Praduga

🚩Jacob PoV

Aku mengayunkan langkah panjang. Enam, empat langkah menuju pintu… .

“Wio…” panggilku lembut.

Aku melihat punggung itu sedikit menegang. Sedetik berikutnya, Winona memutar kepalanya. Ia menatapku dari sudut mata. “Huh?” Mata itu sedikit berkedut. Bibirnya sedikit bergetar.

Aku mengulas senyum kecil.

Winona membulatkan mata. “Oh! Jacob!” ujarnya terdengar kaget.

Aktingnya payah sekali. Aku tahu Winona mendengarku. Dia juga melihatku tadi! Untuk itu Winona pergi.

“Aku panggil kamu tadi.”

Winona menggaruk tengkuknya. “Ah, ya?”

Aku menunjuk ke balik bahu. “Gabung yuk, sama anak-anak sinema dulu.”

Mata itu kembali terbuka lebar. Winona melirik ke arah teman-temanku yang masih duduk di deretan tiga, dari pintu masuk.

Winona tertawa pelan. Tawa yang selalu menular, membuatku melepaskan kekehan kecil.

Tidak bisa aku pungkiri, aku sangat ingin memeluknya sekarang juga. Mengatakan bahwa betapa aku merindukannya!

Suaranya. Tawanya. Senyumnya.

Pelukannya!

Winona mengerjapkan mata. Kuapan kecil terlihat saat ia mengangkat tangan ke mulut. “Gue ngantuk. Mau pulang.”

Aku masih saja ingat, Winona tidak suka tidur larut malam.

Namun satu hal yang membuat senyum kembali tertarik di wajahku. “Hmm… nggak nyangka ketemu kamu di hari pertama aku kembali ke Indonesia.”

Kerutan di keningnya berubah dalam. Mata itu juga berkilat marah. Seolah menahan emosi. Aku tidak pernah menyangka, akan melihat mata gelap itu dengan cepat menciptakan gelembung bening. Jika gelembung itu meneteskan air mata, aku benar-benar merasa bersalah telah membuatnya terluka.

Aku sering melihat Winona merasa kesal dan marah. Namun tidak pernah melihatnya menangis!

“Oh?” Aku mendengar tawa mengejeknya. “Gue pikir lu hilang di telan bumi. Alias udah tertimbun tanah. Tapi…” Winona mengibaskan tangannya, menunjuk tubuhku dari atas hingga bawah. “Sehat sekali! Tanpa ada rasa patah hati.”

Aku merasakan kegetiran dalam nada suaranya.

Winona benar. Aku tidak merasa patah hati. Aku hanya merasa kosong di saat aku meninggalkannya!

Dan itu membuatku merasa buruk!

“Sorry ya. Gue nggak maksud…”

Winona mendengus. Sorot matanya terlihat berang. “Nggak maksud? Lu pikir hati gue apaan? Seharusnya gue sadar, kalau cowok modelan lu nggak bakal pernah menghargai perasaan cewek!” Amarah membuat wajahnya memerah.

Memang aku meninggalkannya, tapi aku sudah menitipkan sebuah surat…

Oh, tunggu!

Aku memberi surat itu pada Sepia! Apa gadis itu tidak memberikannya pada Winona?

Aku menghela napas, “bisa kita bicara? Kasih aku kesempatan untuk mengutarakan…”

“Alasan?” potongnya.

Aku sudah menjelaskan semuanya di dalam surat itu! Jika saja Winona menerimanya, aku yakin dia tidak akan semarah dan sekecewa ini padaku!

Di saat marah, Winona tidak akan mau mendengarkan. Tapi aku kenal dia! Gadis itu selalu menerima alasan yang masuk akal. Dia pasti ingin tahu, mengapa aku pergi meninggalkannya!

“Kalau kamu berubah pikiran, aku menunggu kamu besok di perpustakaan pusat. Coffee time.”

Aku menggunakan istilah yang selalu gadis itu gunakan. Jam empat lewat seperempat, ia menyebutnya coffee time.

Aku mengulurkan tangan, membuka pintu kaca. Winona memutar tubuhnya, berlalu dengan langkah cepat.

Desiran dingin menekan hatiku yang pilu. Mengapa bisa, gadis itu meninggalkan efek seperti ini padaku?

Aku kembali ke meja di mana tempat teman-temanku berada. Senyuman jahil tertarik di sudut bibir Heru.

Heru mengangkat tangannya, memutar-mutarkan telapak tangannya di atas kopi latte miliknya. “Ramalan dari Jeju Orange menyatakan…”

“Kebanyakan gaya si Eru,” potong Kim dengan kekehan pelan. Ponsel Kim kembali terangkat, ia mengarahkan kamera pada Heru.

“Eits… denger dulu dong!” Heru menaikkan sebelah alisnya, jari telunjuk pria itu mengarah pada wajahku. “Ramalan Jeju mengatakan bahwa di pertengahan tahun, akan ada yang kembali bersemi. Biarlah tiada musim panas di Indonesia yang selalu panas ini, namun itu akan terus memantik bara api yang dulunya hanya sekedar percikan kecil yang hampir padam. Api suci itu akan kembali menyala, berkobar oleh cinta yang belum usai!”

Gelak tawa pecah di meja ini. Aku hanya bisa menarik senyum tanggung. Jari-jariku memainkan pegangan cangkir.

Kata-kata Heru mengusik pikiranku.

Cinta yang belum usai?

“Tapi jujur sih, gue kasihan sama Winona,” Kim meletakkan kembali ponselnya. “Gue denger gosip di kantor gue, kalau Sepia tu sebenarnya benci sama Winona. Soalnya suaminya bilang, kalau sebenarnya dia suka sama Wio. Tapi karena Wio nolak, kepalang malu, akhirnya Gema malah nikah sama Sepia.”

“Lu aneh-aneh aja Kim,” komentar Kinanti. “Mereka udah nikah! Lu jangan ngadi-ngadi. Ntar merusak rumah tangga Sep…”

“Serius gue,” sela Kim. “Jadi si Gema niatnya mau ngelamar Wio. Mereka pergi liburan ke Labuan Bajo. Niatnya sih cuman hadirin grand opening Beach Club si Gema.” Kim menggelengkan kepalanya pelan, lalu ia menyesap frappuccino miliknya sebelum melanjutkan kalimat. “Ini kejadian tiga bulan lalu ya, by the way. Gue nggak tau apa yang sebenarnya terjadi di kapal pesiar itu. Yang jelas, akhirnya Sepia yang mendapatkan lamaran.”

Sekilas, Kim melirik ke arahku, lalu menyisir temanku yang lainnya dengan tatapan tajam dari balik kaca mata bulat itu. “Kalau penasaran, tanya aja sama Wio!” Kim menghela napas berat, “tapi Wio udah keburu kabur.” Gadis sipit itu menggigit bibir bawahnya. Lirikan matanya kembali terarah padaku.

Aku melirik jam. Sudah larut malam. Dengan siapa Wio pulang? Aku tidak mungkin tega membiarkannya pulang sendirian larut malam.

Bagaimana jika terjadi sesuatu padanya?

Ah…

Meski sudah lebih lima tahun aku tidak bertemu dengannya, tetap saja aku merasa peduli.

“Gue duluan ya,” ucapku sambil berdiri.

Heru terkekeh geli, “bilang aja lo mau nyusul Wio!”

“Cappuccino-nya belum diminum!” sorak Kinanti.

“Bukan itu, siapa yang bayar!” dengus Heru.

Aku menghela napas tajam. “Nih gue bayar.” Aku mengeluarkan lembaran uang seratus ribu, lalu meletakkannya di atas meja.

“Bayar sendiri-sendiri nih?” celetuk Kim.

“Kalian pada kerjakan?” ujarku balik bertanya.

Elang tertawa. Tangannya terangkat di udara, menyuruhku untuk sgera pergi.

Langkahku mengayun cepat. Pikiran di kepala menyerbu rasa gelisah dan bersalah. Jika Wio naik taxi online, dia pasti menunggu di depan.

Aku melirik ke sana ke mari, mencari….

Aku menggaruk kepala, mengingat pakaian yang Winona gunakan. Tadi Wio menggunakan blouse tipis berwarna coklat.

Mataku terbuka lebar, saat melihat mobil hitam berhenti di depan gadis berpakaian coklat. Langkahku kembali mengayun cepat. Praduga membuat jantungku bergemuruh hebat.

Sekilas, aku melihat sorot wajah Winona tampak tegang. Aku mengulurkan tangan, menyentuh pundak Winona.

Gadis itu langsung menoleh. Mata almond itu membulat lebar, menatapku terkejut.

Aku sedikit menundukkan wajah, menatap ke dalam mobil. Pria di balik kemudi balas menatapku. Ia memiliki rahang tegas, dengan mata sipit. Tidak jelas bagiku, detail dari wajahnya.

Yang terpenting, pria ini sedang mengusik Winona! Dan aku tidak suka itu!

“Anda siapa?” dengusku kesal.

“Anda yang siapa!” balas pria itu sedikit membentak.

Winona melirik ke arahku, sebelah tangannya menarik pergelangan tanganku. Melepaskan sentuhanku di pundaknya.

“Kamu mau pulang kan? Biar aku anterin,” ucapku cepat.

Winona hanya diam. Kedua mata itu menatapku, hampir tak berkedip. Keningnya mengernyit, membuatku bisa menebak, pikirannya tengah bergumul dengan spekulasi.

“Wio?” tanyaku lembut.

Oh, betapa aku ingin menariknya ke dalam pelukanku. Sekarang juga!

Aku melihat pria bersetelan kemeja dan celana dasar itu melangkah ke arahku. Sorot mata itu terlihat kesal. Rahang perseginya juga ditarik kencang. Jelas pria ini sedang menahan emosi.

“Lo siapa sih?!” ujarnya dengan intonasi tinggi.

Perasaan ingin melindungi, membuatku menarik Winona ke sisiku.

“Dia Jacob,” ujar Winona.

Tatapan pria itu berubah. Jika aku membiarkan asumsi menilai, dia sedikit terkejut. Bibirnya sedikit terbuka. Kerutan di keningnya semakin dalam. “Ngapain lo sama Wio?”

“Bukan urusan lo!” jawabku begitu saja.

Aku menarik tangan Winona, membawanya melangkah bersamaku.

“Ah, sial!” maki pria itu. Dari sudut mata, aku melihatnya memukul kap mobil.

Tiga meter lagi menuju motor yang terparkir, Winona merenggut tangannya dari genggaman tanganku. “Ada apa?”

“Nggak usah sok baik! Gue bisa pulang sendiri.” Winona mendengus kecil.

“Yakin?” Aku mengangkat tangan. Layar persegi kecil itu menyala, menampilkan angka 10.02 PM.

“Kosan kamu masih tempat yang sama?”

Winona menggeleng cepat. “Udah dibilangin, nggak usah sok perhatian!”

Aku tertawa pelan, “bukan sok. Tapi aku memang perhatian.” Senyumku kian lebar, saat menatap wajah Winona yang menggemaskan.

“Kamu lupa? Aku marah sama kamu!”

Aku kembali tertawa. “Ah, iya. Tapi udah pakai ‘aku, kamu’ tandanya…” aku sengaja menggantungkan kalimat. Melihat wajah itu berubah dari kesal, menjadi malu, membuatku menarik senyum kecil.

Aku berdehem pelan, melirik Winona sementara sebelah tanganku menarik helm gelap yang terletak di atas motor. “Oh, ya… pria yang tadi itu siapa?”

“Gema, suaminya Sepia.”

“Sepia udah nikah?” tanyaku kaget. “When?”

“Dua bulan yang lalu.”

Kesadaran membuatku menarik napas tajam. Teringat perkataan Kim tadi ketika di Cafe. “Kamu nungguin siapa tadi di Cafe?”

Winona menghela napas berat, “gue males ngomong ama lo! Mau anterin gue pulang, atau mau cerita? Gue nggak ada waktu buat curhat.”

Aku mengembuskan napas berat. Berdebat lagi dengan Winona, bukan cara terbaik untuk meluluhkan hati gadis itu agar mau bercerita.

Namun mengapa aku peduli dengan cerita itu? Winona bagian dari masa laluku. Dan tetap saja aku bersikap posesif seperti ini?

Terpopuler

Comments

Aimi.。*♡🌸

Aimi.。*♡🌸

Jacob jacob, padahal tadinya keplek2 kangen Wio. Endingnya masih punya ego dan nganggep Wio cuman masa lalu. Grawww!!

2023-07-26

0

Oralie

Oralie

Asik banget bisa nemuin karya yang apik seperti ini.

2023-07-20

1

Devan Wijaya

Devan Wijaya

Wah bahasanya keren banget, bikin suasana terasa hidup.

2023-07-20

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!