LEE DAEHYUN

...Selamat membaca....

... Menggunakan alur maju. Ada pt. yg menyajikan latar tempat di Korea, bahasa tetap menggunakan bhs Indonesia, tpi sedikit bumbu2 bahasa Korea....

13:00

Gadis berkulit tan mendorong kursi rodanya sendiri untuk mendekati seorang dokter yang mengenakan jas putih selutut yang saat ini tengah sibuk berbincang dengan seorang perawat di meja reseptionis.

Kedua orang yang di tatap oleh Zaibunnisa masih belum menyadari akan kedatangannya, yang menatap mereka dengan kedua siku yang ia tumpukan di peganggangan kursi roda.

“Dokter Alya, sepertinya dia ingin berbicara denganmu.” Alya menoleh spontan pada Nissa yang melambai dengan senyum kikuknya.

“Pasien cedera lutut?” Alya mendekati gadis itu lalu mendorong kursi rodanya. Dan berjalan meninggalkan meja reseptionis.

“Bisa bicara sebentar?” celetuk Nissa yang sedari tadi diam begitupun dengan Alya yang membantu mendorong kursi rodanya.

“Boleh, mau di sana?” Nissa mengangguk ketika Alya mengajaknya duduk pada kursi yang tersedia di area mesin minuman.

Alya memasukkan koin lalu mengambil dua kaleng minuman, ia kembali mendekati Nissa yang hanya diam memperhatikan gerak-gerik tubuhnya dengan menyodorkan sebuah kaleng minuman ke depan Nissa.

“Buat aku, dok?” Tanya Nissa tak percaya. Alya mengangguk dengan senyum yang ramah.

“Jadi atlet karate pasti lelah bukan, kamu butuh minuman penyegar ini biar bisa fresh dan kembali semangat," ujar Alya lagi-lagi dengan sikap ramahnya yang di sukai Nissa.

“Oh ya, ini, biasanya kalo saya lagi capek banget, saya selalu makan permen ini buat nambah semangat, meskipun nggak begitu ngaruh. Tapi aroma mintnya bisa membantu sedikit menjernihkan pikiran saya." Alya berganti menyodorkan dua bungkus permen mint berwarna biru, kemudian Nissa menerimanya dengan tak enak hati.

“Terimakasih, dok.”

“Dok,” panggil Nissa, Alya menaikkan kedua alisnya dengan satu tangan memegang kaleng yang baru saja ia seruput isinya.

“Bisa bicara non formal aja nggak? Kayaknya kita juga seumuran.” Alya nampak berfikir sebentar, di lihatnya mata gadis di sampingnya tak berhenti untuk mengikuti setiap gerak geriknya.

“Gimana?” tawar Nissa.

Alya mengangguk, ia tidak begitu punya banyak teman dengan alasan dirinya yang merasa tidak begitu pandai bersosialisasi.

Bahkan Nissa waktu mengajaknya berbicara saja ia sempat gugub, takut jika nada bicaranya menjadi belibet dan menimbulkan reaksi tak nyaman lawan bicaranya tapi beruntungnya di dekat Nissa ia lebih bisa santai dan tidak terlalu kaku ketika berbicara.

“Nah gitu kan enak, gue nggak bisa formal banget, kaku banget, bikin capek.” Alya tersenyum, tak mengerti hendak menanggapi apa tapi ia mencoba professional untuk terlihat seperti orang yang sudah jago bersosialisasi dengan baik.

“L-lo,” Nissa menoleh. Dan tersenyum kecil menatap wajah Alya.

“Gapapa kali." Nissa menatap name tag yang ada di jas Alya, “Al.” Alya melotot, Nissa bisa semudah itu merasa santai dengan orang asing.

“Zaibunnisa Andhira, gue atlet karate kelahiran 1995.” Sapa Nissa menyodorkan tangannya ke depan Alya. Bermaksud mengajak berkenalan untuk lebih dekat dengannya, karena sikap ramahnya, Nissa menyukai gadis disampingnya untuk di jadikan teman. Hatinya terlanjur srek.

“Lo?”

“Alya Syahira, penyuka musik, seni dan lukisan, kelahiran 1995.” Nissa tersenyum lebar ketika Alya membalas jabatan tangannya. Begitupun dengan Alya yang tersenyum manis menunjukkan deretan giginya yang putih dan bersih.

***

Seoul, Korea Selatan. 15:00

“Daebak!” seru gadis dengan dress bermotif bunga di depan pria yang menyibak rambutnya bergaya sok cool.

“Selamat oppa. Kau terpilih menjadi pemeran utama, aigo.” Kim Naeun, gadis cantik bersurai merah yang saat ini bertepuk tangan meriah dengan kedua sudut bibir mengembang sempurna ke atas. Karena bangga terhadap sahabatnya.

“Siapa dulu,” sorak pria tersebut.

“Lee Daehyun.” Jawab keduanya dengan serempak yang di iringi suara lantang kemudian keduanya tertawa bersama untuk kemenangan Daehyun yang berhasil menyelesaikan seleksi untuk casting pemilihan untuk peran utama.

“Ck, kali ini kau beruntung Daehyun-ssi.”

Daehyun bersamaan dengan Naeun menolehkan kepalanya pada pria berwajah marah yang saat ini menatap kearah Daehyun.

Daehyun membenarkan posisi berdirinya agar bisa menghadap pada pria bermarga Yang itu, menyelipkan kedua tangannya pada saku celana dengan wajah santai ia balas menanggapi tatapan tajam dari Yang dengan tatapan penuh rendah hati.

“Oh ayolah, kau juga beruntung terpilih menjadi pemeran teman utama pria, setidaknya bukan tokoh antagonis."

“Padahal wajahnya sangat cocok memerankan tokoh jahat,” Naeun berbisik pada Daehyun yang berdiri membelakanginya, Daehyun menggeleng untuk mengontrol ucapan Naeun.

“Munafik, kau suka! Kau mendapatkannya dengan mudah, setiap ada projek dengan kau, kenapa kau selalu beruntung terpilih sutradara, padahal debutku lebih dulu darimu! Itu tidak adil!” Hardik pria bernama Yang Yeonjin.

Daehyun menghembuskan nafas, “Hyung! Bukan berarti kau tidak bisa mendapatkannya, cerita ini juga tidak akan berfokus pada tokoh utama pria saja, sutradara sudah mengatakannya bukan, jika 4 pemain yang terpilih dia sama dengan peran utama, kau salah satunya,” paparnya dengan tenang.

Naeun sampai berdecak kagum pada pembawaan Daehyun yang sama sekali tidak marah atau sampai berkata-kata kasar karena sudah di sudutkan oleh Yeonjin.

Yeonjin berdecak memegangi kepalanya, “Apa perlu aku bilang kepada sutradara untuk mengganti peranku?” Daehyun cukup tau akan sifat Yeonjin yang mudah iri kepadanya, ia akan mengalah jika Yeonjin mau.

“Tidak usah, kau hanya akan mempermalukanku!” Selepasnya mengatakan hal tersebut, Yeonjin segera pergi dengan nafas tak beraturan karena kalap akan emosi.

Naeun mendekati Daehyun, kemudian mengusap punggung sahabatnya yang terlihat sedih.

“Daehyun-ah, berhenti menjadi orang terlalu baik dan lembut, kau akan merugikan dirimu sendiri nanti.” Daehyun menoleh pada Neun, lalu kembali memamerkan senyum manisnya.

“Eh, eh, oppa!” pekik Naeun kaget, Daehyun tiba-tiba memeluknya erat juga menaruh kepalanya sendiri pada pundak Naeun, tubuh pria itu sedikit membungkuk untuk menyamakan pundak Naeun dengan kepalanya.

“Usap kepalaku Naeun,” Naeun tercengang dengan nada berat Daehyun yang memintanya mengusap kepala pria itu. Naeun menurut lalu mengusap kepala pria itu dengan lembut dan hati-hati.

“Eugh, nyaman sekali.” Bulu kuduk gadis itu meremang karena terkena hembusan nafas Daehyun yang berhasil menggelitiki area lehernya, ia terus mengusap rambut tebal berwarna hitam itu dengan perlahan.

Daehyun semakin mengeratkan pelukannya pada tubuh Naeun. Naeun tersenyum, ia tanpa sadar sudah menempelkan pipinya pada rambut Daehyun dengan tangan tak berhenti untuk mengusap kepala pria itu.

***

Rumah dengan nuansa pedesaan yang melekat, Daehyun menatap rumah itu dengan kedua tangan di masukkan ke celana pun dengan mata sibuk menyapu setiap sudut dalam rumah ini.

“Rumah siapa?” Tanya Naeun yang baru menjembulkan kepalanya dari pintu masuk, Daehyun menoleh sekilas lalu dirinya berjalan menuju pigora yang sudah berdebu di rak meja.

Mengambilnya lalu ia berikan pada Naeun yang sudah berada di dekatnya.

“Nugu?” Tanya Naeun pada Daehyun yang tersenyum sembari memandangi pigora kecil di tangan Naeun.

“Appa, eomma." Naeun tersentak kecil, lantas kepalanya menoleh lagi pada pigora di pegangannya. “Kau tau apa yang membentukku menjadi seperti ini,” sambung Daehyun menatap tepat pada mata kucing Naeun.

Naeun menggeleng, “Appa, didikannya tidak pernah gagal untuk anaknya,” Daehyun tersenyum kecil mengingat ucapan sang ayah pada masa dulu saat dirinya masih berumur 19 tahun.

“Appamu?” Daehyun mengangguk.

“Dia bukan orang asli Korea,” balas Daehyun tersenyum simpul menatap Naeun di depannya. Naeun mengangguk saat rasa penasarannya terjawab. Lalu pria itu mengambil alih pigora di tangan Naeun dan meletakkannya kembali di baris pada jajaran pigora dan piala juara yang dulu pernah ia raih.

“Eomma, bogoshipda.” Ia mengelus lembut bagian wajah Yeojeong yang terhalang kaca pigora, wajahnya tidak jelas di dalam pigora karena seperti bekas rematan lalu berganti menatap wajah sang ayah yang membuatnya sangat merindukan pria paruh baya itu tiba-tiba.

Tenyata sudah tiga tahun saja ia meninggalkan tanah kelahiran ayahnya. Dan fokus berakarir di sini.

Daehyun akhirnya berbalik guna menyudahi acara tatapan matanya menatap pigora usang itu agar tidak berakhir menangis karena merindukan keluarganya, saat pria itu membalik seluruh tubuhnya dengan kedua tangan di masukkan pada saku.

Ia mendapati wajah tercengang Naeun yang terus memandangi foto keluarganya. Pria berwajah campuran darah Korea itu lantas terkekeh kecil karena gemas. “Naeun-ah!” pekik Daehyun sengaja membuat gadis itu terkejut, Naeun refleks menoleh padanya dengan wajah cengo campur terkejut.

Pria itu tertawa puas, “Haish! Kau mengejutkanku!”

Daehyun menarik tubuh kecil Naeun, membawanya menuju tubuhnya untuk ia rangkul kemudian berjalan keluar bersama. “Kajja! Aku sudah lapar.”

“Aku ingin pulang Oppa, aa!” tolak Naeun berusaha melepas rangkulan tangan Daehyun.

“Sebentar aja, ayo.” Naeun mendesis kesal pada Daehyun yang memaksanya duduk dalam mobil, Daehyun tersenyum ketika Naeun sudah duduk manis dengan bibir cemberut pun dengan tangan bersedekap dada.

“Pemaksa,” cacinya pada Daehyun yang sudah mendaratkan pantatnya pada kursi di samping kursi penumpang.

Daehyun memberinya wink andalan pria itu dan berhasil membuat Naeun tidak bisa lagi untuk menahan kedutan di kedua bibirnya.

***

Rs. Hyun-Dae.

“Katanya kalo di tempat kerja. Lo harus bisa selektif milih pertemanan.” Ungkapan singkat yang penuh makna dari Zaibunnisa yang sempat gadis itu katakan beberapa menit yang lalu, tidak pernah ia lupakan.

“Kira-kira, siapa yang bisa dipercaya.” Tubuh rampingnya menyender pada tembok dengan satu kaki menyilang, juga dengan jari telunjuk yang sibuk melingkari wajah setiap orang yang menjadi targetnya.

“Aigo khamcagiya!” Alya hampir terjatuh dengan posisi tubuh sudah oleng kesamping. Namun, tangan lainnya menemplok pada dinding dan satunya lagi memegang dadanya sendiri karena syok.

Jantung gue hampir melorot astaga. Batinnya masih setengah syok, ia kembali memposisikan dirinya untuk berdiri tegak guna menatap lawan bicarannya yang kini masih cekikikan dibuatnya.

“Hai, anak baru?” Tanya seorang pria dengan kisaran umur 30 an. Dengan tinggi melebihi puncuk kepalanya, membuatnya harus mendongak guna bertatapan mata dengan pria itu.

“Orang baru,” benahnya tersenyum sopan lalu membungkuk 90 derajat. Sedangkan pria di depannya masih terpukau dengan tingkah gadis di hadapannya saat ini.

“Oke-oke, lo nggak perlu bungkuk 90 derajat segala.” Paparnya ramah dari pria pemilik tahi lalat di ujung matanya.

Alya kembali menegakkan tubuh rampingnya dengan kedua tangan menyatu kedepan perutnya.

Ia melirik pria didepannya yang menggunakan jas dokter sama sepertinya, bedanya pria itu nampak habis selesai operasi karena terlihat dari seragam berwarna hijau yang tengah pria itu kenakan.

Setau Alya pria ini adalah asisten utama tim bedah Toraks Profesor Dokter Irwan, karena saat berkunjung kerumah sakit di temani sang papa, Alya sempat diberi tahu sedikit mengenai tugas mereka, termasuk dengan pria yang tersenyum manis kearahnya sekarang.

“Attitude lo cukup di acungi jempol untuk ketemu orang baru kayak gue.” Urainya tersenyum ramah hingga kedua matanya ikut menghilang waktu tersenyum.

“Karena saya, suka melihat idol kpop waktu membungkung, membungkuk, ah maaf, maksut saya membungkuk sopan di depan orang lain, dan saya mencoba menerapkannya.” Alya menggigit lidahnya karena lagi-lagi ia belibet mengucapkan kata-kata panjang di hadapan orang asing.

Sedangkan di hadapannya, pria itu malah tertawa ngakak karena gadis di depannya sangat kerepotan mengucapkan kata-katanya sendiri.

Alya meringis malu, jantungnya pun ikut berdebar-debar selalu ketika ia baru pertama kali di pertemukan dengan orang baru.

“Santai aja kalau sama gue.” Alya membalasnya dengan sebuah anggukan dan senyum singkat.

“Oh ya, kita belum kenalan, gimana kalo kita kenalan dulu?” tawar pria di depannya. Alya gelagapan apalagi ketika pemuda itu menatapnya cukup dekat, pula dengan tubuh sedikit merunduk guna menyamakan tingginya yang hanya 160 cm itu.

Alya sempat terhipnotis untuk beberapa detik berlalu hingga pria itu menepuk kecil pundaknya. “Tok, tok, aduh, punggung gue pegel,” keluhnya saat gadis itu tak kunjung bersuara.

“Maaf,”

“Santai, nama lo siapa?” ulangnya dengan tersenyum manis.

“Alya Syahira.” Jawabnya kembali membungkukkan sedikit tubuhnya. Pria itu lantas terkekeh kecil karena gemas.

Padahal dirinya sudah menyodorkan tangan ingin berjabat tangan dengan gadis itu. Tapi tidak apalah, kemudian ia menarik kembali tangannya dan meletakkannya ke belakang tubuh.

“Cantik, kayak orangnya.” Namanya, “kenalin, nama gue Nathan Wiratama. Gue orangnya humble, dan murah senyum, so, jangan takut apalagi gugup depan gue, mengerti manis.”

...****...

...Jgn lupa like, dan komen masukannya yaa.. Gomawoyoo♡...

Terpopuler

Comments

Ara Mae Alisoso Engbino

Ara Mae Alisoso Engbino

Terima kasih untuk cerita yang luar biasa, tolong jangan berhenti!

2023-07-15

1

Phoenix Ikki

Phoenix Ikki

Waduh, aku ikutan deg-degan baca nih. 😱😍

2023-07-15

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!