Kedatangan Reyhan

Kring kring kring...

Ponsel Nisa berdering memecah keheningan. Gadis itu pun menutup pintu kamar lalu berjalan menuju meja kecil yang berada di samping ranjang. Nisa menautkan kedua alis ketika melihat nama yang tertera di layar ponsel milik nya.

"Reyhan..." gumam nya pelan sambil terus menatap benda pipih yang ada di tangan nya.

Dengan perasaan sedikit was-was, Nisa pun mulai menekan aikon hijau dan menempelkan ponsel itu ke telinga nya.

"Halo assalamualaikum, Rey."

Nisa mendudukkan bokong nya di pinggir ranjang sambil menerima panggilan dari kekasih nya Reyhan.

"Wa'laikum salam, Nis. Kamu lagi dimana sekarang?" tanya Reyhan.

"Di rumah, emang kenapa?" tanya Nisa balik.

"Oh ya sudah, aku kesana sekarang." Reyhan langsung memutuskan panggilan sepihak tanpa menunggu jawaban dari Nisa.

"HAH, mau ngapain kamu kesini?" tanya Nisa lagi.

Tut tut tut...

Mata Nisa langsung terbelalak lebar saat mendengar suara ponsel yang sudah terputus.

"Aduuuuh, gimana ini? Apa yang harus aku lakukan sekarang?" gumam Nisa mulai panik sambil mondar-mandir di samping ranjang.

Ia tampak gelisah dan kebingungan memikirkan Reyhan yang semakin nekat untuk datang ke kediaman nya.

Sedang sibuk bergelut dengan isi kepala nya, tiba-tiba bel pintu rumah pun berbunyi hingga beberapa kali. Nisa langsung tersentak kaget dengan jantung yang berdebar-debar tidak karuan.

Ting tong ting tong... Suara bel terus saja berbunyi tiada henti.

"Waduhhh, siapa tuh yang datang? Apa jangan-jangan itu Reyhan?" tebak Nisa.

Tanpa pikir panjang lagi, Nisa pun langsung bergegas keluar dari kamar, dan menuruni anak tangga untuk menuju ke pintu utama dengan langkah tergesa-gesa.

Ceklek...

Setelah pintu terbuka lebar, mata Nisa pun langsung membulat sempurna, ketika melihat Reyhan yang sudah berdiri tegak di depan nya dengan pandangan yang tidak biasa.

"Re-Reyhan... Ma-mau ngapain kamu kesini?" tanya Nisa gugup sambil menelan ludah dengan kasar.

"Aku ingin bertemu dengan orang tua mu," jawab Reyhan lalu melangkah masuk ke dalam rumah dan melewati Nisa begitu saja.

"A-apa...? Bertemu orang tua ku?" tanya Nisa lagi seraya mengikuti langkah Reyhan dari belakang.

"Ya," jawab Reyhan singkat.

Reyhan terus saja mengayunkan langkah nya tanpa melepas sandal jepit yang melekat di kaki nya. Kemudian, ia pun mendudukkan diri di atas sofa empuk yang berada di ruang tamu.

Sedangkan Nisa, ia hanya berdiri di samping Reyhan sambil terus menatap heran kepada nya.

"Cepat panggilkan orang tua mu sekarang, aku ingin berbicara dengan mereka!" titah Reyhan.

"Ma-mau bicara soal apa?" tanya Nisa penasaran.

"Soal hubungan kita," jawab Reyhan tanpa menoleh kepada lawan bicara nya.

Ia menaikkan satu kaki nya lalu menyalakan rokok. Reyhan menghembuskan asap rokok dengan santai sambil mendongakkan kepala. Ia menatap langit-langit ruang tamu dengan pandangan kosong menerawang.

"Ta-tapi, Rey..."

Belum sempat Nisa meneruskan kata-kata nya, tiba-tiba terdengar suara menggelegar dari lantai atas.

"MAU APA KAU DATANG KESINI, BOCAH TENGIK...?" pekik Hidayat sembari menuruni anak tangga bersama istri nya Dinda.

Mendengar suara Hidayat yang cukup memekakkan telinga, Reyhan dan Nisa pun langsung menoleh.

Bukan nya merasa takut atau pun canggung, Reyhan malah menatap tajam kepada Hidayat sambil sesekali menghisap rokok yang ada di tangan nya.

Sementara Nisa, wajah nya langsung pucat seketika. Keringat dingin pun mulai bermunculan di sekujur tubuh nya. Ia tampak begitu sangat ketakutan, saat melihat wajah sangar ayah kandung nya yang sedang memendam amarah karena kehadiran Reyhan.

"Pa-papa..." gumam Nisa pelan.

"Aduuuuh, mati aku...! Bisa perang dunia kayak nya nih," batin Nisa semakin gelisah sambil menggenggam erat ujung baju nya.

Nisa terus memandangi kedatangan orang tua nya yang semakin lama sudah semakin dekat dengan mereka. Sedangkan Reyhan, ia terlihat sangat santai dan tersenyum sinis ke arah orang tua kekasih nya tersebut.

Sesampainya di ruang tamu, Hidayat dan Dinda pun langsung duduk berdampingan tepat di atas sofa yang berada tepat di depan Reyhan.

"Ternyata nyali mu besar juga, bocah tengik," cibir Hidayat sembari tersenyum miring melihat keangkuhan dan kesombongan yang di perlihatkan oleh Reyhan kepada nya.

Reyhan tidak menggubris cibiran Hidayat. Ia terus saja menghisap rokok sambil menatap wajah lelaki tua yang ada di depan nya dengan pandangan mencemooh.

Sementara itu, Dinda dan Nisa hanya bisa saling tatap-tatapan melihat tingkah kedua lelaki yang ada di hadapan mereka.

Anak dan ibu itu tidak bisa berkutik, apa lagi memberikan komentar apa pun. Mereka berdua hanya bisa bungkam dan berbicara lewat tatapan mata nya.

"Apa yang harus Nisa lakukan sekarang, Ma? Nisa takut terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan kepada mereka berdua (Hidayat dan Reyhan)," batin Nisa sambil terus menatap mata ibu nya.

Dinda yang seolah-olah mengerti akan maksud tatapan anak nya pun, langsung menggeleng pelan. Ia seakan-akan sedang memberi isyarat kepada Nisa untuk tetap diam, dan tidak ikut campur dalam masalah ini.

Melihat isyarat dari ibu nya, Nisa pun langsung mengerti dan mengangguk pelan. Ia kembali mengalihkan pandangan nya kepada Hidayat dan Reyhan dengan perasaan campur aduk tidak karuan.

Setelah mematikan api rokok ke dalam asbak, Reyhan mulai membuka suara dan menjawab pertanyaan Hidayat dengan nada lantang.

"Aku kesini ingin melamar Nisa. Aku ingin menikahi nya dan hidup berbahagia dengan nya," ucap Reyhan.

Mendengar penuturan Reyhan, tawa Hidayat pun langsung pecah seketika. Ia tertawa terbahak-bahak sambil memandangi penampilan Reyhan dari atas sampai bawah dengan pandangan merendahkan.

"Hahahaha... Apa kau bilang? Ingin melamar anak ku? Hahahaha... Sudah gila kau ya?" ledek Hidayat.

"Ya, aku ingin melamar nya dan hidup bersama dengan nya," tambah Reyhan lagi.

"Hahahaha... Benar-benar sudah gila nih bocah. Berani-beraninya kecoa kecil seperti mu mau melamar anak ku...? Cuih, jangan mimpi bocah tengik. Sampai kapan pun, aku tidak akan sudi punya menantu miskin seperti mu, ingat itu!" cibir Hidayat sambil terus mentertawai perkataan Reyhan.

Mendengar hinaan dan cacian Hidayat kepada Reyhan, Nisa yang sedari tadi bungkam pun mulai membuka suara. Ia merasa tidak tega melihat kekasih nya di perlakukan seperti itu oleh orang tua nya sendiri.

"Pa, jangan berkata seperti itu..."

Sebelum Nisa meneruskan perkataan nya, Hidayat pun langsung memotong nya dengan cepat.

"Stop...! Jangan ikut campur urusan kami," tegas Hidayat sambil merentangkan telapak tangan nya ke arah Nisa.

Setelah itu, Hidayat pun menoleh ke samping dan memberikan perintah kepada istri nya Dinda.

"Ma, bawa Nisa ke atas sekarang! Biar Papa saja yang mengurus masalah ini," titah Hidayat.

"Ba-baik, Pa."

Tanpa berkata apa-apa lagi, Dinda pun langsung beranjak dari sofa dan mendekati Nisa. Namun, saat Dinda hendak merangkul pundak putri nya itu, tiba-tiba Nisa pun memberanikan diri untuk kembali bersuara...

"Ta-tapi, Pa. Nisa ingin..."

"Tidak ada tapi-tapian lagi, cepat naik ke atas! Kalau tidak, Papa sendiri yang akan menyeret mu," ancam Hidayat dengan wajah memerah akibat menahan amarahnya.

🌷 Terima kasih sudah mampir. Jangan lupa tinggalkan jejak like, komen, vote dan favorit nya untuk mendukung karya Author ya man teman makasih 🌷

Terpopuler

Comments

Leo

Leo

next up

2023-08-14

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!