Andy dan Jimmy baru saja melangkahkan kaki keluar lift saat telinganya menangkap sesuatu yang mengusiknya. Pria itu kemudian mematung lalu berbalik badan dengan cepat saat merasakan tas yang kini berada ditangannya terasa bergetar.
Dilihatnya salah satu petugas rumah sakit yang sudah berlalu itu tengah melakukan panggilan dengan menempelkan ponsel ke telinganya, Andy dan Jimmy kini saling pandang,
Buru-buru Jimmy membuka tas itu lalu menemuka ponsel yang berdering, namun sayang tak berapa lama ponsel itu mati karena kehabisan daya,
“Tuan…?” Jimmy memandang atasannya dengan tatapan yang sudah dimengerti Andy yang kemudian mengikuti kemana kedua petugas rumah sakit itu melangkah.
Ponsel milik Andy sudah berdering di sakunya, dan kemudian pria itu mengambilnya sambil terus melangkah.
“tuan, nona ini mengalami pendarahan hebat dan lukanya mengalami infeksi. Butuh donor darah dalam jumlah banyak, kita tidak tahu identitas dia”
Andy terdiam sejenak, luka cambuk yang berasal dari tangannya kini ternyata menimbulkan masalah, belum lagi luka di bagian inti gadis itu yang juga berbuntut tidak baik-baik juga.
“Jimmy kamu ke rumah sakit tempat gadis itu dirawat. Bawa juga tasnya, mereka butuh identitas dia”
Entah angin apa yang membawa Andy terus berjalan sampai ke ruangan ICU dimana kedua petugas itu berhenti. Peragainya yang dingin dan tidak berperasaan seolah hilang dan Andy pun tidak mengerti mengapa dia bisa sampai merasa bersalah seperti ini.
“permisi, pasien atas nama Dewi Susanti, butuh biaya berapa?”
Setelah menyelesaikan urusan dirumah sakit, Andy kembali ke kediaman keluarganya, di salah satu kompleks perumahan mewah di kota itu. Langkahnya masih tegap namun pandangannya tak tentu arah karena pikirannya berputar ke banyak hal saat ini,
“Andy, bagaimana? Sudah berhasil memberi pelajaran kepada anak sombong itu?” seorang pria tua kisaran usia tujuh puluh tahun menyapa cucunya yang baru kembali dengan langkah yang tak biasa.
Andy menoleh pada kakek yang merawatnya sejak kecil hingga membentuk seorang pria dingin dan angkuh seperti saat ini, dihampirinya Adi Santoso, yang duduk menunggunya pulang sambil menyedot cerutu mahal dan mengepulkan asapnya ke udara.
“Kakek, apa menurut kakek di dunia ini ada dua orang yang bisa memiliki wajah yang begitu mirip meski mereka tidak ada hubungan apapun?”
Adi menatap cucunya dengan pandangan penuh curiga “ Andy, jangan bilang kalau kamu salah nangkap orang!”
“Hay Andy, lama tidak jumpa”
Seorang gadis berperawakan tinggi semampai memghampiri pria yang tengah memegang gelas bir di tangannya, sebuah sofa menjadi sandaran duduknya menikmati hiruk pikuknya dentingan musik yang lumayan memekakkan telinga.
Andy hanya menoleh sekilas pada gadis dengan siluet tinggi yang melipat kakinta duduk melesakkan tubuhnya pada pria yang pandangannya masih tak fokus menikmati malam yang sudah berganti hari.
“sudah lama berada di sini? Aku ada kabar buat kamu, owh, lebih tepatnya buat kita berdua”
“Lily, aku sedang ingin sendiri saat ini” dengan suara dingin tanpa melihat ke wajah gadis dengan rambut pirang lurus itu, Andy langsung menegak habis minumannya sampai tak bersisa.
“apa ada masalah? Cerita dong, kamu sibuk sekali akhir-akhir ini, aku sampai susah ingin menemuimu saja” Lily bergelayut manja meletakkan kepalanya di dada Andy yang masih belum menyambutnya.
“Lily….”
“kalau ingin sendiri, jangan di tempat ini. lihat……” Lily menunjuk ke depan mereka saat ini “banyak wanita yang ingin menemanimu minum. Tapi hanya aku yang berani mendekatimu”
Andy membenarkan posisi duduknya lalu mendorong pelan tubuh Lily yang menempel di badannya.
“kamu tahu Andy? Kakek nenekmu sudah menjodohkan kita, sudah dapat kabar?”
Andy jelas mengerutkan wajah melihat Lily, wanita yang berprofesi sebagai wanita model dengan bentuk tubuh mendekati sempurna “Hehh, jodoh?”
Pria itu kemudian menggeser posisi duduknya menjauhi Lily yang terus mengoceh. Ia memilih memainkan ponselnya.
“Aku dengar kabar kamu sedang ada masalah dengan keluarga Susanto, apa benar, Andy?”
“bukan urusan kamu, Lily!” jawab Andy dengan suara dingin lagi-lagi tanpa menoleh,
“Kamu….kamu sudah ngasih pelajaran ke dia?” cecar Lily lagi hingga membuat Andy risih lalu memilih beranjak saja dari wanita itu “Andy!” Lily menghentakkan kaki kesal karena Andy malah cuek terhadapnya.
“Lily, stop! Jangan paksa aku!” sembur Andy yang saat bersamaan ponselnya berdering dari Jimmy asistennya.
“Halo, apa? Polisi?”
“Ibuu…” rintih Anita merasakan sekujur tubuhnya yang perih, dicobanya menggerakan anggota tubuhnya namun seperti tak berdaya. Anita terus merintih kesakitan,
Samar terdengar suara yang pelan dan lemah di telinga Andy yang tertidur sembari duduk di sofa tunggu dengan menumpukkan kepala di kedua tangan. Pria itu langsung terbangun saat mendengar suara rintihan itu kembali terdengar.
Refleks Andy membangunkan tubuhnya mendekati raga Anita dengan baju pasiennya. Pelan gadis itu membuka kelopak matanya dan pemandangan pertama yang dilhatnya adalah Andy, pria yang telah menorehkan mimpi buruk padanya.
“haahh!” desis Anita membulatkan kedua matanya lalu menggeleng cepat dengan ketakutan bercampur amarah yang sulit ia ungkapkan, hingga kemudian dia menjerit histeris.
“hey, tenang dulu!”
Anita menyeringai penuh dendam betapa ia masih ingat betul bagaimana pria itu menyiksa raganya “Kamu….” Napas Anita terengah menderu hebat hingga kemudian dia menampik tangan Andy yang terulur ke arahnya.
“Ma-maaf,…”
Anita terus terisak meski Andy sudah berusaha menenangkannya, melihat dia telah salah melampiaskan dendamnya pada gadis lain, entah dorongan dari mana yang membuat pria itu tergerak menemui Anita dan segala kesakitannya.
Luka bekas cambukannya jelas tergambar menghias pipi bagian bawah sampai leher gadis itu, luka bekas jeratan ikat di pergelangan tangan dan kakinya juga membekas jelas, tak bisa di bayangkan bagaimana sakit dan perihnya luka itu, belum lagi Andy yang membuka paksa gerbang kesucian Anita yang berujung pendarahan hebat.
“pergi kamu! Penjahaat!” bentak Anita semakin histeris hingga selang infusnya tertarik sampai darah mengucur keluar dari pucuk tangannya. Tak peduli tangannya terluka, Anita meraih apa saja yang bisa ia lempar ke arah pria itu saat ini,
Andy membelalak melihat darah segar yang buru-buru ditutup lagi oleh telapak tangannya namun gadis itu kembali menolak sampai meronta,
“ibu,…..” panggil Anita mengingat nyawa sang ibu masih bergantung padanya.
“Ibu kamu—“
“pergi kamu, pria brengsek!” murka Anita hingga pria itu tak mampu lagi menenangkan dan terpaksa menekan tombol merah untuk memanggil tim medis yang kemudian datang menenangkan sekaligus meminta Andy keluar dulu dari kamar rawat ini.
“bagaimana, Tuan Muda?”
“Kasih mereka pelajaran yang tidak becus bekerja”
Jimmy segera mengangguk lalu menepi mengurusi para penculik bayaran yang melakukan kesalahan fatal saat bekerja sampai polisi mengendus keberadaan mereka dari beberapa orang yang melapor saat mengetahui Anita di bawa paksa saat itu.
Bagaimana kelanjutan ceritanya?
Nantikan di bab selanjutnya…
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
azkia
yg sabar ya anita
2023-07-22
0