..."Andai hari itu tidak ada, mungkin kenangan indah kebersamaan kita, tak akan terangkai."...
...-Hazel...
...*****...
Duduk bersandar di kepala ranjang, Wajahnya terlihat tirus, tahi lalat disudut bibir menjadi poin utama pada parasnya, lelaki itu berpaling kesamping, menuju jendela transparan yang menyuguhkan langsung langit siang berwarna biru cerah berkombinasi dengan awan-awan putih.
Tubuh kekarnya yang dulu telah direnggut oleh penyakit yang dideritanya, tidak ada lagi fisik yang kuat, yang ada hanyalah fisik yang ringkih, bibirnya terlihat pucat pasi dan keropos.
Pakaiannya berwarna biru muda, tanpa dijelaskan lebih detail, sudah dapat ditebak pakaian yang dia kenakan adalah pakaian khas apa. Dia ingin keluar dari sini, tapi dia harus sembuh dulu, dia tidak ingin berjumpa dengan pujaan hatinya dalam keadaan dirinya yang rapuh.
"Gue pengen menemui kalian.." gumamnya lirih. Pandangan nanar nya menunduk, jatuh pada lembaran foto cetak menampilkan seorang Gadis muda bersama dengan anak kecil.
"Kak Atur, makan dulu. Lo belum makan dari pagi kan? Pokoknya kali ini lo harus makan sampe habis, awas aja kalo enggak, gue gak mau ngurus lo lagi, gue udah bela-belain keluar cari makanan kesukaan lo. "
Pintu ruangan berwarna serba putih itu terbuka menghadirkan seorang lelaki lain ditemani ocehan khasnya, dia melangkah kearah dirinya. "Rega, menurut lo, apakah gue masih ada harapan untuk sembuh?" tanyanya tidak nyambung.
"Kenapa gak bisa?" Diletakannya cup berisikan bubur ayam diatas nakas. Dia melirik laki-laki yang sedang duduk bersandar di brangkar rumah sakit.
"Soalnya penyakit yang gue derita, mustahil banget untuk bisa di sembuhkan."
"Elah, lo pesimis banget jadi orang. Lagian, bagus dong kalo lo metong, gue gak perlu berbagi hak warisan."
Senyum tipis tersungging di bibirnya, ucapannya terkesan pedas, tapi terlepas dari itu dia tahu, bahwa orang laknat ini yang paling peduli dan sayang padanya. Pandangannya menerawang lurus.
"Kira-kira apakah gue masih bisa bertahan sampai di hari yang mana gue bisa bertemu dengan mereka dan mengatakan satu kata yang paling ingin gue katakan pada dia. Maaf, gue pengen minta maaf yang sebesar-besarnya atas kesalahan besar gue.."
"Kalo lo mau panjang umur, lo harus makan. Kesembuhan lo juga butuh tenaga biar semangat berjuang." Dia duduk di kursi yang ada ditepi ranjang dengan mengaduk-ngaduk bubur ayam ditangannya.
"Rega, lo bisa berjanji?"
"Janji apa?" Tatapannya terpatri pada sebuah iris netra yang kelihatan redup.
"Kalo misalnya gue gak bisa bertahan sampai saat itu, wakili gue untuk menyampaikan permintaan maaf."
...*****...
Dari tadi benda pipi itu telah berbunyi banyak kali. Bukan, bunyi itu bukanlah alarm buat membangunkan Hazel. Tapi nada dering yang mengusik mimpi indahnya.
Masih dalam keadaan setengah sadar Hazel meraba-raba permukaan kasur disekitarnya meraih handphone-nya yang tidak kunjung berhenti mengeluarkan suara, matanya menyipit begitu disorot oleh cahaya radiasi ponsel.
"Hallo? ini jam berapa lo nelepon?! tahu waktu gak sih?!" Hazel meletakkan benda itu ke telinganya. Dengan muka bantal dia berpaling kearah jam yang terpajang sempurna di bagian dinding kamarnya, menunjukkan pukul empat! Perlu digaris bawahi pukul empat woy! ini masih dini hari. Dasar manusia jahanam!
Padahal semalam baru habis sleep call hingga dia baru tertidur larut malam. Hazel mendadak menyumpah serapahi Calix dalam hati. "Bangun woy! temani gue, gak bisa tidur ini." Dari seberang sana suara bariton yang super nyebelin terdengar.
"Lo yang gak bisa tidur, kok lapor sama gue?! emang gue obat penenang?!"
"Gue baru habis ngegame."
"Emang gue nanya?!" Sumpah deh, jika lelaki dibalik telepon ini ada didekatnya, Hazel ingin menghantamkan balok kayu di kepalanya biar gegar otak sekalian. Bisa-bisanya menganggu tidur nyenyak nya hanya masalah sepele seperti ini.
"Ck, jangan lupa nanti pagi gue jemput." Ah, iya, Hazel baru ingat, besok pagi Calix sudah berjanji akan menjemputnya. Hazel sebenarnya kurang setuju, mengingat jika keluarganya mungkin akan menolak keras jika dia menjalin hubungan dengan lelaki.
Tapi--Calix tidak bisa diatur! dia itu cowok batu! keinginannya tidak bisa diganggu gugat! Ngomong-ngomong, sudah berapa lama hari jadian dadakannya dengan Calix ya? kira-kira berapa minggu? Entahlah, Hazel malas mengingat-ingatnya.
"Iya, ish! di depan gang asal. Awas lo jemput dirumah, gue tak hih!"
"Lah? biasanya kan cewek-cewek maunya dijemput langsung dirumah. Lo malah mau dijemput depan gang." Keanehan Hazel benar-benar unik. Beda dari cewek-cewek pada umumnya. Makanya, Calix tertarik menjadikannya mainan semata. Mainan, catat!
Hazel berdecak kesal, "Kalo ketahuan sama Mama dan Papa gue pacaran, nanti dimarahin. Udahan ya? gue mau turu."
"Mau turu atau mau sleep call sama cowok lain?!"
"Heh bapak lo sama cowok! cowok gue beda dimensi mana bisa sleep call-an. Udahlah, gue mau otw bobo lagi. Bye!"
Tut..tut..tut..
Layar ponsel Calix menghitam, dia menatapnya tidak percaya, besok-besok dia akan membawa ponsel ini ke tempat service untuk diperbaiki, pasalnya seumur-umur baru kali ini Perempuan yang menutup panggilan darinya lebih dahulu, biasanya selalu dari dia yang menolak panggilan yang masuk.
"Siapa?" tanya Candra sang sohib, dengan muka-muka yang super kusut karena baru terjaga dari alam mimpinya diusik oleh suara Calix. Disampingnya lagi ada seseorang yang lain yaitu Farel yang tengah tertidur pulas.
Sekarang mereka sedang berada di apartemen Calix, dimana ada Calix maka disana juga ada mereka, sebut saja mereka sebagai trio HB (Handsome boy).
"Biasa, mainan. Gak penting ck." Calix dongkol memikirkan kekasih sementaranya, kalau sudah bosan palingan akan dia campakkan.
"Gwak pwentwing gwimwanwa, bwulwan bwelwum bwergwanwi swurwya swudwa nwelpwon.." Gumam Candra tidak jelas, suaranya teredam dibalik bantal, dia telah mengubah posisi tubuhnya menjadi tengkurap.
"Argh! sudahlah, tuh cewek memang paling bisa bikin gue stres! mending gue tidur!" Calix mengacak-ngacak rambutnya gusar sebelum ikut merebahkan tubuhnya, menyusul kedua kawannya yang kini sudah terlelap.
...*****...
Jayden--Abang Hazel duduk dimeja pantry menunggu Sang Ibu yang sedang berkutat dimeja dapur membuat sarapan pagi untuk mereka. "Jay? Adek mu mana? belum bangun?" tanya Ghea--Mama dari Hazel dan Jayden.
Jayden mengangkat bahunya tak tahu, "Gak tahu Mah, tadi Jay lihat pintu kamarnya masih tutup."
"Huh! tuh anak! kebiasaan kebo! bangunin gih!" Titahnya disambut oleh delikan ogah dari Jayden.
"Ogah aku! bangunin dia itu ibaratkan bangunin mayat hidup! gak bakal bangun hanya sekali teriakan bahkan menggunakan toa sekalipun!"
"Pake caramu yang biasa aja. Buruan! bisa telat nanti Adek mu kalau banguninnya ditunda-tunda." Desak Ghea tak sabaran.
Mau tidak mau Jayden dengan berat hati mengangkat bokong lalu bangkit dengan kasar. "Kalo patah punggungnya jangan salahin Jay ya!" Jayden menaiki struktur undakan tangga menuju keatas.
Sesampainya didepan kamar Hazel, Jayden menggunakan cara paling aesthetic yaitu menendang daun pintu kamar milik Adik cantiknya hingga terbuka lebar-lebar, untung saja pintu itu benda mati, jika tidak, mungkin saja dia sudah mengajak Jayden berperang. "Woy Hazel bangun!!! Lo gak mau berangkat sekolah?!"
"Ish bentar Bang! lima menit deh!" Racau Hazel masih setengah tidur, dia menendang udara sekali.
Jayden melangkah kearah jendela dan menyingkap tirai jendela membiarkan cahaya mentari pagi masuk kedalam kamar Hazel, berharap dengan begitu mungkin tidur Adiknya sedikit terusik.
"Lima menit lo itu tujuh purnama!! cepetan bangun! lo yang gak bangun, gue yang bakal kena omel Mama gara-gara gak berhasil bangunin elo!" Jayden kemudian menyibak selimut yang menutupi setengah dari tubuh Adiknya.
"Lima menit lagi, beneran." Oke, jurus andalan akan digunakan oleh Jayden.
Bugh!
Detik berikutnya, punggung Hazel menghantam kuat lantai karena ditarik oleh Jayden hingga tubuh mungilnya jatuh. Sudahlah! encok lah sudah pinggangnya!
Hazel bangun sambil memegangi punggungnya yang terasa akan patah.
"Ssshhh, dasar Abang durjana huaaa! punggung gue sakit Bang!! kalo patah, transplantasi tulang punggung lo!"
Hazel merengek, dia menangis sambil mengadu sakit merasakan punggungnya yang seakan remuk redam.
"Salah sendiri molor mulu kerjaan! sekarang pergi ke kamar mandi, cuci muka, sikat gigi lalu siap-siap ke sekolah!"
"Ish iya-iya!" Tidak ketinggalan dengan misuh-misuhnya Hazel bangkit, dengan memegangi belakang punggungnya dia berjalan tertatih-tatih ke kamar mandi.
"Jayden kampret!" Teriaknya lantang sebelum membanting kuat pintu kamar mandi.
"Hazel kampret!" Balas sang empu tidak mau kalah.
*****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
Lisa Z
awas nanti jilat ludah sendiri loh calix
2023-10-14
0
Lisa Z
anti mainstream dikit...iya kan hazel? wkwk
2023-10-14
0