༺ღ༒ welcome ༒ღ༻
"Ketua ... Aku tahu kau tampak kelelahan. Tapi disisi lain aku khawatir dengan mu, kau terlihat tidak sehat. "
Lingga memaksa tersenyum lebar walau sudut bibirnya sangat sakit. "Tidak apa ... Aku baik-baik saja, sungguh. "
Gio tampak tidak mempercayai ucapan ketuanya. Tapi dia tidak bisa membantah ucapan ketuanya kalau dia tidak ingin merelakan tangan sendiri memegang kepala sendiri.
"Ahh .... Sepertinya aku harus pulang. Aku tidak ingin keluarga ku merasa khawatir, baiklah good bye. "
"Kau satu pemikiran denganku, Gio. Aku juga mengkhawatirkan keadaan ketua yang tidak baik-baik saja, " ucap Karrel.
Di sepanjang perjalanan, sesekali Lingga meringis kesakitan. Kepalanya terasa pusing, bahkan hampir seluruh wajahnya dipenuhi darah.
Akhirnya Lingga sampai di depan pintu utama rumahnya. Dengan tangan yang gemetar, dia membuka pintu rumahnya yang tidak dikunci.
Ceklek!!
"Ehh .... Kak Lingga sudah pulang, " ucap Zia dengan senyuman senang.
"Ya ampun!! Kenapa kakak bisa babak belur seperti ini? "
"Kakak tidak apa-apa, adikku tercinta. "
Bruk!!
"Lingga/Kak!! "
⚘⚘⚘
"Hiks! Hiks! Kak Lingga!! "
"Tenanglah Zia ... Kakakmu akan baik-baik saja. "
"Bunda ... Ayah ... Kak Lingga sakit, Zia takut kalau Kak Lingga ... "
"Shuttt ... Anak Ayah tidak boleh berpikir seperti itu. Tenang ya, kakak mu nanti jadi tidak tenang menjalani operasi nya. "
"Lingga!! Zia?! Apa yang kau lakukan disini? " Tanya Karrel dengan tampang kagetnya.
"Hiks!! Kak Karrel ... Kak Lingga ... "
Zia pun berjalan mendekati Karrel dan memeluk cowok itu. Karrel masih dirundung perasaan bingung, tidak mungkin kan? Pikir Karrel.
Dengan tangan yang gemetar, Karrel membalas pelukan Zia dengan sangat erat. Karrel yang dulu suka menjahili Zia menjadi seorang penyandar Zia disaat cewek itu terpuruk. Mungkin dia akan memikirkan yang terjadi sebenarnya dikemudian hari.
Setelah merasakan tenang, Zia melepaskan pelukannnya dan menyeka air matanya. Dia pun menoleh menatap kedua orang tuanya.
"Karrel ya? " Tanya Valensia dengan wajah yang tegar tapi tatapannya bisa diprediksi sangat terpukul.
"I-iya tante, " jawab Karrel dengan senyum manis dibibirnya.
"Tidak perlu manggil tante, panggil Bunda sama seperti Lingga dan Zia. "
Karrel semakin bingung. Zia memanggil Bunda?
"Sama seperti saya, panggil saja Ayah. Tidak perlu sungkan, " ucap Erick.
"I-iya om-maksudku, Yah. "
Dokter pun keluar dari ruang operasi. Orang pertama yang menanyakan kabar Lingga ke dokter adalah Zia sendiri.
"Bagaimana keadaan Kak Lingga, dokter? Bagaimana? " Tanya Zia beruntun.
"Begini ... Saya harus cerita dengan orang tua dari pasien Lingga. "
"Saya orang tuanya dokter. Kita bisa bicara, " ucap Erick.
Dokter tersebut mengangguk kan kepalanya dan berjalan mendahului Erick.
Suster pun keluar dari ruangan.
"Maksimal satu orang yang bisa masuk kedalam, " ucap suster.
"Saya!! " Teriak Karrel.
Plak!!
"Aistt ... Ada apa?! Apakah aku salah? " Tanya Karrel dengan nada kesal.
"Ini rumah sakit bukan hutan! Jangan berteriak disini, " ucap Zia.
"Ck! Bawel. "
Dengan cepat Karrel membuka pintu ruangan. Terpampang jelaslah Lingga yang terbaring lemah dengan alat yang entah apa memenuhi tubuhnya. Apapun ceritanya, otak Karrel memang seperti yang dikatakan oleh Lingga yaitu pendek.
"Li-lingga? Apakah kau bisa mendengar ku? " Tanya Karrel berusaha berbicara.
"Sudah aku bilang kalau kau itu tidak sehat, bego! Tapi selalu saja kau menampik kenyataan dan selalu menyembunyikan keadaan, ck! Bego banget sih. "
Walaupun cowok itu berkata sedemikian rupa, sangat jelas satu bulir air mata jatuh kepipinya.
"A-aku pergi dulu, Ling. Nanti kalau kau sudah dikamar VIP nya, aku datang lagi buat ngejaga ketua yang terhormat. "
Karrel pun berjalan menuju pintu ruangan. Ternyata sudah ada ayah Lingga disana.
"Bagaimana hasilnya, Yah? " Tanya Karrel.
Erick menunduk. "Bisa diperkirakan dia koma kalau tidak bangun selama 5 hari. Cedera yang di alami dikepala nya dapat 5 jahitan. "
Karrel terdiam. Hingga tak disadari, air mata kembali berjatuhan di pipi nya.
"Shhh ... Stress kau ketua!! Stress! Bego!! " Teriak Karrel frustasi.
"Tenanglah sedikit, Nak Karrel. Tenang kan dirimu, " ucap Valensia.
Bunda dari Lingga itu berjalan mendekati Karrel dan memeluk pemuda yang menangis itu.
Karrel tak sanggup melihat Lingga yang bangkarnya didorong menuju kamar VIP pesanan Erick. Entah alat apa saja yang dilihat Karrel tadi, tapi itu membuatnya tak sanggup melihat.
"Tenangkan dirimu, Nak Karrel. Bunda tahu kau sangat terpukul dengan keadaan Lingga. "
"Dia keras kepala Bundaa ... Karrel kesal juga tapi tak sanggup melihatnya seperti itu, " ucap Karrel dengan nada lirih.
"Kuatkan hatimu, ini mungkin sudah bagian dari takdir. "
Karrel melepaskan pelukannya dari Valensia dan menatap wanita tua yang masih terlihat cantik itu.
"Bunda terbaik, terimakasih. " Karrel tersenyum membuat Erick dan Dia ikut senang.
⚘⚘⚘
"Stress kau, Ling ... Sudah aku bilang kau itu tidak baik-baik saja tapi kenapa kau tetap keras kepala, ck! Bego. "
Karrel terus-menerus berbicara sendiri. Saat ini dia berada disamping ranjang Lingga sembari menatap tubuh lemah didepannya dengan tatapan kosong.
Kriet!!
"Apakah ketua baik-baik saja? " Tanya Jarrel dengan wajah khawatir.
"Kalian terlambat untuk mengetahui yang sebenarnya, tapi aku akan memberi tahu apa yang ingin kalian tahu. "
"Bagaimana hasilnya? Apakah ketua akan bangun lebih cepat? " Tanya Zeroun.
"Sayangnya itu akan terjadi kalau ada keajaiban dari Tuhan. Kata dokter, kalau ketua tidak bangun selama 5 hari maka dia dinyatakan koma, " ucap Karrel.
Ucapan yang menggunakan nada tenang seperti tidak terjadi apa-apa. Walaupun begitu, dia sangat ingin menangis tapi dia tahu anggotanya tidak ingin melihatnya terpukul.
"Apakah kau baik-baik saja? Kau seperti tidak sehat? " Tanya Gio yang ternyata peka terhadapnya.
Karrel tersenyum. "Aku baik-baik saja, mungkin karena aku kurang makan dan tidur. Aku mandi dulu, bye! "
Jarrel menatap Lingga dan berjalan mendekati ketuanya itu.
"Aku tahu kau akan bangun, ketua ... Kami menunggumu. "
Jarrel pun menarik Zeroun hingga cowok itu bangkit dari duduknya. Kemudian Jarrel duduk disofa tempat Zeroun tadi.
"Astagajim!! Kau memang benar ... Ck! Arghh!! Lebih baik aku mengalahkan dengan bocil ini. "
Jarrel tersenyum. Bahkan disana Gio tertawa pelan, ternyata Zeroun yang dia kenal telah berubah walau tidak sepenuhnya.
"Rindu kita yang dulu .... " Gumam Gio akhirnya.
"Aku tahu yang kau pikirkan itu, Gio. Tapi percayalah pada Tuhan, " ucap Jarrel.
"Dan dengan perubahan kita itu akan menunjukkan seberapa banyak yang masih bertahan pada kita, " ucap Zeroun yang juga ternyata mendengarkan.
"Terimakasih atas usulan kalian, tapi sungguh aku rindu dengan kita yang dulu. "
"Aku tahu, dan kita akan membuat janji setelah ini kita akan kembali seperti dulu. "
Gio tersenyum mendengar ucapan Jarrel dan akhirnya dia mengangguk. Karrel pun keluar dari dalam kamar mandi dengan rambut yang basah.
"Berapa banyak yang aku tinggalkan? Sepertinya kalian serius sekali, " ucap Karrel.
Tok tok!!
Kriet!!
"Kak Lingga? "
"Zia? Mari sini masuk, " ucap Karrel dengan senyuman pula.
Zia pun memasuki kamar inap Lingga dengan Hanni dibelakangnya. Disana Zeroun mengambil duduk diatas pangkuan Jarrel membuat cowok itu terkejut.
"Hei!! Apaa yang kau lakukan?! Kita seperti ... "
"Shhh .... Itu cewek yang aku cintai, " ucap Zeroun.
"Hm? Yang mana? " Tanya Jarrel sembari melihat kearah dua cewek yang baru masuk.
"Yang mukanya datar dan rambut coklat itu, " jawab Zeroun.
"Ahh ... Itu, hm bagus juga seleramu. Semoga jadian ya atau mungkin nikah langsung boleh, " ucap Jarrel.
"Wahai teman lucknut sedunia ku yang paling aku sayangi. Kenalin ini Zia dan satu ini Hanni, " ucap Karrel memperkenalkan dua cewek itu.
"Halo kakak-kakak. Hmm ... Kak Karrel? Mereka semua siapa? " Tanya Zia akhirnya.
"Kenalin aku Zeroun Lucky Altezza, " ucap Zeroun.
"Aku Jarrel Alkafix, salam kenal. "
"Kalian berdua gay? " Tanya Hanni membuat Gio terbatuk karena ludahnya sendiri.
"Mereka berdua tidak gay, hanya saja memang seperti itu kalau Zeroun takut dengan orang asing. Dia menempel dengan salah satu sahabatnya, " ucap Gio yang dibalas anggukan oleh Hanni.
"Nah aku Gio salam kenal, " ucap Gio.
"Kami sahabat nya Karrel dan juga Lingga, " ucap Gio lagi.
"Berarti kalian tahu apa yang terjadi pada Kak Lingga? " Tanya Zia membuat satu ruangan itu hening.
"Ehmm ... Zia, mungkin kau harus menanyakan secara langsung pada pacarmu itu, " ucap Karrel.
Pacar? Ohh tidak, dia dianggap pacar lagi oleh sahabat kakakku tapi tidak apa-apa daripada dia dibunuh karena ketahuan kakakku. Pikir Zia.
"Tidak!! Aku ingin secara langsung! " Tegas Zia.
"Huftt ... Baiklah akan kami beritahu, " ucap Karrel.
"Hei bro!! Apa yang kau lakukan? " Tanya Zeroun seperti memberi peringatan.
"Memberitahu hal sebenarnya, apakah tidak boleh? Lagipula nanti aku yang bertanggungjawab dibunuh oleh Lingga, " ucap Karrel.
"Ehh ... Tidak perlu kak, terimakasih untuk sebelumnya tapi Zia tidak mau Kak Karrel pergi begitu cepat, " ucap Zia.
"Kenapa? Bukankah aku hanya akan menjahilimu layaknya seorang pembully? Jadi sepantasnya aku mati, " ucap Karrel.
"Iya aku dan Zia tahu tapi kau tidak tahu kenapa Zia seperti itu. Mungkin suatu saat nanti kau akan mengetahuinya, tapi belum sekarang. "
Karrel berdecak kesal mendengar ucapan Hanni. Rasanya dia ingin sekali mencekik gadis rambut coklat itu.
"Bagaimana? " Tanya Karrel kepada Jarrel.
"Aku dan kita harus yakin kalau Lingga akan bangun sebelum 5 hari, jangan khawatir. "
TBC.
Eps selanjutnya.
"Hei!! Berhenti melakukan itu!! "
"Kak Lingga sudah bangun?! "
"Apa yang kau lakukan disini? "
"Membawa makanan Kak Lingga, dititipkan sama Bunda kakak. "
"Letakkan di meja sana dan pergi dari sini, "
"Baik Kak, "
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments