Sejak malam itu aku terus memikirkan apa yang dibicarakan oleh Dariel padaku. Bahkan aku terus mencoba mengingatnya namun tidak sedikit pun aku mengingatnya dan hanya ingatan bersama Arsan. Ya, memang aku merasa pernah menikah dengan lelaki itu akan tetapi dia sangat jahat padaku hingga saat itu aku menggalami kecelakaan hebat. Tapi saat aku bangun dan sadar, dokter yang merawatku bilang aku di tembak oleh orang hingga membuatku berakhir koma. Jadi mana yang harus aku percaya, aku sendiri pun bingung.
Siang ini aku sudah berada di depan rumah yang mengaku sebagai orang tuaku, bahkan beberapa pelayan menyambutku dengan hangat. Aku belum masuk ke dalam bahkan aku masih berdiri di depan pintu. Aku begitu ragu untuk masuk ke dalam dan bertanya semuanya tentang hubunganku dengan Dariel.
Aku menghembuskan napas panjang, setelahnya aku memberanikan masuk ke dalam menemui orang tuaku. Aku mencarinya dan ternyata mereka sedang berbincang di halaman belakang, aku melangkahkan kakiku bergabung dengan mereka.
“Lucy,” ucapnya tersenyum, bahkan di usianya yang sudah memasuki lima puluh tahun masih terlihat cantik. Ya, dia adalah mamaku, dia pun langsung beranjak dari duduknya dan langsung memelukku.
“Kenapa baru kemari, Mama dan Papa sangat merindukan kamu,” ucapnya kembali.
Aku pun melepaskan pelukan mama, “Maafkan, aku. Aku sibuk dengan pekerjaanku.”
“Apa Dariel memperlakukan kamu dengan begitu keras dan menyurhmu ini itu,” sambung Malvin.
“T-tidak, Pa,” ucapku tersenyum.
Sebelum melanjutkan pembicaraan, Mama mengajakku untuk duduk lebih dulu. Jujur saja aku masih bingung dengan keadaanku saat ini, mungkinkah memang aku hidup kembali dan menjadi orang lain? Akan tetapi wajahku saat ini atau pun sebelumnya tidak jauh berbeda.
“Apa, kamu datang kemari mau bertanya tentang hubunganmu dengan Dariel?” tanya Papa.
Aku hanya bisa mengangguk, sedangkan mama yang berada di sampingku mengelus punggungku dengan lembut dan senyuman bibirnya yang terlihat manis.
“Seharusnya Papa dan Mama membawamu pergi untuk berobat di rumah sakit yang canggih sehingga kamu tidak akan seperti ini. Namun karena keadaanmu saat itu yang tidak memungkinkan jadi kami hanya bisa berdoa kamu akan baik-baik saja. Tapi papa sangat kagum dengan Dariel yang begitu sabar menunggumu bangun, tapi ingatanmu hilang dan kata dokter hanya mengingat moment tertentu,” ucapnya.
“A-apa benar aku dan Dariel akan menikah?” tanyaku.
“Ya, kalian berdua akan menikah karena sebelumnya kalian sudah bertunangan namun tuhan berkehendak lain dengan membuatmu dirimu harus berbaring di rumah sakit dan mengalami koma,” ucap Papa kembali.
Kenapa bisa aku melupakan moment itu dan kenapa yang ada di ingatanku hanya Arsan mantan suamiku. Namun Papa dan Mama tidak pernah mengatakan jika sebelumnya aku pernah menikah.
“M-maaf, Pa, Ma. A-apa sebelumnya aku pernah menikah?” tanyaku pelan dengan menundukkan kepalaku karena tidak berani menatap Mama dan Papa.
Namun mereka berdua tertawa, apa aku salah bertanya? Atau pertanyaanku memang sangat lucu sehingga membuat mereka tertawa.
“Bagaimana bisa Lucy, pertanyaan konyol itu kamu tanyakan. Dariel saja untuk mendapatkan kamu saja membutuhkan kesabaran begitu ekstra, tentu saja kamu belum pernah menikah,” ucap Mama.
“Ya, apa yang dibilang mama kamu benar. Pertanyaan macam apa yang kamu tanyakan barusan Lucy,” ucap Papa.
Ternyata sangat begitu rumit keadaanku saat ini, namun aku harus berusaha mengingat siapa sebenarnya aku.
Malam harinya kami pun makan malam bersama di rumah orang tuaku dan tentu saja Dariel juga ada karena Papa menggundangnya. Bahkan sepanjang makan malam Papa dan Dariel hanya membahas pekerjaan sedangkan aku dan mama akan menanggapinya sesekali.
Selesai makan malam Dariel mengajakku untuk kembali bersama, dia akan mengantarkan aku kembali ke apartemen. Sebenarnya orang tuaku menyuruhku untuk tinggal di rumah namun aku menolak dan berakhirlah saat ini aku berada di mobil Dariel. Bahkan sedari tadi aku hanya diam saja tanpa ingin berbicara kepadanya, aku sibuk dengan pikiranku sendiri tanpa sadar mobil Dariel sudah berhenti namun bukan di basemant apartemenku. Aku sendiri juga tidak tahu saat ini aku dimana.
“Dimana ini? Ini bukan apartemenku,” ucapku menoleh ke arah Dariel.
Lelaki itu tersenyum, “Apartemenku, aku mau malam ini kamu menginap di apartemenku. Aku juga tidak mau menerima penolakan.”
“A-apa? Aku tidak mau. Kalau begitu aku akan kembali sendiri dengan menaiki taksi,” ucapku kesal namun saat aku mau turun pintu mobil Dariel masih terkunci.
“Jangan berani kabur dariku Lucy, atau kamu akan mendapatkan hukumannya. Menurutlah padaku Lucy, bukankah sebentar lagi kita akan menikah jadi menurutlah padaku,” ucap Dariel.
Menyebalkan bukan? Bahkan dia sangat berani padaku. Memang dasar lelaki brengsek, jika dia menyanyangi pasangannya maka dia akan memperlakukannya dengan baik pasangannya.
“Lucy, bahkan sebelumnya kamu sangat menurut padaku. Bahkan dengan senang hati kamu akan merawatku saat aku sakit dan sesekali kamu akan menginap di apartemenku. Honey, aku hanya ingin kamu kembali mengingatnya moment saat kita bersama. Apa aku salah, namun jika kamu memaksanya maka aku akan mengantarkan kamu kembali ke apartemen kamu,” ucap Dariel.
“Jangan!” teriakku secara reflek, bahkan tanpa sadar aku juga menggengam tangan Dariel dengan erat.
Dariel pun tersenyum dan membawa tubuhku ke dalam pelukannya. “Kamu tahu, aku sangat merindukan kamu. Tolong jangan tinggalkan aku kembali, aku tidak sanggup jika hidup tanpa dirimu.”
Rasa nyaman dan degup jantungku yang begitu cepat membuatku ingin lama di pelukannya. Bahkan saat Dariel memelukku pun aku tidak menolaknya, aku merasakan sesuatu yang berbeda dalam diriku.
Dariel menyuruhku untuk membersihkan diri lebih dulu. Sedangkan dia akan pergi ke ruang kerjanya lebih dulu karena harus menyelesaikan pekerjaannya. Aku pun menurutinya, saat aku membuka lemari yang ada di apartemen Dariel banyak sekali baju wanita. Mungkinkah ini baju milikku? Apa benar dulu aku selalu tidur di apartemen Dariel.
Aku pun segera memilih salah baju dan masuk ke dalam kamar mandi. Guyuran air dingin membuat kepalaku kembali segar dan pikiran yang membuatku terbebani itu sedikit menghilang walau nantinya aku akan memikirnya kembali.
Cupp …
Dariel tiba-tiba saja mencium pipiku, aku begitu kaget karena aku tidak tahu kapan dia masuk ke dalam kamar.
“Kenapa belum tidur? Kenapa melamun? Apa yang kamu pikirkan?” tanyanya.
Aku hanya menggelengkan kepalaku, dan tersenyum pada Dariel. Aku sangat menyukainya dengan perlakuan manis Dariel namun aku juga tidak boleh terlena begitu saja dengan sikapnya. Aku tidak ingin merasakan sakit lagi yang begitu dalam nantinya. Walau pun dia bersikap baik dan sangat tulus menyanyangiku akan tetapi aku masih tidak tahu kedepannya bagaimana dan sebenarnya apa yang terjadi padaku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments