Ghotel memandang wajah asing yang dia lihat di depannya itu. Wajah seorang wanita dewasa yang sangat cantik. Seorang pelayan menyisir rambut panjangnya yang berkilau seperti emas. Wajah wanita itu membuat Ghotel terpana. Dulu dia melakukan segala bentuk sihir untuk membuat wajahnya semenarik mungkin.
"Hey, siapa namamu?" Ghotel bertanya pada pelayan yang menyisir rambutnya.
Pelayan itu tidak langsung menjawab, matanya berkaca-kaca. Pantulan wajahnya di cermin terlihat sangat sendu. Bagaimana tidak, kemarin malam saat nyonyanya siuman, tiba-tiba majikannya itu histeris dan berteriak bahwa dia tidak ingin hidup. Bahkan kekasih yang sangat dicintai olehnya pun tidak bisa menenangkannya.
Kenyataan bahwa ternyata majikannya yang terkenal sangat baik hati itu. Tidak mengenal siapapun yang ada di rumah ini, bahkan melupakan dirinya sendiri membuat pelayan itu merasa sedih.
Pelayan itu tersenyum sebelum menjawab, "Nama saya Hana, nyonya."
"Hana? Kalau begitu, siapa aku, namaku dan lainnya. Jelaskan padaku," perintah Ghotel. Ghotel tidak punya pilihan lain lagi selain untuk sementara menerima takdirnya dan menjalani kehidupan lagi sebagai orang yang dia lihat di cermin.
"Nama nyonya, Abela Isla. Anda adalah seorang baron, anda berusia tiga puluh dua tahun, anda memiliki satu putra berusia tiga belas tahun. Putra anda sedang tinggal di asrama untuk saat ini," jelas Hana perlahan.
"Putra ...." Ghotel berkata lirih. Entah kenapa mendengar itu dia merasa sentimental.
"Ya nyonya, anda ingin tuan muda pulang?" Hana bertanya lagi.
"Tidak. Tidak perlu," jawab Ghotel cepat. "Lalu? Apa lagi?"
"Apalagi yang ingin anda tahu?" tanya Hana hati-hati.
"Ayah anakku dan lainnya?" Ghotel sangat yakin pertanyaan itulah yang membuat wajah Hana semakin murung.
"Maaf nyonya, suami anda meninggal enam tahun lalu. Saat penyihir jahat melepaskan monster di tengah kota."
"Penyihir?" Ghotel yakin yang Hana maksud adalah dirinya. Dia memang kerap membuat kekacauan dimana-mana dulu.
"Tapi jangan khawatir, penyihir itu sudah tidak ada. Duke Armand yang menghabisinya. Duke Armand adalah kekasih nyonya saat ini. Dia yang semalam mencoba menenangkan nyonya saat nyonya sedang histeris." Penjelasan Hana cukup membuat Ghotel yakin bahwa pria kemarin adalah ksatria yang membunuhnya.
"Kapan? Kapan dia menghabisi penyihir itu?" tanya Ghotel. Dia penasaran, berapa lama dia tidur di alam itu sampai di panggil ke alam fana ini lagi.
"Dua tahun yang lalu, nyonya juga bertemu tuan Duke di pesta perayaan untuk para ksatria yang berhasil mengalahkan penyihir itu."
Mengalahkan apa? Ghotel akui, Armand sangat kuat dan pedangnya sangat istimewa. Tapi kalau saja dia tidak membiarkan dirinya terbunuh maka perayaan itu tidak akan ada. Dan sudah dua tahun sejak dia dinyatakan meninggalkan dunia ini. Mengecewakan, kenapa dia harus kembali lagi.
"Baiklah Hana, sekarang ceritakan padaku tentang Duke ini."
"Hmm ... Duke Armand adalah adik dari raja yang berkuasa saat ini. Dia urutan ketiga untuk tahta, setelah putra mahkota dan pangeran kedua. Dia ksatria yang sangat kuat. Tidak ada yang bisa mengalahkannya. Ini rahasia saja ya nyonya, tapi ada beberapa orang yang menganggap Duke lebih pantas jadi raja karena dia sangat kuat. Tapi tentu saja dia tidak memiliki keinginan itu." Hana menjelas sambil mengepang rambut panjang nyonyanya.
"Kehidupan pribadi Duke cukup rumit, sebelum nyonya bertemu dengannya, dia sudah menikah tiga kali. Semua pernikahannya gagal. Dia bahkan membawa seorang anak yang akan dia jadikan pewaris. Konon anak itu adalah anak Duke diluar pernikahan. Anak itu lima belas tahun sekarang. Anak itu sudah sangat dekat dengan nyonya dan menganggap nyonya ibunya sendiri." Hana meneruskan ceritanya yang panjang.
Hana sudah selesai menata rambut Abela -orang yang sudah dirasuki oleh jiwa Ghotel. Hana bersiap memakaikan gaun untuk nyonyanya. Dengan sangat mengejutkan, tidak seperti biasanya nyonyanya tampak tidak nyaman dengan korset yang Hana pakaikan. Walau akhirnya Hana berhasil mendandaninya dengan sempurna.
"Kenapa aku harus memakai semua pakaian ini?" tanya Ghotel pada cermin yang memantulkan penampilan luar biasa 'dirinya'.
"Anda akan sarapan dengan Duke Armand. Tuan jadi harus tidur di kamar lain karena nyonya mengusirnya." Ada tawa dalam kata-kata yang diucapkan Hana.
"Apa kami selalu tidur bersama?" Pertanyaan Abela dijawab wajah memerah Hana yang jelas terlihat malu. Hana menghindari mata Abela dan tertawa gugup.
Ghotel tidak menghiraukannya. Dia tetap memandang wajahnya di cermin sambil bergumam kecil. "Namaku Abela Isla, Namaku Abela Isla."
.
.
Abela menatap Armand yang duduk berhadapan dengannya. Di meja bundar yang berada di bawah sebuah gajebo di tengah taman bunga. Hana mengantarnya kemari, mengatakan jika sarapan di taman bunga mungkin bisa sedikit membantu ingatannya.
"Apa yang kamu lihat sayang?" tanya Armand yang entah kenapa membuat Abela merinding. Bukan karena pertanyaannya tapi karena panggilan Armand padanya.
"Anda terlihat sangat nyaman makan di rumah orang lain." Jawaban Abela membuat semua orang membeku. Walaupun Abela sekarang tidak mengingat bahwa Armand adalah kekasihnya. Tapi Hana sudah mengingatkan jika berdasarkan urutan kebangsawanan, Armand jauh lebih tinggi dari Abela.
"Tentu saja, aku selalu nyaman makan dan tidur disini Abela. Di rumah mu, aku tidak pernah merasa perlu waspada. Begitupun sebaliknya, terakhir kamu berkunjung ke kediamanku, kamu juga terlihat sangat nyaman seperti biasanya." Armand menjelaskan dengan lembut dan hati-hati. Suara rendahnya tidak sedingin dulu, seperti terakhir Ghotel mendengarnya.
"Baiklah. Tuan seperti yang anda tahu, saya tidak begitu mengingat hubungan yang terjadi diantara kita. Bisakah anda tidak terlalu sering berkunjung," ucap Abela lugas. Bukan pertanyaan tapi pernyataan.
"Bukankah lebih baik sebaliknya? Kita harus sering bertemu agar kamu bisa lebih cepat mengingatnya." Perkataan Armand masuk akal. Tapi tetap Abela tidak ingin bertemu dengan orang yang telah menghabisinya -menghabisi Ghotel- terlalu sering.
"Saya hanya ingin mengingat hal-hal yang penting dalam hidup saya terlebih dahulu." Abela mengucapkan itu dengan pelan sambil menyeruput tehnya. Membuat Armand mengernyitkan dahinya sebelum tersenyum.
"Kamu tahu? Itu adalah kata-kata yang paling menyakitkan yang aku dengar darimu." Armand berkata jujur. Abela tidak pernah membuatnya merasa tidak nyaman seperti ini. Ini pertama kalinya Abela menolaknya. Dari kata-kata tadi, Abela menegaskan jika dia bukan hal penting dalam hidup Abela sekarang ini.
"Jadi ... Saya rasa ... saya sudah selesai makan." Abela beranjak dari kursinya dengan canggung. Dia ingin segera pergi dari hadapan Armand. Melihat wajah Armand memberi kenangan tidak menyenangkan. Terutama ingatan rasa sakit yang dia rasakan saat pedang Armand menembus dadanya.
Saat Abela melangkah, Armand menahannya dengan satu tangan yang melingkar di perutnya. Abela terkejut dengan pergerakan Armand yang cepat.
"Abela ...." bisik Armand lirih. "Sampai kapan aku tidak boleh bertemu denganmu?"
"Saya akan mengirim surat jika saya sudah siap bertemu Anda lagi." Abela anehnya mengatakan itu tanpa tergagap. Sedikit menelan ludah gugup saat dia merasakan kecupan di sisi lehernya. Perlahan bibir Armand menelusuri sisi pipinya. Menempelkan bibirnya cukup lama di sana.
"Baiklah aku akan menunggu," bisik Armand tepat di telinga Abela. Abela berusaha melepaskan tangan Armand yang melingkar di perutnya dan berlari pergi.
Seiring langkah kakinya yang cepat, wajah Abela memanas. Jantungnya berdetak lebih kencang dari biasanya. Abela ingin segera sembunyi dari pandangan mata yang masih melihatnya berjalan menjauh. Sampai di sebuah ruangan rekreasi, Abela menutup pintu dan menarik napasnya. Lalu menghembuskannya untuk menenangkan diri. Di sela detak jantungnya yang terdengar menggema di gendang telinga. Abela dengan refleks menyentuh pipi dimana Armand menciumnya tadi. Mengingatnya membuat wajahnya semakin merah.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 74 Episodes
Comments
Kaylin
Jangan tanya lagi, ini adalah cerita yang harus dibaca oleh semua orang!
2023-07-20
1
Má lúm
Tidak terduga
2023-07-20
0