...*Tandai apabila ada salah kalimat atau kata. Selamat membac***a**...
Keesokannya.
Seoul, Korea Selatan.
Beberapa aktor dan aktris sudah berkumpul pada ruangan khusus dengan meja panjang dengan kursi-kursi yang mengitari meja tersebut.
Mereka berkumpul untuk mulai pembacaan naskah masing-masing. Sedari duduk pada kursi dengan pandangan penuh fokus, Daehyun membaca naskah yang berisi dialog untuk perannya.
“Wah, jadi aku disini berperan sebagai peran utama pria yang bertemu dengan gadis asing dan saling jatuh cinta.” Daehyun mengernyitkan dahi saking fokusnya.
Matanya terus bergulir ke bawah hingga tangan seseorang menyentuh pundaknya.
“Eoh? Annyeonghaseyo,” sapanya dengan membungkuk sopan untuk menyapa beberapa aktor yang mulai berdatangan.
Daehyun menyapa dengan membungkukkan sedikit tubuhnya karena mereka yang masih belum saling mengenal. Sampai akhirnya Yeonjin datang dengan tas selempang hitam juga masker yang menutup hidung dan mulut pria itu.
Yeonjin berdecak saat Daehyun melambai ke arahnya, “Cih, sok baik.” Sinis Yeonjin melengos lalu duduk sedikit menjauh dari Daehyun.
Ia duduk tepat di sebelah kursi sang sutradara yang masih belum datang.
Daehyun menghembuskan nafas, mengangkat kedua bahu, sudah biasa mendapat balasan seperti itu.
“Annyeonghaseyo,” sapa orang-orang dalam ruangan itu dengan membungkuk sopan, menyapa sang sutradara yang sudah datang.
Hampir lama pembacaan naskah itu berlangsung hingga selesai, mereka semua bertepuk tangan untuk drama yang akan mereka mainkan.
“Daehyun-ssi, kau tidak pernah mengecewakan dalam berakting, tidak salah aku memilihmu menjadi pemeran utama di drama ini.” Daehyun tersenyum dengan sopan. Membalas ucapan sang sutadara di luar ruangan.
“Tentu saja, saya akan bekerja lebih keras untuk projek ini, tolong kerja samanya PD-nim.” Sutradara itu tersenyum bangga kemudian menepuk bahu Daehyun dua kali.
Yeonjin baru saja keluar dari ruangan yang di gunakan rapat tadi dengan berbincang bersama aktor lain dengan ramah, tetapi ketika matanya menemukan Daehyun, dalam sekejap tatapan baik itu berubah sinis ketika menatapnya.
“Baiklah kalau begitu, Daehyun.” Sutradara itu kembali menepuk pundak Daehyun satu kali dengan tersenyum, setelahnya beliau pergi meninggalkan Daehyun dengan Yeonjin yang mendekati pria itu.
“Kau sangat mendalami peranmu, eoh." Daehyun mengernyitkan dahi tidak mengerti. Yeonjin mendekati dirinya dengan senyum miring.
“Nee?” ulangnya pada Yeonjin.
“Berhenti bersikap layaknya pemeran utama sungguhan, arra! Hajima.” Peringatnya, dengan menekan setiap kata untuk bisa menyudutkan Daehyun yang hanya diam memandang wajahnya.
***
Indonesia
Alya dengan dress selututunya juga rambut panjang sebahu yang digerai indah dengan jepitan kecil menghiasi atas daun telinganya.
Berjalan sembari melirik ke arah jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul 08:25, dirinya sudah terlambat pergi ke rumah sakit.
Rambut bergelombangnya ikut bergerak memantul ketika ia belari larian. Beberapa kali tas selempangnya hampir melorot dibuatnya. Alya menghentikan langkah ketika lampu rambu rambu dengan ikon orang berjalan berganti warna merah pada jalan zebracross. Ia harus menunggu dengan raut paniknya.
“Ayooo. Cepet.” Ia melirik kesana kemari, “kenapa lama banget, astaga,” decaknya dengan mengetuk ngetukkan sepatu pantofelnya pada jalan beraspal.
Lampu sudah berubah warna dengan segera Alya berlari mencapai trotoar sebrang.
Nafasnya menjadi tersengal ketika berlari dari trotoar hingga hampir sampai ke rumah sakit.
Ia kembali mengatur nafasnya agar tidak terlalu tersengal-sengal, ketika hendak kembali berjalan, dering dari ponsel berlogo apelnya mendadak berbunyi.
Ia melihat siapa nama yang menelfon dirinya, namun yang ia dapati hanya nomor tak di kenal.
Tanpa minat Alya segera mematikan ponselnya dan kembali berjalan. Namun baru beberapa langkah berjalan, ia terdiam menatap seorang dengan pakaiannya yang compang-camping tengah memungut sampah-sampah dari tong sampah di samping trotoar untuk dimasukkan pada karung besar di pundaknya.
Alya hendak memanggil pemulung itu tapi matanya terjatuh pada sebuah kalung yang tergeletak ke aspal karena pemulung itu tak sengaja menjatuhkannya.
Alya lagi-lagi ingin berteriak memanggil pemulung itu tapi dengan cepat dia menghilang, Alya menoleh kesana kemari, mencari kemana pemulung itu pergi.
Ia merasa ganjil dengan kejadian ini.
“Kok bisa.” Ia mendekat, mengambil kalung yang terbuat dari benang wol berwarna hitam dengan bandul hiu berwarna pink.
“Lucu,” Alya kembali meninjau keadaan sekitarnya, siapa tau pemulung itu masih di sekitar sini, tapi nyatanya nihil, pemulung itu menghilang.
“Aku bawa aja deh, kalo ketemu lagi aku kasihin.” Ia memilih membawa kalung itu pergi bersamanya.
***
Nathan, pria dengan tinggi kisaran 180 cm itu menghadang jalan Alya yang hendak memasuki lift. Alya terkejut dan ekspresinya berhasil ditangkap oleh pria yang tiba-tiba muncul di hadapannya ini.
“Aha?” Nathan menggoyangkan ponselnya ke depan wajah Alya yang memandang dirinya, Alya menaikkan kedua alisnya.
“Ada apa dokter, Nathan?” panggilnya ramah. Nathan mengernyit.
“Lo gatau atau pura-pura gatau, ini, lihat.” Alya melihat ke arah tangan Nathan yang terus menggoyangkan ponselnya sendiri. Alya menggeleng.
“Telepon gue, kenapa lo matiin?” Tanya Nathan pura-pura ngambek. Alya terkejut, ia ingat saat dirinya mematikan ponselnya begitu saja dan mengabaikan panggilan dari nomor tak di kenal yang ternyata dari dokter Nathan, seniornya.
“Astaga, maaf dok, maaf, saya kira hanya orang iseng saja.” Paniknya, ia menatap pria di hadapannya dengan raut merasa bersalah.
“Gapapa, tapi ada syaratnya." Alya mengangguk.
“Saya akan turuti apapun syaratnya, yang terpenting dokter Nak, Nathan, mau memaafkan saya.” Ia ingin sekali menyemburkan tawanya, tapi ia harus berakting berpura-pura ngambek di depan Alya.
“Apapun?” ulangnya dengan kedua alis terangkat. Alya mengangguk dengan cepat.
“Okeh, gue ngga maksa lho ya, lo sendiri yang setuju. Makan malam sama gue nanti, ngga ada penolakan sekalipun lo lagi sibuk. Katanya lo bakal turuti kan.” Alya merutuki dirinya, yang benar saja, hari ini dan besok ia kedapatan tugas jaga selama dua hari.
“Em." Bingungnya, ia masih mencari alasan yang tepat untuk bisa menolak ajakan Nathan, namun otaknya susah sekali diajak bekerja sama untuk saat ini.
“Itu artinya lo mau," tukas Nathan.
“Bentar kak,” Nathan terkejut, ia menatap Alya dengan senyum malu-malunya.
“Lo baru aja manggil gue apa, Kak? Apa bener?” Alya mendadak ingin mencakar wajah pria di depannya ini. Kenapa jadi menyebalkan.
“Maaf, maksut saya dok, saya mengatakan menuruti syarat anda bukan ajakan anda," ucap Alya tak enak hati, ia jadi ingin menangis setelah mengatakan itu.
“Okeh, gue ngambek.” Alya dengan cepat menahan lengan Nathan, pria itu melirik pada Alya yang sedang mencari sesuatu dari dalam tasnya.
“Maaf ya dok, saya dapat tugas jaga hari ini. Kalo tidak ada mungkin sudah saya iyakan.” Nathan sudah tau hal itu, ia hanya ingin menggoda Alya saja, membuat gadis itu panik adalah rencananya. Gadis dengan pemilik senyum ramah yang saat ini berganti raut bersalahnya karena dirinya.
“Kalo ngambek makan ini saja dok, kemarin pasien saya beri ini langsung moodnya kembali, semoga nggak ngambek lagi ya dok, maaf dan permisi," ucapnya dengan sopan lalu pergi memasuki lift yang terbuka.
“Lo pikir gue anak kecil.” Nathan menatap pada pintu lift yang mulai tertutup, ia melihat Alya yang menarik senyum untuknya. Tanpa sadar Nathan ikut tersenyum karena hal itu.
Ia kembali melirik permen di tangannya yang diberikan oleh Alya, permen mint dengan bungkus warna biru. Nathan tersenyum, daripada ia makan ia simpan saja dulu dalam sakunya.
***
Gadis berwajah cantik dengan surai berwarna merah melambai padanya, gadis itu menyender pada pintu mobil dengan kacamata hitam membingkai matanya.
Daehyun tersenyum manis, matanya melirik pada Naeun yang membuka kacamatanya.
“Bagaimana hari ini, gwaencha-heuseyo, apa Yeonjin lagi-lagi menganggumu, oppa?”
Daehyun yang diberi pertanyaan bertubi-tubi lantas terkekeh lalu menggeleng.
“Kau mengkhawatirkanku?” Naeun mengangguk cepat.
“Dia pria dengan hati yang busuk, dia tidak pantas menjadi aktor.”
“Sudahlah, dia sebenarnya baik, hanya saja dia iri melihatku. Di dunia kerja sudah biasa hal itu terjadi."
Manajer Daehyun datang, pria dengan kisaran umur 40 an itu membawa jaket Daehyun di tangannya.
Saat ini mereka berada di basement parkiran.
“Oppa. Kau harus berhenti menjadi pria yang lembut, image mu sangat cocok menjadi pria dingin yang kaku. Eoh? Apa ini termasuk buatan agensimu!” tuding Naeun menyelidik. Daehyun terkekeh, lagi-lagi Naeun memberitahunya hal itu.
“Anniya, appa yang menyuruhku untuk tetap menjadi seperti ini Naeun, aku sebagai anaknya hanya bisa menurut. Aku juga sudah terbiasa dengan sikap ini sejak dulu.” Naeun berdecak.
“Bersama appamu kau pasti seperti seekor anjing yang selalu menurut pada majikannya.”
“Appaku adalah segalanya, dia lebih dari sekedar majikan, tapi dia raja di hatiku. Aku hanya ingin menjadi orang biasa tanpa menaruh banyak rasa benci pada orang yang pernah melukaiku sengaja maupun tidak sengaja, makannya aku bertindak seperti itu.”
“Kau saja tidak disegani Yeonjin. Oppa, kau terlalu naif.”
Daehyun hanya tersenyum, memamerkan matanya yang menyipit karena tersenyum.
Ckrek
Seseorang tersenyum di balik maskernya, diam-diam ia memotret Daehyun yang membelakangi kamera, posisinya seperti tengah Daehyun berciuman dengan Naeun, apalagi posisi kepala pria itu bisa pas seperti orang yang tengah berciuman, tentu saja hal itu tanpa disadari oleh Daehyun maupun Naeun.
...***...
...Just fiksi! Tidak ada hubungannya sama real life ya, pokoknya jgn trlalu dibawa serius, kalau suka dgn part ini bisa like, dan komen untuk masukannya. Terimakasih….
...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments
Yukishiro Enishi
Baca cerita ini jadi penghilang suntukku setiap hari
2023-07-16
0
Hafizahaina
Cerita seru banget, gak bisa dijelasin!
2023-07-16
0
Dira Alina
Karya yang bagus kayak gini pasti harus diikuti sampai akhir 💪
2023-07-16
0