Armand menatap perkamen yang ada di atas meja kerjanya. Dia memijat pangkal hidungnya lelah. Semua perkamen itu adalah laporan penyerangan yang terjadi pada Abela.
Armand tahu setengah dari orang yang dia kenal adalah musuhnya. Orang-orang yang berusaha menyingkirkannya dengan banyak alasan. Tapi tetap saja, menargetkan orang terdekatnya sudah diluar batas. Dan Armand tidak bisa diam saja.
"Bagaimana menurutmu Ray?" tanya Armand pada asistennya.
Ray menatap waspada Tuannya itu. "Saya harap yang mulia tidak gegabah dalam mengambil keputusan," katanya dengan hati-hati.Armand mengangguk sedikit menanggapi.
"Mereka adalah orang-orang yang ingin anda naik tahta." Ray menunduk melihat lantai kantor, tidak berani memandang Armand. Sedang Armand menyipitkan matanya sebelum membuang wajahnya keluar jendela kantor yang terbuka.
"Mereka tidak ingin aku naik tahta, Ray. Mereka hanya ingin memanfaatkan kekacauan dari pertikaian yang mungkin terjadi," kata Armand tenang.
"Ada desas-desus di dalam kota, Tuanku. Ada yang menyebarkan jika Tuan muda sebenarnya adalah pangeran kedua." Ray masih belum mengangkat kepalanya.
"Omong kosong, Bastian adalah anakku." Suara Armand terasa sangat dingin saat mengatakan itu.
"Dan Tuan, sejak penyihir jahat itu hilang. Tidak ada yang bisa mengendalikan monster-monster lagi. Meskipun kita bisa menghindari serangan dengan mantra yang dibuat di sekeliling kerajaan kita, oleh para penyihir yang ada di menara kerajaan."
"Kau benar Ray, salahku membunuhnya terlalu cepat. Tapi .... " Armand tidak meneruskan kata-katanya. Saat itu dengan jelas Armand mendengar suara penyihir itu mengucapkan terimakasih karena Armand berhasil membunuhnya, dengan pedang yang dia punya.
Armand sejak itu memiliki firasat, jika penyihir itu sengaja membuat monster hilang kendali agar orang-orang memburunya. Sejak memiliki perasaan itu Armand selalu merasa menyesal.
"Tidak Yang Mulia, keputusan Tuan menghabisinya adalah hal yang tepat. Mengingat banyak prajurit kita yang gugur. Setiap kali penyihir itu berbuat onar."
Armand masih menatap langit di luar sana lewat jendela kantornya. Langit sangat terang, berbeda dengan hari-hari pada dua tahun yang lalu. Armand masih ingat saat-saat yang menegangkan. Setiap langit berubah warna menjadi merah. Semua orang akan bersembunyi di bungker yang mereka buat di bawah tanah rumah mereka. Bersembunyi dari monster-monster yang sengaja di lepas penyihir jahat itu.
"Hari ini, jika tidak ada yang harus aku kerjakan. Aku lebih baik pergi ke rumah Abela. Mungkin saja ada penyerangan yang lainnya." Armand berdiri dan merapikan pakaiannya. Ray hanya mengangguk sopan.
"Selesaikan rumor tentang Bastian hari ini juga Ray." Perintah Armand sebelum dia menghilang di balik pintu.
**
Ghotel masih belum terbiasa dengan kehidupan dari orang yang telah dia rasuki. Perempuan ini sepertinya sangat baik hati. Semua orang menyukai dan menghormatinya. Semua surat yang datang penuh simpati. Atau kalangan umum yang mampir ke kediamannya hanya untuk mengantar hadiah yang sederhana. Ghotel merasa terkesan, di hidupnya yang panjang dulu tidak ada yang berani mendekati atau bersikap ramah padanya. Semua orang selalu ketakutan.
Ghotel ingat, setiap dia ingin menjalin hubungan pertemanan dengan orang lain. Itu berarti dia harus menyamar dan menyembunyikan identitasnya. Tidak ada yang pernah menerima dia apa adanya.
"Madam Abela, Tuan Duke Armand menyampaikan kalau dia akan berkunjung," kata Lui, butler Abela.
Abela hanya menanggapi dengan senyuman canggung. Dari percakapannya dengan para pelayan. Ghotel tahu kalau Abela dan Duke memiliki hubungan istimewa. Tampaknya mereka berdua peduli satu sama lain. Bahkan anak-anak mereka juga sudah dekat.
Tapi Ghotel belum bisa terbiasa dengan sentuhan fisik yang diberikan Duke. Rasanya sangat aneh, bukan hanya sentuhan kulitnya, tatapannya saja sudah membuat Ghotel mual. Sulit membayangkan orang yang sudah menghabisinya bisa bersikap selembut itu.
"Nyonya, apa yang nyonya tunggu. Kami akan membantu anda berdandan," kata pelayan Abela bersemangat. Ghotel hanya bisa pasrah saat mereka mendandaninya.
"Apa Duke Armand akan menginap nyonya? Apa nyonya perlu gaun tidur yang bagus?" tanya pelayan yang sedang menyisir rambut Abela.
"Tidak." Ghotel menjawab terlalu cepat. "Maksudku, aku tidak tahu," katanya lagi.
"Sayang sekali, Tuan Armand pasti sangat mengkhawatirkan anda nyonya."
Ghotel tidak menjawab, jauh di dalam dirinya, dia merasa bersalah telah mengambil alih tubuh orang yang baik hati ini. Dan lebih merasa bersalah lagi jika ternyata dia hanya sementara berada di dalam tubuh ini sampai pemiliknya kembali. Bagaimana jika Abela kembali dan beberapa hal telah berubah karena ulah Ghotel?
"Apa ... Armand, ekhmm ...." Ghotel membersihkan tenggorokannya, masih sulit baginya untuk menyebut nama orang itu dengan santai. "Apa dia memang selalu memperlakukanku dengan sangat baik?"
"Tentu saja, nyonya. Tuan Duke sangat baik pada nyonya." Pelayan itu mengatakannya denga ceria sambil menata rambut Abela.
**
Armand dengan santai duduk di ruang rekreasi rumah Abela. Menunggu nyonya rumah itu datang. Dia sudah mengkonfirmasi sebelumnya kalau dia akan berkunjung. Jadi pemilik rumah ini seharusnya tidak terlalu lama membuatnya menunggu.
Armand tersenyum menyambut Abela yang masuk dengan wajah yang di tekuk.
"Apa yang membuatmu kesal?" tanya Armand menatap Abela dari kepala ke kakinya.
"Karena kau datang, para pelayan itu membuat keributan untuk mendandaniku."
"Begitukah? Aku merasa tersanjung, biasanya kamu tidak pernah berganti pakaian dulu sebelum bertemu denganku," jawab Armand menahan tawa.
"Benarkah?" Abela menatap Armand sedikit senang, itu berarti dia tidak perlu berdandan dulu jika Armand datang lagi.
"Benar, beberapa kali aku hanya akan masuk ke kamarmu saat kamu memakai gaun malam." Armand mengatakannya dengan tenang, dia menyembunyikan senyumnya di balik cangkir teh yang dia angkat ke depan bibir. Ekspresi Abela sangat menghibur.
"Jadi? Apa kamu sudah berusaha mengingat tentang dirimu?" tanya Armand memulai percakapan serius.
"Sudah dua minggu aku masuk kedalam tubuh ini ...."
"Masuk kedalam tubuh ini?" Armand memotong perkataan ceroboh Ghotel.
"Maksudnya bangun dan tidak mengingat apa-apa ... Aku rasa, wanita ini ... Maksudku, aku adalah orang baik." Ghotel tergagap sedikit.
Ghotel sadar, pasti ada alasan kenapa dia harus masuk kedalam tubuh Abela. Mungkin Dewa hanya ingin membuatnya merasakan bagaimana menjadi manusia normal. Atau Dewa ingin dia melakukan satu dua kali kebaikan sebelum Dewa menukar jiwanya dengan Abela yang asli.
"Kau memikirkan sesuatu lagi ...." kata Armand pelan. "Di saat seperti ini, seharusnya Orlando pulang. Tapi akan lebih aman jika dia ada di asrama sekolah. Maaf, untuk sementara kamu tidak bisa bertemu dengannya dulu, Abela." Armand terlihat menyesal.
"Tidak apa-apa," Ghotel tersenyum lemah, dia tidak kenal siapa anak laki-laki Abela. Tapi entah kenapa, membuatnya sangat melankolis hanya dengan mendengar nama anak itu. Apa ini hanya ingatan dari tubuh dan pikirannya Abela?
Armand memandang Abela, kekasihnya itu dengan tatapan yang tidak biasa. Dia perlahan mendekat dan duduk di samping Abela. Tangannya menjangkau tangan Abela, mengecupnya lembut di atas sarung tangan Abela yang berwarna hitam. Armand tersenyum, melihat alis Abela yang terangkat sebelah.
Abela tersentak saat sebelah tangan Armand menarik pinggangnya mendekat. Wajah Armand sangat dekat dengan wajahnya. Abela menelan ludah gugup. Sementara Armand menyeringai sebelum menempelkan bibir mereka.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 74 Episodes
Comments
Luke fon Fabre
Nguras emosi
2023-07-22
0
Agnes
Gemesin banget nih!
2023-07-22
0
comic_0389996001
Ayo thor, semangat update! Kami siap menunggu 😍
2023-07-22
0