Suara dering ponselnya menyita dirinya ketika ia tengah mencuci tangan pada westafel, ia menatap sekilas pada pantulan kaca di depannya, memastikan tatanan rambut juga wajahnya, lalu ia mengelap tangannya pada tisu dan mulai mengangkat ponselnya setelah menggeser tombol hijau.
“Daehyun-ssi.” Daehyun terkekeh, dari sebrang juga ia mendengar seseorang menertawakan dirinya sendiri karena memanggil nama Daehyun.
“Apa bahasa Korea om terdengar baik?” Daehyun merapikan poni rambutnya dari pantulan kaca.
“Lumayan lah om.” Celetuk Daehyun mengganti bahasanya menjadi berbahasa Indonesia. Lagi-lagi orang di sana tertawa.
“Ada apa om telepon aku?”
“Ah iya, jadi begini Dayyan. Kapan kamu bisa kembali ke Indonesia lagi, Hyun-Dae membutuhkanmu.”
Daehyun yang memiliki nama asli Indonesia Dayyan Lee lantas tercenung, tubuhnya ia sandarkan pada westafel. Sembari mempoutkan bibir untuk mencari jawaban yang pas.
“Aku baru saja mendapatkan job drama, om. Aku juga belum tau kapan bisa kesana.”
Terdengar helaan nafas di sebrang. David Mahendra terangguk mendengar jawaban Dayyan.
"Apa kamu tidak merindukan rumah sakit?" tanya David.
"Tentu saja om, tapi untuk bisa kembali ke Indonesia aku masih belum tau pasti. Tapi kalo ke sana kayaknya juga ngga sempet buat ngecek rumah sakit lama-lama deh."
"Ya sudah, tidak apa-apa. Om hanya saja lelah menghandle dua pekerjaan Dayyan."
"Maaf om, tapi aku akan bantu lewat sini dikit-dikit, hehe." Daehyun cengegesan.
"Ingat! Kamu itu presdir ya Dayyan."
“Iya om siapp. Oh ya om, gimana kabar ayah?” Dayyan menunduk, menyelipkan satu tangannya pada saku sembari menunggu jawaban dari David.
“Ayahmu baik-baik saja, dia sering menonton kamu di ponselnya untuk nyalurin rasa rindunya. Makannya cepet pulang, nggak kasihan apa kamu lihat Arion galau.” Daehyun tersenyum lega.
“Dayyan usahakan, om. Kalau begitu Dayyan matikan dulu teleponnya, sampai jumpa om.”
Daehyun segera memutuskan sambungan sepihak dan menyimpan ponsel mahalnya pada saku celana, lalu membasuh wajahnya yang kusut karena merasa lelah dan ngantuk.
Ia kemudian melongak, menatap wajahnya sendiri pada pantulan kaca besar di depannya.
Seseorang membuka pintu kamar mandi yang berada di basement parkiran, saat baru membuka pintu dan masuk dirinya dikejutkan oleh presensi Daehyun yang ternyata sudah ada di dalam tapi dengan cepat ia menormalkan kembali ekspresi wajahnya.
“Hyung,” sapanya ramah, melambai pada laki-laki berbadan tegap melalui kaca. Yang Yeonjin hanya bereaksi jijik. Sok ramah.
Daehyun berbalik dengan cepat, menghentikan langkah Yeonjin yang hendak memasuki toilet, menahan pintu yang sudah terbuka dengan tersenyum manis.
“Minggir!”
“Siro (Tidak mau).” Yeonjin begidik ngeri.
“Maksut hyung apa mengatakan aku sedang mendalami peranku, hm!”
Yeonjin tersenyum miring, “Majja! Kau sedang mendalami peranmu di depan PD-nim, agar kau mendapatkan perhatian, dan sanjungan, bukankah seperti ini cara mu melakukannya.”
Daehyun menimang-nimang kembali ucapan Yeonjin, lalu dirinya mengangguk dengan kekehan ringan.
“Jadi maksut hyung, aku manipulative?”
Yeonjin mengangguk. "Daebak. Cara kerja otakmu ternyata lebih cepat dari dugaanku ya, kau bisa langsung menangkap maksutku.” Kali ini Daehyun benar-benar dibuat kesal oleh Yeonjin.
“Di sabarin bukannya tau diri malah menjadi-jadi nih manusia. Di pikir gue kagak bisa emosi kali,” celetuk Daehyun tanpa sadar menggunakan bahasa Indonesia. Yeonjin mengernyit.
“Kau megucapkan sesuatu?”
Daehyun memamerkan senyum ramahnya, “Apa yang membuatmu berpikir aku manipulative, tolong jelaskan.” Tuntutnya pada Yeonjin namun dengan nada ramah.
Kali ini ia harus bisa menyangkal ucapan Yeonjin, dirinya tidak mau jika harga dirinya terus diinjak-injak dan selalu mengalah, seperti kata Naeun tadi, dirinya sudah terlalu naif.
“Eoh, satu, bisa saja sikapmu saat ini adalah buatan agensi. Kedua, wajahmu tidak mencerminkan sifatmu saat ini. Kau masih belum faham.”
“Perasaan gue terus senyum deh, ramah juga iya, tulus lagi, emangnya kenapa sama muka gue.” Ia memegang wajahnya sendiri sembari menggerutu khas jakselnya.
“Gue tulus!” balasnya tegas, namun beberapa saat kemudian ia menggeleng meraup wajahnya sendiri. Sadar dengan apa yang baru saja ia ucapkan. “Duh, dia kan orang Korea ngapain gue ajak ngomong lo-gue.”
“Bicara apa sih." Daehyun menggeleng.
“Apa yang terjadi dengan wajahku memangnya, ada yang aneh?”
Yeonjin membalik tubuh Daehyun kasar, membalikkannya pada kaca besar di hadapannya. Lalu jari telunjuknya bergerak menunjukkan itu pada Daehyun.
“Setidaknya, jika mau berpura pura ramah pada semua orang. Pastikan dulu, apa wajahmu memang benar-benar ramah atau hanya pura-pura. Semua terlihat dari sini.” Tunjuknya pada wajah datar Daehyun.
“Astaga.” Kagetnya, ia menyentuh wajahnya sendiri berkali-kali, memastikan.
“Kok flat anjir.” Dirinya baru saja menyadari, kenapa Yeonjin sampai bilang seperti itu, dan juga ucapan Naeun tadi.
"Iya juga ya." Lanjutnya dengan memegang wajahnya sendiri dan tidak menyadari jika Yeonjin sudah masuk ke dalam toilet.
***
Di ruangan ganti, Alya baru hendak mengganti baju dressnya menjadi seragam dokter berwarna biru, namun kegiatannya berhenti karena ia baru mengingat sesuatu yaitu, kalung.
Ia mengeluarkan kalung itu terlebih dahulu dan menaruhnya dengan hati-hati pada loker. Kemudian ia berjalan menuju kamar mandi dalam ruangan tersebut untuk berganti seragam.
Setelahnya Alya melangkahkan kakinya menuju lift berada, sembari menatap kalung lucu dengan bandul hiu pink.
Dirinya akan sampai pada pintu lift, namun atensinya beralih ketika mendengar suara sirine ambulan yang menggema, ia berlari kecil menuju pembatas, melihat kebawah, ia dengan panik tanpa sadar langsung mengalungkan kalung tersebut ke lehernya dan berlari menuju lift.
Memencet tombol berulang-ulang agar lift cepat terbuka. Ketika pintu lift sudah terbuka dirinya langsung masuk begitu saja dan memencet tombol untuk membawanya ke lantai bawah.
Profesor Irwan datang bersama tim bedahnya, bersama Nathan yang juga ikut berlari menuju luar rumah sakit mereka melihat pasien yang di keluarkan dari mobil ambulan.
Pasien perempuan yang tidur di atas brangkar dengan wajah pucat pasi, Irwan mengecek mata dan berakhir pada nadi perempuan itu lalu matanya menatap pada tim bedahnya.
“Pasien ini mengalami gagal jantung.” Irwan beralih pada Nathan, “Lakukan CPR sekarang.” Nathan mengangguk.
Sembari membawa pasien itu menuju ruang gawat darurat, Nathan langsung menaiki brangkar dan melakukan metode push fast untuk melakukan compression pada pasien.
Alya datang, ia mendelik menatap pasien yang tengah diberi CPR oleh Nathan, Alya mendekati brangkar, sampai pada samping brangkar, Alya menatap Profesor Irwan.
“Prof, apa yang terjadi dengan pasien.”
“Gagal jantung, berikan dia satu ampul epinefrin,” perintahnya menepuk lengan Alya, dengan tanpa babibu Alya mengangguk lalu melakukan apa yang diperintahkan professor.
Keadaan sedikit rusuh karena saat melakukan CPR tiba-tiba darah pasien berhenti memompa, Irwan mendekati pasien dan menggantikan posisi Nathan yang semula berdiri di samping pasien, ia menatap monitor sekilas, lalu beralih mengecek kondisi pasien.
“Gagal jantung stadium akhir,” Alya terkejut begitupun dokter lainnya, hampir saja ia menangis karena dia yang memang mudah tersentuh dengan keadaan seperti ini.
“Terus yang harus dilakuin, apa.” Cicit Alya.
“Fokus dokter Al.” Alya tersentak kecil kemudian mengangguk setelah Profesor Irwan yang juga seorang dokter konsultan untuk penanggung jawabnya menegurnya.
“Jika pasien mengalami gagal jantung stadium akhir, maka tindakan selanjutnya adalah melakukan tindakan transplantasi jantung untuk menggantikannya dengan donor jantung yang baru.” Beberapa dokter residen yang menyimak itu mengangguk secara bebarengan.
“Bawa dia keruang operasi sekarang.”
***
Alya membenarkan selimut pasien dan mengecek monitor pasien. Keadaanya mulai membaik, ia cukup kebingungan dengan kejadian beberapa jam lalu karena ini pertama kalinya ia mendapati pasien dengan keadaan yang kritis karena penyakitnya setelah tiga hari magangnya.
“Semoga setelah ini anda bisa menikmati indahnya dunia tanpa sakit lagi nyonya.” Alya tercenung pada wajah itu yang pucat.
Pasien sudah di pindahkan keruang recovery untuk masa pemulihannya. Dari luar ruangan, ternyata Nathan sudah berdiri di sana dan menatap Alya yang sibuk memandangi pasien itu.
Ditangannya Nathan membawa sebungkus permen pemberian Alya, “Rumah sakit ini cocok untuk orang kayak lo.”
***
Hari sudah malam, gadis yang saat ini menggulung rambutnya ke atas dengan jepit andalannya berjalan menuju ruang untuk istirahat bagi dokter residen yang bertugas jaga.
Masih dengan pakaian dokternya berwarna biru, Alya langsung membaringkan tubuhnya yang pegal, ia menatap pada teman-temannya yang ternyata ada yang sudah tidur dan ada pula yang belum kembali ke sini, sedangkan dirinya sudah menguap karena kantuk.
Namun masih belum bisa tidur jika belum memikirkan atau menghaluin bujang Korea nya.
“Kangen para bujang,” Alya terkekeh.
“Haechan, Renjun, Jeno, hah, udah lama gue nggak ngefangirl semenjak magang, kangen banget rasanya. Biasanya jam segini gue udah ngehalu pergi ke Korea bareng para bujang NCT, sekarang?” Alya merengek.
“Jangankan ngehalu, tidur aja gue masih nggak terlalu ngantuk.” Ia memiringkan tubuhnya menghadap tembok.
“Eh, eh, ada apa nih.” Alya mendudukkan dirinya perlahan, saat silau dari cahya yang tiba-tiba muncul dari depannya, tepatnya berasal dari tembok di depannya.
Alya menurunkan perlahan tangannya yang semula menutupi matanya karena kesilauan, lalu dirinya dibuat terkejut karena cahaya itu sudah berputar membentuk kubangan.
“Apa ini.” Kejutnya, ia mendekati perlahan cahaya itu hendak menyentuhnya, tapi dirinya ragu, jika itu adalah cahaya menuju perkumpulan para iblis bagaimana.
“Tapi gue kepo.” Alya yang mudah kepo pun memilih mendekatkan kembali tangannya, saat hampir mencapai cahaya itu, dengan cepat cahaya itu menariknya dan membuatnya masuk ke dalam sana.
“AAAA.” Teriaknya, seperti menaiki jet, ia melesat begitu saja.
Sangat cepat dan mengejutkan hingga tanpa sadar ia berjongkok dengan kedua mata ia tutupi kedua tangannya. Saat merasakan suara orang berlalulalang.
Alya perlahan membuka pejaman matanya yang semula memejam erat, ia mendongak untuk menatap sekitarnya dengan seksama, saat matanya berpendar, ia baru menyadari sesuatu jika dirinya berada di tengah jalanan Zebracross.
Orang-orang yang melintasinya menatap ke arahnya heran dan juga ada yang sinis.
“Gue di mana ini.” Alya berdiri, lalu tangannya menyetop pejalan kaki lain ketika merasa janggal dengan semua orang di sini.
Dia seorang perempuan dengan pakaian jas formal dan rok selutut berwarna abu-abu menenteng tas kecil hitam pula ponsel yang menempel di telingannya.
“Maaf, ini di mana ya kak kalo boleh tahu.” Perempuan itu mengernyit, tidak mengetahui bahasa apa yang di ucapkan oleh gadis ini.
“Nee?” Alya refleks melongo kaget pada logat bahasa perempuan di depannya.
“Nuguseyo, eodieseo wasseoyo? (siapa, kamu berasal dari mana?”
“Kakaknya orang Korea?” Tanya Alya masih belum sadar. Tapi dirinya mengerti dengan apa yang barusan perempuan itu ucapkan.
“Dangsineun, hangugiin-i anibnida? (Kamu bukan orang Korea?)”
Alya lantas menggeleng, lalu matanya tidak sengaja menatap pada jalanan lalu bangunan tinggi yang bertuliskan Korea, beralih pada orang-orang yang berbicara menggunakan bahasa Korea ketika melintasinya dan berakhir pada kedai pinggir jalanan yang juga menggunakan tulisan Korea sebagai nama kedai mereka.
Alya mematung syok, apa ini?
“Nggak! pasti gue mimpi." Lalu ia mencoba berkomunikasi lagi dengan perempuan di depannya. Kali ini mencobanya dengan bahasa Korea.
“Yeogiga eodiya? (Ini dimana?)”
“Hangug (Korea), Seoul.”
Alya terperangan mendengar jawaban dari perempuan di depannya, dia sedang ada di Korea? Yang benar saja hey!
Padahal barusaja ia mengatakan biasanya jam segini ia halu pergi ke Korea bareng bujang NCT nya. Lah sekarang? Pasti ia mimpi, pasti. Tapi ketika ia mencoba untuk mencubit sendiri pipinya, rasa nyeri langsung menjalar begitu saja.
Yang berarti, dia memang tidak sedang bermimpi. Dan ini nyata.
“GUE TERSESAT DI NEGARA ORANG, HUWAAA!!!” Ini terlalu mendadak woy, mbokya aba-aba dulu. Gitu maksut Alya.
...-----...
...Jika menyukai cerita ini, tolong tekan like juga komentar masukannya. Terimakasih.......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments
Hanifah Chayaning Tyas
Ceritamu bikin aku susah move on thor, keep writing 👏👏
2023-07-18
0
Itzel Juárez
Gak nyangka bakal sampai kehabisan jari buat ketikin review ini... cerita ini einfach supeerrr👏
2023-07-18
1