BAB 5

Victor menyenggol pundak Ratih Susanto, putri semata wayangnya yang duduk dan melempar wajah ke arah lain.

“cepat minta maaf pada tuan Andy!” pinta Victor dengan suara pelan namun mengandung perintah

Melihat wajah Ratih, terketuk hati Andy untuk mendekati gadis yang mengenakan atasan top crop merah menyala yang jelas menampakkan tattoo di bagian dadanya.

“kami terlalu memanjakannya sampai Ratih sudah keterlaluan seperti ini, sekali lagi mohon maaf atas ucapan dan perilaku putri kami”

Andy melirik sekilas ke wajah Victor dan istrinya lalu kembali ke wajah Ratih dengan sejuta pikiran yang mengganggunya.

Meski keluarga Susanto datang dan mengucapkan permintaan maaf dengan rangkaian kata yang mengetuk hati, namun Andy tak berniat mendengarnya. Pandangannya malah tertuju pada tattoo yang jelas-jelas masih terpampang nyata, kemudian beralih ke wajah Ratih hingga Andy memicing kepadanya.

“maaf? Kamu kira ucapan maaf bisa menutup kesombonganmu, hehh!”

Bukannya menyesal, Ratih malah mengangkat dagunya meski perasaannya kini berdebar karena Andy mendekatkan wajahnya ke hadapannya, Andy terus menyisir wajah Ratih dengan membandingkannya dengan wajah Anita yang saat ini terbaring di rumah sakit. Begitu mirip dengan kadar kesamaan hampir seratus persen.

Dengan luka berbalut plester di dahinya akibat kecelakaan mobil, tak membuat nilai kemiripan Ratih berkurang dengan Anita yang juga sudah disisir Andy bahkan sampai ke bagian intinya. Keberadaan tattoo di dada Ratih membuat Andy akhirnya menyimpulkan kalau Ratih memang tidak menyamar, mereka dua gadis yang berbeda.

“kami paham bahwa seribu maaf pun mungkin takkan bisa menggantikan kelakuan putri kami. Besok kami akan mengadakan jumpa pers untuk meminta maaf melalui media”

Andy mengangkat ujung kunci mobilnya ke dagu Ratih hingga gadis itu mendengus tak kalah seringai

“kamu bilang aku apa kemarin, hahh!”

Victor tak banyak berkutik saat Andy mulai bergerak. Disentil Andy lewat perusahaan saja sudah membuat dirinya kalang kabut.

“lelaki tidak jantan, tidak bisa bangun, lemah di ranjang, ….penyuka sesama jenis!” jawab Ratih dengan entengnya

“Ratih!” bentak Victor merasakan putrinya yang sudah melewati batas kesabaran seorang pria manapun yang diejek seperti itu.

“Biar saja Andy menghajar gadis itu di depan orangtuanya, untuk apa dicegah?”

Harlina mendengus kesal terhadap suaminya yang selalu mengajarkan bentuk kekerasan pada cucunya sendiri. Sedang wanita itu kini susah payah meredakan amarah Andy yang memuncak.

“Tuan muda…..”

Jimmy yang memasuki halaman belakang langsung mengerem langkahnya begitu melihat Harlina bersama atasannya. Wanita tua itu lantas mengangkat dagunya pada Jimmy yang tiba-tiba terdiam tak jadi berbicara.

“mereka sudah pergi?”

“Sudah, nyonya besar”

“lalu, untuk apa kamu terdiam di situ?”

Jimmy melirik ke arah Andy yang masih terdiam bermandi emosi di halaman belakang yang menghadap langsung ke kolam renang. Pria yang menjadi asisten pribadi sekaligus detektif bagi Andy itu berdiri salah tingkah.

“emm, Tuan Muda, itu…. Nona Anita kabur dari rumah sakit”

“Anita? Siapa lagi itu?”

Dengan nafas terengah dan masih mengenakan seragam rumah sakit, Anita berlari sekuat tenaga untuk keluar dari rumah sakit, tak peduli tubuhnya masih lemah untuk bergerak saja. Dicegatnya taksi lalu buru-buru menaikinya.

“shhh!” gadis itu mendesis merasakan seluruh tubuhnya yang perih dan tak nyaman. Terlebih bagian intinya yang sakit luar biasa selepas ia mengalami pendarahan. Melintasi kantor polisi, Anita meminta supir taksi berbelok meski ia ingin sekali cepat sampai di rumah sakit tempat ibunya dirawat.

“malam, saya ingin melapor tindakan penculikan, penyiksaan dan pemerkosaan”

Dengan suara tertahan dan dada yang sesak, gadis itu mecoba menguatkan diri saat menunjukkan luka bekas cambuk, ditambah luka bekas ikatan tali di pergelangan tangannya. Namun karena saat ini ia sedang kabur dari rumah sakit, Anita jadi kurang bukti atas pelaporan pemerkosaan yang dituduhkan.

Menunjukkan kartu identitasnya, gadis itu berharap sebuah keadilan untuknya yang masih menahan perih lantaran mencabut paksa jarum infus di pucuk tangannya lalu menahan kucuran darah dengan ujung bajunya yang jadi memerah.

“maaf nona, kasus ini kemarin sudah kami tangani dan sudah ditutup, Tuan Andy sendiri yang menemui pimpinan kami”

“A-Apa!”

Aniat berjalan lunglai lemas sekeluarnya dari kantor polisi yang sia-sia. Ia menangis terisak meratapi nasibnya yang begitu malang “dasar orang kaya brengsek!” berangnya lalu kembali menangis.

Kembali menaiki taksi lain menuju rumah sakit tempat ibunya dirawat, Anita menguatkan diri untuk berjalan cepat menuju kamar rawat yang ternyata sudah kosong.

Deg!

Jantung Anita berdegup kencang dengan pikiran buruk yang kini menggelayutinya

“Pasien atas nama ibu Dewi Susanti dimana, ya?” Tanya Anita dengan napas memburu di ruang tim medis.

“sudah dipindah ke kamar VIP pasca operasi”

“A-apa? VIP? Ta-tapi?” Anita mengerjap tak mengerti. Padahal baru dua hari yang lalu, petugas administrasi bicara tidak bisa dilakukan tindakan sebelum ada uang jaminan seratus juta.

“seluruh biaya sudah terbayar lunas dan Ibu Dewi dalam kondisi stabil”

“lunas? Siapa yang bayar biayanya?”

Anita berjalan dengan cepat menuju ruang administrasi rumah sakit dan menanyakan perihal biaya operasi ibunya.

“Permisi, biaya perawatan atas nama Ibu Dewi sudah terbayar oleh siapa, ya? Bisa saya minta dipindah ke kamar kelas tiga?”

“tagihan sudah lunas sampai pasien keluar rumah sakit. Penjamin adalah bapak Andy hardiputra”

“Hahhh?”

“Ibuu….” Anita langsung memeluk sang ibu dengan perasaan haru. Tubuhnya terguncang dipelukan ibunya

“Anita, kemana saja kamu nak?” Lirih Dewi yang terbaring di kamar VIP dengan suara hampir putus asa karena tiba-tiba putrinya menghilang.

“aku sedang mencari biaya berobat ibu” jawab Anita ingin meledak saja tangisnya namun berusaha ia tahan.

Dewi lantas menyisir tubuh anaknya yang terlihat janggal. Mengenakan pakaian serba biru lalu dengan luka di sekujur tubuhnya, Anita memang nampak mengenaskan.

“kamu habis kenapa, nak? Tubuhmu banyak luka. Apa ada orang jahat yang melukaimu?”

Anita menggeleng dengan cepat lalu kembali memeluk ibunya, ingin sekali ia berujar dan mengeluh namun kini ia harus menjadi wanita yang super kuat demi kesembuhan ibunya yang ternyata masih panjang pengobatannya.

“Ibu, emm, Anita minta maaf. Besok….kita harus pergi dari rumah sakit ini”

Dewi mengangguk menurut. Wanita itu paham biaya pengobatan atas sakit radang otak memerlukan biaya yang tidak sedikit “kamu belum mencari ayahmu lagi, Nak?”

“ibu, tolong! Anita tidak ingin membahas itu, dan ibu tidak perlu memaksakan hal itu lagi. Kalaupun seumur hidup Anita tidak akan bertemu dengannya, Anita Ikhlas”

“Tapi, Anita usia ibu mungkin…..”

“Ibu, stop! Ibu pasti sembuh dan kita bisa hidup berdua saja tanpa ada yang lain!”

Keesokan harinya, Anita memutuskan untuk membawa pulang ibunya dengan menandatangani surat pernyataan pulang paksa. Alasan memilih berobat jalan diutarakan gadis itu karena tidak ingin berhutang terlalu besar pada pria brengsek yang entah dengan maksud apa membiayai semua pengobatan ibunya.

Bagaimana kelanjutan ceritanya?

Apakah Ibu Anita akan mengalami kesembuhan?

Nantikan di bab selanjutnya…

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!