Abduh keluar dari mobil yang terlihat sangat berantakan banyak body mobil yang lecet karena terkena serangan, sang mahasiswa yang biasanya sangat segar dan bercahaya, sekarang terlihat sangat Murung hanya matanya saja yang sayu bergerak memindai keadaan sekitar mencari-cari keberadaan sahabatnya yang tadi ikut turun ketika kakaknya turun dari mobil.
Terlihatlah Nathan yang sedang membantu menaikkan para korban ke mobil ambulans untuk dibawa ke rumah sakit, supaya mendapat perawatan yang lebih insentif, Nathan tidak bertamu Dia membantu para warga Kampung segaranten layaknya warga Kampung tersebut. Setelah menemukan letak Nathan Abduh segera menghampiri, Nathan terlihat mengatur nafas karena merasa capek habis membantu warga yang terkena musibah.
"Ini sebenarnya ada apa, kok tiba-tiba kita diserang dan siapa mereka?" tanya Nathan di sela-sela nafasnya yang memburu.
"Ayo ikut....! nanti aku ceritakan." jawab Abduh yang kembali lagi menghampiri pamannya yang sudah menunggu.
Dari arah teras terlihat ada seorang wanita yang menatap ke arah Dadang dengan berlinang air mata, dia tidak seperti perempuan-perempuan lain yang berteriak histeris ketika melihat keluarga kampungnya diserang, Mungkin dia sudah terbiasa menyaksikan hal seperti itu, sehingga jiwanya sudah kebal, bahkan ketika suaminya datang dia tidak menunjukkan gesture yang berlebihan namun meski begitu sorot matanya tetap menunjukkan kekhawatiran, karena perempuan itu memiliki perasaan yang sama hanya sudah tidak bisa mengekspresikannya dengan cara apa.
"Maafkan Bapak... kalau bapak telat..." ujar Dadang menghampiri istrinya.
"Tidak apa-apa Pak.... Sarah sangat mengerti...!" ujar wanita itu sambil memeluk suaminya dengan begitu erat, dia sangat paham dengan apa yang sebenarnya terjadi. Bahkan dia sudah bersiap menerima semua kemungkinan terburuk yang akan menerima keluarga, karena memang begitulah kalau tinggal di kampung yang sedang konflik.
****
Di tempat lain, di jalan yang tadi dilalui oleh Abduh dan Nathan, terlihat ada mobil yang baru keluar dari parit. selepas ditarik oleh mobil yang lainnya, orang-orang yang menaiki mobil itu terlihat berkumpul dengan menghadap ke salah satu orang yang sedang marah-marah.
"Gobl0k....! tol0l....! disuruh nangkap satu orang saja kalian tidak becus.... Apa gunanya kalian hanya bisa makan, hanya menghabiskan stok lumbung padi saja...!" bentak orang yang berbadan kekar dengan kemeja hitam, Dia terlihat berjalan-jalan sambil sesekali meludah melampiaskan kekesalannya.
"Kami yang berada di belakang kami hanya ditugaskan untuk mengganggu mobil pengawalnya, agar Kang Darman leluasa menangkap si Dadang. dan kami pun berhasil melukai dua orang dari kampung sagaranten, sedangkan Akang Darman lah yang akan Menghadang mobilnya si Dadang." jawab Salah satu anak buahnya yang terlihat menyanggah pendapat Sang Pemimpin karena memang benar Darman, hanyalah orang yang besar mulut tapi dia tidak bisa bekerja, dan selalu gagabah ketika mengambil keputusan.
Plak!
Satu tamparan pun mendarat tepat di pipi orang yang berbicara, membuat orang itu terlihat meringis sambil memegang pipinya yang terasa panas, karena walaupun dia tidak bisa berbicara tapi kalau untuk bertarung Darman sangat kuat. Membuat teman-temannya hanya bisa menundukkan pandangan tidak berani menatap amarah sang pemimpin.
"Kalau saya lagi berbicara.... Kamu jangan ikut nimbrung... Dasar tidak berguna...!" ancam Darman mendekatkan wajahnya ke arah orang yang tadi berbicara sehingga membuat orang yang diancam terlihat semakin meringis merasa ngeri ditatap seperti itu
"Terus kita harus bagaimana Kang Darman. Apakah kita langsung serbu saja kampung segaranten itu agar keturunan mereka Habis tak tersisa." Ucap yang lain menenangkan suasana yang mulai terasa panas.
"Jangan..... kita jangan bodoh...... karena walau bagaimanapun mereka pasti sudah sangat siaga, apalagi baru saja mereka diserang. kita cari waktu yang tepat supaya kita bisa membantai mereka."
"Terus sekarang bagaimana?" tanya orang itu mengulangi pertanyaan.
"Sekarang kita pulang, kita obati orang orang kita yang terluka... karena semakin banyak orang kita yang terluka maka akan semakin lemah pula kekuatan Kampung Cisaga."
Setelah mendapat perintah dari pimpinannya, orang-orang pun masuk kembali ke dalam mobil masing-masing. Begitu juga dengan Darman yang masuk ke mobil yang tadi terperosok ke dalam parit, untuk kembali ke kampung halaman. akhirnya mobil itu pun melaju meninggalkan tempat kejadian penyerangan menuju salah satu kampung yang bersebelahan dengan Kampung sagaran.
Sesampainya di halaman salah satu rumah yang paling besar, dengan halaman yang sangat luas. Darman pun turun dari mobil diikuti oleh para anak buahnya. kemudian masuk ke dalam teras sedangkan anak buahnya masih berada di halaman saling membantu untuk mengobati temannya yang terluka. Telah masuk ke dalam teras terlihatlah ada orang tua yang sedang duduk di atas kursi roda, dengan segera Darman pun menghampiri lalu bersimpuh di hadapan kakinya.
"Maafkan anakmu bapak, anakmu yang tidak bisa berguna ini... anakmu gagal untuk membalaskan dendam terhadap orang yang menjadikan bapak seperti ini...." ujar Sudarman dengan berlinang air mata, seperti anak kecil yang tidak mendapat mainan kesukaannya.
"Bikin malu keluarga saja.... melenyapkan satu nyawa aja kamu tidak bisa. padahal kamu baru keluar dari penjara, Seharusnya kamu belajar banyak dari orang-orang hebat yang berada di sana."
"Tolong Bapak jangan kecewa . Darman janji akan berusaha semaksimal mungkin agar penyerangan selanjutnya bisa membuahkan hasil, dan bapak bisa membanggakan anakmu ini.
"Ada apa... apa kalian gagal lagi menghabisi nyawanya si Dadang?" tanya salah seorang yang baru keluar dari dalam rumah. orang itu tidak jauh beda dengan Darman hanya tubuhnya saja sedikit kurus, namun matanya terlihat sangat galak melebihi mata elang yang sedang mencari mangsa.
"Yah Kak... mobil yang aku tumpangi terperosok masuk ke dalam parit."
"Makanya kalau dikasih nasehat sama yang tua itu didengarkan.... jangan hanya mengandalkan tenaga, tapi kamu gunakan ini!" jawab tarji sambil menunjuk ke arah pelipis mengisyaratkan agar adiknya menggunakan otak.
"Iya Darman ngaku salah, karena informasi yang diterima sangat telat sehingga kita telat mencegahnya."
"Ya sudah masih banyak waktu yang bisa kita gunakan untuk membalaskan dendam Ayah. kita tidak akan membiarkan orang yang menyakiti orang tua kita hidup dengan tenang sekarang mendingan kamu mandi dulu nanti kita bahas lagi rencana-rencana penyerangan selanjutnya."
"Baik kak!"
Akhirnya Darman pun bangkit dari tempat bersimpuhnya, kemudian menghampiri rekan-rekannya untuk memerintahkan agar warganya yang terluka untuk segera dibawa ke rumah sakit dan memberitahu bahwa mereka juga harus beristirahat. setelah itu Darman masuk ke dalam rumah untuk membersihkan tubuh, sedangkan tarji dia duduk di kursi yang berada tepat di samping sang ayah.
"Tarji kamu sebagai kakak tertua, kamu harus bisa membimbing Adik kamu untuk membalaskan dendam Bapak, karena kalau bukan kalian yang membela orang tua, Bapak tidak bisa mengandalkan orang lain. karena kalianlah yang paling wajib membela, dan pewaris semua kekayaan yang Bapak miliki. Bapak tidak akan enak makan tidak tenang untuk hidup, tidak nyenyak untuk tidur kalau orang yang melukai tubuh bapak masih hidup bebas."
"Iya Pak... Tarji akan selalu mengingat pesan Bapak dan Bapak tidak perlu khawatir karena kekuatan kita sekarang sudah bertambah dengan kembalinya Darman dari penjara, Kita tinggal menunggu waktu yang tepat untuk membumihanguskan Kampung sagaranten."
"Terima kasih Kamu memang anak yang berbakti....!" jawab Dadi yang terus mengobarkan api permusuhan sehingga kedua kampung itu tidak akan pernah bisa berdamai. padahal dari pihak Kampung Sagaranten yang diketuai oleh Dadang mereka sudah beberapa kali mengajukan perdamaian, namun dengan keras kepalanya Dadi selalu menolak karena walaupun mereka berdamai dia tidak bisa kembali ke seperti semula. sehingga peribahasa hutang garam harus dibayar dengan garam hutang darah harus dibayar dengan darah. prinsip-prinsip seperti itu selalu mereka tanam sampai anak cucu mereka yang baru lahir sehingga perdamaian pun tidak pernah tercapai.
Entah bagaimana dan dengan cara apa awal mula terjadi konflik itu, karena dengan dendam yang sudah membara sehingga tidak bisa ditelusuri asal muasalnya. yang mereka tahu bagaimana membalaskan dendam keluarga-keluarga, saudara-saudara para tetangga yang sudah meninggal akibat pertikaian. mereka seolah merupakan jati diri manusia yang seharusnya saling hormat menghormati, Saling Sayang menyayangi, hidup rukun gemah ripah loh jinawi.
***
Nathan dan Abduh yang sudah sampai di teras rumah dengan segera Mereka pun menghampiri Sarah yang menyambutnya dengan penuh senyum, bahkan senyum itu adalah senyum terlebar yang mereka lihat seolah tidak ada kekhawatiran dalam diri wanita itu. Abduh yang merasa kangen dengan kakak iparnya dia pun memeluk erat tak terasa dari sudut matanya mengalir cairan bening yang membasahi pipi, karena merasa sedih setiap dia pulang pasti ada saja keributan bahkan tidak sedikit orang yang kehilangan keluarga.
"Sudah jangan nangis, Ayo masuk....!" ajak Sarah sambil melepaskan pelukannya namun ketika hendak masuk matanya pun menatap ke arah Nathan yang sejak dari tadi Hanya pelanga-plongo seperti ayam pemberian.
"Ini siapa?" Tanya Sarah
"Saya Nathan tante calon adik ipar."
Dugh!
Satu sikutan pun mendarat di belikat Nathan sehingga pria itu terlihat meringis menahan sakit, wajahnya menatap ke arah Abduh seolah bertanya kenapa dia tega melakukan hal seperti itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 108 Episodes
Comments
saepul dalari
semangat
2023-09-05
0