwa Oh Lian bisa melihat kegiatan dirinya tengah berganti baju di dalam mobil.
“Sial! Jangan bilang kaca mobil ini tembus pandang?” gumam Gia. Sejak awal masuk ke dalam mobil, Gia bahkan tak sempat memastikan keadaan kacanya terlebih dulu.
Perhatian Gia masih fokus tertuju ke mata Lian. Memastikan bahwa Lian tidak bisa melihat dirinya.
Dan pandainya Lian, setelah memergoki bahwa Gia curiga dirinya bisa melihat ke arah dalam mobil, Oh Lian langsung berpura-pura seolah sedang berkaca sembari menikmati sisa rokoknya.
Oh Lian seakan sedang menatap bayangan wajahnya di kaca mobil, tangannya sibuk merapikan rambut sehingga kalau dilihat dari posisi Gia, Oh Lian seakan-akan sedang berkaca.
Padahal sejak tadi Oh Lian terus memperhatikan Gia yang tengah berganti baju.
Ghm! Dehem Lian menetralkan suasana. Memilih memutar tubuhnya memunggungi Gia. Seperti biasa, menggertakkan giginya menahan diri, memejamkan mata rapat berusaha mengembalikan kewarasannya yang hampir hilang.
Ssssss, huuuuuft!
Lian menyesap rokok terakhir sebelum membuang sisanya. Setelah merasa akal sehatnya kembali pulih, Lian terdiam menunggu sampai Gia selesai mengganti kemeja.
Kaca mobil bergerak turun. “Manajer, aku sudah selesai. Kau bisa masuk.”
Oh Lian merapikan dasinya yang mulai longgar sebelum melangkah masuk ke dalam mobil.
Mereka kemudian melanjutkan perjalanan menuju ke luar kota.
~♤~
Setibanya di lokasi, Oh Lian dan Gia langsung di sambut oleh beberapa orang. Tanpa menunggu lama mereka segera mengadakan meeting.
Tanpa makan siang terlebih dulu dan meeting berjalan selama 4 jam. Bisa dibayangkan seperti apa perut Gia saat ini.
Perih, lapar dan melilit. Cacing di dalam perutnya mulai demo minta makan.
Meski terbilang kejam bagi Gia, tetapi Oh Lian teramat peka. Dia bisa melihat gerak-gerik Gia yang mulai tak nyaman karena kelaparan.
Sementara dari perusahaan lain sedang melakukan presentasi.
Perhatian Lian tertuju ke tangan Gia yang tengah sibuk memegangi perutnya. Teringat dia juga belum memberi makan Gia sejak tadi, akhirnya Oh Lian meminta meeting untuk di tunda.
“Maaf, bisakah aku meminta waktu sebentar untuk istirahat. Sepertinya meeting masih akan berjalan lebih lama dari perkiraan. Kebetulan karena ini pertama kalinya aku dipindah tugas ke perusahaan baru ... perkenanku aku untuk mentraktir kalian makan. Apa kalian keberatan?”
Gia terdiam, melongo. Sepanjang dia bekerja di perusahaannya baru kali ini ada yang berani menghentikan meeting hanya untuk makan-makan.
Sempat mengira bahwa Lian akan mendapat penolakan tapi ternyata semua dengan patuh menyetujui permintaan Lian.
Mereka berbondong-bondong keluar dari ruang meeting menuju ke restoran yang kebetulan satu lokasi namun beda tempat.
Restoran ada di lantai bawah dan ruang meeting ada di lantai 3, mereka hanya pergi turun dua lantai untuk menuju ke restoran.
“Aneh, kenapa aku juga baru sadar kalau sejak tadi semuanya menurut pada manajer?” batin Gia. “Posisinya hanya manajer pindahan, tapi kenapa yang jabatannya lebih tinggi dari manajer justru bersikap sopan bahkan menunduk saat bertemu manajer? Atau ... itu hanya perasaanku saja?” Gia terus menggerutu dalam pikirannya.
Mereka semua berada di dalam lift yang tengah menuju ke lantai bawah.
Oh Lian mengulurkan tangannya, menyelusup ke pinggang Gia yang berdiri tepat di depannya lalu menarik tubuhnya. Lian mendekap erat Gia dari belakang.
Deg!
Jantungnya serasa mau meledak, Gia dibuat berdebar sepanjang hari ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments