Armand menekan tubuh Abela di sandaran sofa. Abela benar-benar terkejut saat lidah Armand masuk ke dalam mulutnya. Dia bukan tidak pernah merasakan ini sebelumnya, Abela hanya lupa bagaimana rasanya. Dia juga tidak tahu apa yang harus dia lakukan disaat seperti ini. Jika dia masih penyihir yang dulu dia mungkin bisa melempar Armand ke sebrang ruangan.
Tangan Armand menekan bahu Abela, tidak terlalu kencang tapi cukup menghasilkan lenguhan. Armand sepertinya tidak berniat melepaskan Abela dalam waktu singkat. Armand masih belum menjauhkan wajahnya bahkan setelah Abela memukul dada bidangnya. Abela merasa marah dengan apa yang dilakukan Armand. Katakanlah mereka memang sepasang kekasih. Tapi sudah jelas, Abela mengatakan kalau dia tidak mengingat apapun.
Entah apa yang terjadi, Abela hanya ingin Armand menjauh darinya. Dia mendorong badan Armand dengan tidak terlalu berusaha keras. Tapi Armand terpukul mundur bahkan sampai ke dinding. Refleks Armand bagus sehingga dia bisa menghentikan gerakan tubuhnya sebelum membentur dinding. Abela merasa terkejut, dia melihat telapak tangannya heran. Dia merasa tidak menggunakan sihir apa-apa.
"Aku tahu kamu seorang ahli pedang. Tidak pernah menyangka kamu akan menggunakan auramu padaku." Armand berkata sambil memegang dadanya yang terasa sakit.
"Aku? Ahli pedang?" Abela masih memperlihatkan jika dia sangat terkejut dengan apa yang di hasilkan telapak tangannya.
"Abela ...." Armand tidak melanjutkan kalimatnya, dia menghela napas sejenak sebelum kembali duduk di samping kekasihnya itu.
"Kau benar-benar tidak ingat apa-apa?" tanya Armand dengan nada lirih.
"Aku sudah memberitahumu kemarin. Bukan salahku kalau kau tidak percaya Tuanku." Abela mengatakannya dengan suara dingin.
Dia memang berbohong tentang hilang ingatan itu. Tapi mengatakan jika dia bukan Abela tapi jiwa orang lain -yang seharusnya sudah mati- lebih terdengar seperti omong kosong.
"Maafkan aku, aku mungkin masih menolak kenyataan itu." Armand menunduk melihat karpet permadani di bawah kakinya.
"Boleh aku bertanya sesuatu?" tanya Armand lagi, dia memindahkan atensinya dari karpet ke wajah Abela yang waspada. "Kenapa kamu bilang , kamu ingin mati saat kamu bangun?"
Pertanyaan Armand membuat Abela terpaku. Dia tidak tahu jawaban yang tepat atas pertanyaan itu. Dia memang marah karena dihidupkan lagi. Lebih marah lagi karena dia hidup sebagai orang lain. Bukan berengkarnasi menjadi orang baru yang sudah dihilangkan ingatan masa lalunya.
"Aku hanya bermimpi buruk," jawab Abela pelan. Abela adalah sosok orang yang dihargai banyak orang. Entah kebaikan apa yang telah Abela lakukan. Tapi cukup membuat Ghotel merasa bersalah telah merasuki tubuhnya.
"Bermimpi?" Armand menatap Abela penuh afeksi. Entah kenapa membuat wajah Abela memanas.
"Mungkin aku hanya lelah menjalani hidup ini." Abela menjawab canggung, menghindari tatapan Armand.
"Kau tahu, untuk seorang ibu yang melakukan apa saja untuk putranya. Itu adalah kalimat depresi yang pertama kali kamu ucapkan, Abela." Armand menatap Abela sendu. Benarkah, Abela lelah dengan hidupnya?
Abela tertawa pelan, sulit menjelaskan situasinya. Terutama dia harus berpura-pura menjadi orang yang tidak dia kenal.
"Jangan terlalu dipikirkan apa yang aku ucapkan,” kata Abela lagi.
Abela menatap Armand yang tersenyum kecil. Dilihat dari dekat, Armand sangat menarik. Fitur wajahnya yang tegas melembut seiring senyumnya yang semakin lebar.
"Tolong jangan lakukan hal yang tadi lagi, aku sangat tidak nyaman. Aku tahu, aku kekasihmu ...." mengatakan itu sendiri benar-benar membuat wajahnya memanas. "Tapi aku harap ... Hmm ... kamu tidak ...." Abela tidak dapat meneruskan kalimatnya. Dia terlalu malu untuk membahasnya.
"Begitukah? Tapi dokter bilang, jika kita melakukan apa yang selalu kita lakukan bersama, kemungkinan untuk memulihkan ingatanmu semakin besar." Armand tersenyum miring saat mengatakan itu. Senyumnya semakin lebar saat melihat rona merah tergambar di wajah Abela.
"Yang sering ... Kita ... Lakukan ...?" Abela tergagap, pikirannya melayang ke saat dimana Armand melesakkan lidahnya ke dalam mulutnya. Abela bergidik mengingat sensasi itu.
"Iya. Kita sering melakukan xxx lalu xxx dan xxx," Armand pura-pura berhitung dengan jarinya. Semakin lama semakin membuat Abela malu dan tergagap. Wajah Abela terasa panas, mungkin sudah sangat berasap. Dengan gelagapan Abela menutup mulut Armand dengan kedua telapak tangannya.
Armand menatap geli Abela, mengecup telapak tangan Abela lembut. Abela terkejut dan berusaha menarik tangannya, tapi Armand menahannya. Perlahan menurunkan tangan Abela dengan memegang pergelangan tangan Abela. Lalu tertawa kecil sebelum mendekat untuk menyatukan dahi mereka. Sebelah tangannya sudah melingkar di pinggang Abela.
"Manis sekali ... aku tidak tahu kamu punya sisi yang seperti ini my lady," bisik Armand rendah sebelum mengeliminasi lagi jarak bibir mereka.
Abela tidak lagi terkejut, wajahnya masih sepanas tadi. Tangan Armand yang ada di pinggangnya menariknya lebih mendekat, cengkraman tangan Armand di pergelangan tangannya mengendur. Arman memindahkan tangan Abela ke depan dadanya. Seiring detak jantung Abela yang berdetak kencang di setiap pagutan lembut bibir Armand. Abela juga bisa merasakan detak jantung Armand yang lembut. Satu tangan Abela yang bebas entah kenapa menjangkau punggung Armand dan meremas bajunya.
Merasakan remasan tangan Abela di belakang punggungnya, Armand menjauhkan wajahnya sedikit. Melihat mata kekasihnya menatapnya sayu, bibir merahnya yang basah sedikit terbuka, kulit wajahnya yang putih sudah berganti dengan warna merah muda. Armand menelan ludahnya dengan susah payah. Armand tahu Abela cantik, itu hal pertama yang membuat dia jatuh cinta.
Entah kenapa saat ini dia terasa puluhan kali lebih cantik. Apa karena sudah lama Armand tidak melihat rona merah di wajahnya. Apa karena sudah lama sekali ekspresi erotis Abela. Akhir-akhir ini memang hubungan mereka agak sedikit mendingin.
Armand menyeringai memikirkan itu, satu tangannya kini sudah ada di sebelah wajah Abela. Dengan tarikan lembut membawa Abela mendekat padanya. Dan kembali melakukan ciumannya. Abela semakin mengeratkan remasan tangannya saat ciuman mereka semakin intens.
Abela sudah tidak tahu lagi bagaimana menolak apa yang Armand lakukan, atau menolak reaksi tubuhnya. Perlahan semua menjadi buram. Abela tidak bisa mempertahankan matanya untuk tetap terbuka. Disaat matanya terpejam, dia tidak sadar kapan dia sudah ada di posisi berbaring. Abela hanya bisa merasakan gejolak aneh dalam dirinya. Eforia yang meletup di dalam tubuhnya seiring gerakan tangan Armand di bagian tubuhnya yang bisa Armand jangkau.
Abela tersadar posisinya sudah berganti menjadi berbaring saat matanya terbuka dan dia melihat Armand diatasnya. Menatapnya dengan tatapan yang mungkin tidak bisa Abela lupakan. Rasanya tatapan itu memberi getaran tersendiri di dalam diri Abela.
Abela menghindar dari tatapan Armand. Berusaha mengatasi detak jantung dan napasnya yang memburu. Sedang di mata Armand, dia hanya bisa melihat leher putih Abela. Lengan gaunnya yang sedikit tersingkap, tulang selangkanya yang entah kenapa terlihat lebih menarik dari belahan *********** yang mengintip.
"Aku bilang ... Tolong ... Jangan lakukan ini lagi ...." Abela dengan sulit mengatakannya lagi. Sulit menahan rasa malunya. Atau sulit menahan birahinya sendiri.
Armand menyeringai melihat ekspresi Abela yang tidak sesuai dengan apa yang dia katakan. Abela bisa mendorongnya seperti tadi kalau dia mau. Mengatakannya kata-kata itu dengan nada yang seduktif di telinga Armand tidak bisa menenangkan gairahnya.
Armand menempelkan bibir dan lidahnya di sepanjang leher jenjang Abela. Membuat Abela mendesah pelan. Armand menggigit daun telinga Abela pelan sebelum berbisik.
"Maaf aku tidak bisa ...."
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 74 Episodes
Comments
Hopi Berry
Sejak membaca cerita ini, saya merasa lebih bahagia.
2023-07-24
0
Olivier Mira Armstrong
Ughh, bagus banget, aku suka banget sama tokohnya 😍.
2023-07-24
0