BAB 4

“Ada apa ini?"

"Rame sekali?”

"Tamu dari mana?”

Serentetan pertanyaan di benak Lusi ketika melihat halaman rumahnya yang luas dipenuhi empat unit kendaraan mewah yang terparkir berjajar tak beraturan.

Gadis itu melangkahkan kakinya perlahan. Mencoba mengintip dari balik pintu sebelum memasuki ruang tamu.

'Rame sekali tamunya,' bathinnya sekali lagi saat didapatinya ruangan itu dipenuhi orang yang kesemuanya laki-laki.

Lusi melangkah mendekat, penasaran. Membuka pintu lebar-lebar.

“Nah, itu anaknya sudah pulang,” sorak Bu Merry kegirangan. Diikuti pandangan mata semua yang ada di ruangan itu menoleh ke arah Lusi yang masih tegak mematung di depan pintu.

Bu Merry melangkah menuju Lusi, dan merangkul bahunya untuk membawa gadis itu masuk menghampiri para tamu.

Tentu saja Lusi terheran menerima perlakuan sang ibu tiri yang berubah 180 derajat dari biasanya. Senyum wanita setengah baya itu pun mengembang lebar.

Seorang pria hampir sebaya almarhum ayah Lusi beranjak dari duduknya dan melangkah mendekati Lusi. Namun Lusi bergeming seraya meneliti penampilan pria yang kini terpaku beberapa langkah dihadapannya itu.

Pria setengah baya berusia diperkirakan melewati angka lima puluh tahun. Berbadan tegap walaupun sedikit tambun, rambutnya klimis khas pria dewasa. Tatapannya begitu takjub melihat paras Lusi. Dan sudah pasti membuat gadis itu gugup ditatap intens seperti itu. Apalagi dengan senyum pria itu yang sulit dia pahami maknanya.

Pria itu mengangguk-angguk kagum disertai seringai kecil disudut bibirnya. Dan melangkah lebih mendekat lagi ke hadapan Lusi. Tentu saja membuat Lusi merasa risih dan sangat tidak nyaman.

“Lusi sayang, ini Pak Bramanto Raharjo, beliau ini teman dekat ayahmu. Ayo kasih salam,” suruh Bu Merry memaksa tangan Lusi mengulurkan tangannya ke hadapan pria yang di sebut Bramanto tadi.

Teman dekat ayah?

Rasanya belum pernah liat?

Lusi kenal hampir semua teman-teman ayahnya, tapi sosok yang ini rasanya asing untuknya. Dia belum pernah bertemu sama sekali. Dan seingat dirinya, tidak pernah sekalipun terdengar nama Bramanto Raharjo sebagai teman ayahnya yang pernah disebut oleh almarhum ayahnya.

“Kamu cantik sekali. Sekolah? Atau kuliah?“ Pak Bramanto menyambut uluran tangan Lusi dan meremasnya lembut.

Lusi merasa risih karenanya. Ia berusaha menarik tangannya, tapi pria itu justru semakin mengeratkan genggamannya.

“Saya sudah tidak kuliah, Om. Berhenti di semester satu,” jawab Lusi singkat.

Pak Bramanto menarik napasnya, seperti puas dengan jawaban Lusi yang singkat itu.

Lusi menarik tangannya ketika ia merasakan genggaman tangan Pak Bramanto sudah melonggar. Dan menyeka telapak tangan pada celana jeansnya.

Gadis itu menatap satu persatu pria yang berkerumun di dalam ruangan itu. Ada sembilan orang pria, usia mereka tampaknya jauh lebih muda dari Pak Bramanto.

Raut dan sikap tubuh mereka tampak kurang bersahabat. Tak ada satu pun wajah mereka yang sedap di pandangan mata. Dengan badan yang tegap dan sangat kaku.

'Siapa mereka ini? Aparat keamanankah? Atau tentarakah?' Pikir Lusi dalam hati.

“Lusi, ehmmm, gini loh. Pak Bramanto ke sini untuk mengucapkan belasungkawa pada kita. Beliau baru saja dapat kabar tentang kematian ayah kamu.” jelas Bu Merry dengan bola mata bergerak-gerak bergantian menoleh pada Lusi kemudian Pak Bramanto.

Pak Bramanto yang namanya disebut, mengangguk satu kali dengan penuh wibawanya tanpa melepaskan tatapan tajamnya pada Lusi.

“Hmm. Benar. Saya baru dapat kabar siang ini, makanya saya lekas kemari. Saya sudah lama tak jumpa dengan ayah kamu, tapi ternyata sekalinya mendapat kabar almarhum sudah berpulang. Saya turut berbela sungkawa, Lusi.” Dengan suaranya yang berat Pak Bramanto ikut menimpali.

Lusi mengangguk lemah. Dan tampak awan duka seketika menggelayut di sorot matanya.

“Terima kasih, Om.” Hanya itu Lusi menjawab disertai anggukan hormat.

“Maaf, Om. Saya belum pernah lihat Om sebelumnya bersama ayah saya. Sebab biasanya ayah selalu memperkenalkan teman-temannya sama saya,” sedikit curiga Lusi bertanya. Namun tetap menjaga nada suaranya dengan sopan.

Sejenak Pak Bramanto dan Bu Merry saling bertukar pandang lalu beralih kembali pada Lusi yang masih menatap lurus pada Pak Bramanto, menunggu jawaban dari pria itu.

“Almarhum ayah kamu itu teman saya yang cukup akrab sebenarnya. Memang kami tidak terlalu sering bertemu. Karena kami sama-sama sibuk. Tapi ayah kamu itu teman saya yang paling saya suka untuk bertukar pikiran soal bisnis. Kebetulan kami menekuni bidang usaha yang sama. Cuma beda ruang lingkup saja. Bisnis saya ekspedisi juga tapi dalam skala Internasional dan quantiti yang sangat besar dengan alat angkut berupa peti kemas di pelabuhan,” lugas Pak Bramanto menjelaskan pada Lusi yang tampak manggut-manggut bersama tatapan tajamnya.

Entah gadis itu paham atau tidak. Yang jelas dia mulai percaya bahwa pria bertubuh gempal itu mengenal Almarhum ayahnya, karena dia tahu persis mengenai bisnis ayahnya.

“Oiya, Lusi. Saya dengar dari ibu kamu ini, kamu bekerja di toko bunga hias, betul begitu?” lanjut Pak Bramanto, kali ini senyuman kecil terbit disudut bibirnya.

Lusi mengangguk mantap, “Iya, Om.”

“Nah, kebetulan sekali. Besok sore saya akan mengadakan satu perhelatan di rumah. Istri saya ingin sekali seluruh bagian rumah saya di hiasi dengan dekorasi bunga-bunga yang cantik. Tapi dia tak paham soal bunga. Kamu bisa kan bantu istri saya?”

Mendengar penuturan Pak Bramanto, seketika senyum Lusi pun mengembang.

Melihat tampilan parlente Pak Bramanto beserta mobil-mobil yang dia perkirakan tak berharga murah yang berjajar di halaman rumahnya, bisa diperkirakan laki-laki setengah abad dihadapannya ini pasti memiliki rumah yang besar dan mewah. Dan yang pasti akan membutuhkan rangkaian bunga yang lumayan banyak, bahkan bukan lumayan lagi, tapi sangat banyak.

Bisa dia bayangkan bagaimana sumringahnya Bu Dahlia nanti ketika mendengar orderan besar yang akan dia dapatkan nanti. Begitu pikirnya.

“Bisa, Pak. Nanti saya hubungin Bu Dahlia dulu,” ucap Lusi antusias.

“Oke, kalo begitu bagaimana kalo kamu ketemu istri saya dulu sekarang. Biar kalian bisa diskusi santai di rumah. Saya yakin Istri saya akan senang sekali,” usul Pak Bramanto juga menunjukan raut antusiasnya seraya memainkan cincin berbatu zamrud yang melingkar di jari manisnya.

“Sekarang?” tanya Lusi untuk meyakinkan pendengarannya.

Pak Bramanto mengangguk kemudian menoleh pada Bu Merry yang juga ikut menyunggingkan senyumnya. “Ibu kamu juga ikut untuk menemani kamu. Gimana, Bu Merry?”

“A...Ah, Saya...Hmm....Oke,” jawab Bu Merry terbata-bata seraya mengangguk mantap bergantian pada Pak Bramanto, kemudian pada Lusi.

“Menurut saya lebih baik Bu Dahlia juga ikut, Om. Beliau boss saya, lebih paham soal rangkaian bunga yang sesuai untuk pesta di rumah Om,” tukas Lusi.

Kembali keduanya saling bertukar pandang, Pak Bramanto dan Bu Merry.

Bu Merry melangkah mendekat pada Lusi, kemudian melingkarkan lengannya ke bahu gadis itu. “Emmm... Lusi. Ini 'kan sudah sore, Ibu yakin Bu Dahlia juga sudah pulang. Kamu 'kan orang kepercayaannya Bu Dahlia, pasti kamu juga paham soal dekorasi bunga. Besok pagi baru kamu bicara sama Bu Dahlia sekalian bawa Bu Dahlia ke rumah Om ini. Untuk sekarang biar Ibu yang temani kamu. Nanti pulangnya kita sekalian mampir ke supermarket dulu untuk belanja bulanan kita, gimana?” usul Bu Merry meyakinkan Lusi.

Walaupun ada rasa malas menghampiri dirinya mengingat badannya yang sudah letih dan masih ada keraguan yang melingkupi hatinya. Namun pada akhirnya Lusi mengangguk juga.

“Yes, gitu dong!” seru Bu Merry dengan suara sedikit tertahan.

“Baiklah. Kalo begitu ayo kita berangkat sekarang, mumpung istri saya belum memesan pada toko bunga yang lain,” ajak Pak Bramanto memecah keraguan yang masih terselip di hati Lusi.

Bu Merry bergegas meraih tas tangannya dari atas meja televisi, kemudian dengan langkah mantapnya berjalan dibelakang punggung Pak Bramanto seraya menggamit lengan Lusi menuju keluar rumah.

Supir Pak Bramanto yang mengenakan safari hitam, membukakan pintu penumpang depan untuk Pak Bramanto, dan gantian membuka pintu samping untuk Bu Merry dan Lusi.

Satu persatu mobil-mobil mewah itu keluar meninggalkan halaman rumah. Menerobos jalan raya yang sudah sangat macet karena bertepatan dengan waktunya orang-orang  pulang kantor.

Di dalam Mobil Bu Merry dengan tenang membuka ponselnya dan berselancar melihat-lihat toko online yang menjual baju- baju dan perhiasan. Namun tidak dengan Lusi, ada gejolak di dalam bathinnya. Sejujurnya, dia masih ragu akan keputusannya ini. Tapi dia tetap berusaha menenangkan hati dan meyakinkan dirinya bahwa semua akan baik-baik saja.

Satu jam kemudian, iring-iringan mobil hitam itu memasuki pekarangan sebuah rumah yang mewah. Pagar teralisnya tinggi dan sepertinya di buka menggunakan remote control. Karena tak tampak ada seseorang yang membukanya.

Satu persatu pria-pria bertubuh kekar itu keluar dari mobil dan tampak mereka membentuk barisan di sisi kiri kanan menuju pintu kayu yang sangat kokoh dan besar dengan ukiran yang sangat detil.

Bu Merry dan Lusi pun turun dari mobil dan mengikuti langkah Pak Bramanto yang sudah turun lebih dulu. Gadis itu

mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru halaman rumah mewah itu. Sangat luas dan tamannya tertata rapi. di hadapannya berdiri kokoh bangunan bertingkat, bercat putih dengan tiang besar menjulang yang menopang bangunan itu.

“Ayo masuk,“ ajak Pak Bramanto mencolek sekilas lengan Lusi.

“Silahkan duduk, saya panggilkan istri saya dulu.” Pak Bramanto mempersilahkan keduanya ketika sudah memasuki ruang tamunya.

Bu Merry dan Lusi mengangguk sopan, lalu menghenyakkan diri mereka ke sofa hitam yang terasa sangat empuk yang berada di tengah-tengah ruangan dengan warna putih yang mendominasi.

Triing....Triing...Triiing....

Deringan nyaring yang berasal dari ponsel milik Bu Merry yang berada di genggamannya mengejutkan Lusi. Spontan Lusi menoleh ke arah Bu Merry yang lekas bergerak untuk menjawab panggilan di ponselnya itu.

“Halo...Iya?...Baik....Baik....Halo?? Tak terdengar. Coba saya keluar dulu ya, susah sinyal di dalam ruangan,” sahut Bu Merry dengan suara kencang dan berulang-ulang. Sepertinya percakapannya mengalami gangguan.

“Lusi, tunggu ya, ibu terima telepon dulu di teras,” ijinnya pada Lusi. Gadis itu hanya menatap punggung ibu tirinya yang berjalan tergesa-gesa keluar pintu, dan masih dengan ponsel yang menempel di telinganya.

Lusi hanya terdiam terpaku di sofa besar itu. Tak ada orang satupun yang tampak di dalam rumah megah itu. Sunyi.

Lama Lusi menunggu Pak Bramanto membawa istrinya turun untuk menemuinya. Begitu juga Bu Merry yang tak terdengar lagi suaranya.

Lusi bingung. Dia celingak -celinguk melemparkan pandangannya ke semua arah. Kemudian beranjak dari duduknya lalu melangkah hendak menuju teras depan rumah untuk menyusul ibu tirinya di luar sana.

Namun baru beberapa langkah mendekati pintu.....

Braaakkkk...!

Tiba-tiba pintu besar di hadapannya tertutup. Lebih tepatnya ditutup kasar. Lusi mendorong-dorong pintu itu tapi tak bisa terbuka. Terkunci!

“Ibuuuu! Ibuuuu!” teriaknya seraya menggedor-gedor pintu besar itu dengan sekuat tenaga.

Seementara yang terjadi di luar rumah itu, Bu Merry tersenyum lebar ketika mendengar suara pekikan Lusi yang memanggil-manggil namanya. Lantas melengos begitu saja merasakan aura kemenangan sebelum memasuki mobil yang tadi ditumpanginya.

Mobil itu pun bergerak cepat meninggalkan rumah besar itu. Meninggalkan Lusi yang masih melolong dan menjerit-jerit di balik pintu.

“Rasakan kau bocah sialan, habislah kau di tangan bandot tua itu. Hahahaha....” gumam Bu Merry lalu tertawa puas.

“Ayahmu sudah mati, giliran kamu yang harus menghasilkan uang buat aku,” lanjutnya tanpa belas kasihan sedikitpun pada anak tirinya yang dia tinggalkan.

Dia membuka tas tangannya. Mengeluarkan secarik kertas pesegi panjang. Sebuah Cek bertanda tangan Bramanto. Tertera deretan angka sejumlah tiga milyar pada kolom nominalnya. Kemudian di kecupnya cek itu. Lalu kembali tertawa penuh kemenangan.

Good Morning,

Jangan lupa tinggalkan jejak baca ya

Like, Vote, Kritik, Saran di komen

Terima kasih

Happy Reading

Terpopuler

Comments

Pipit Sopiah

Pipit Sopiah

gila Mak Lampir

2022-12-30

0

Azd

Azd

anjinnn di jual😥

2021-07-28

0

Puji Rezeki

Puji Rezeki

kurang ajarrrr

2021-07-04

0

lihat semua
Episodes
1 BAB 1
2 BAB 2
3 BAB 3
4 BAB 4
5 BAB 5
6 BAB 6
7 BAB 7
8 BAB 8
9 BAB 9
10 BAB 10
11 Bab 11
12 BAB 12
13 BAB 13
14 BAB 14
15 BAB 15
16 BAB 16
17 Episode 17
18 BAB 18
19 BAB 19
20 BAB 20
21 BAB 21
22 BAB 22
23 BAB 23
24 BAB 24
25 BAB 25
26 BAB 26
27 BAB 27
28 BAB 28
29 BAB 29
30 BAB 30
31 BAB 31
32 BAB 32
33 BAB 33
34 BAB 34
35 BAB 35
36 BAB 36
37 BAB 37
38 BAB 38
39 BAB 39
40 BAB 40
41 BAB 41
42 BAB 42
43 BAB 43
44 BAB 44
45 BAB 45
46 BAB 46
47 BAB 47
48 BAB 48
49 BAB 49
50 BAB 50
51 BAB 51
52 BAB 52
53 BAB 53
54 BAB 54
55 BAB 55
56 BAB 56
57 BAB 57
58 BAB 58
59 BAB 59
60 BAB 60
61 BAB 61
62 BAB 62
63 BAB 63
64 BAB 64
65 BAB 65
66 BAB 66
67 BAB 67
68 BAB 68
69 BAB 69
70 BAB 70
71 BAB 71
72 BAB 72
73 BAB 73
74 BAB 74
75 BAB 75
76 BAB 76
77 BAB 77
78 BAB 78
79 BAB 79
80 BAB 80
81 BAB 81
82 BAB 82
83 BAB 83
84 BAB 84
85 BAB 85
86 BAB 86
87 BAB 87
88 BAB 88
89 BAB 89
90 BAB 90
91 BAB 91
92 BAB 92
93 BAB 93
94 BAB 94
95 BAB 95
96 Episode 96
97 SIDE STORY/ EXTRA PART 1
98 SIDE STORY/EXTRA PART 2
99 SIDE STORY/EXTRA PART 3
100 SIDE STORY/ EXTRA PART 4
101 SIDE STORY/EXTRA PART 5
102 SIDE STORY/ EXTRA PART 6
103 SIDE STORY / EXTRA PART 7
104 SIDE STORY/ EXTRA PART 8
Episodes

Updated 104 Episodes

1
BAB 1
2
BAB 2
3
BAB 3
4
BAB 4
5
BAB 5
6
BAB 6
7
BAB 7
8
BAB 8
9
BAB 9
10
BAB 10
11
Bab 11
12
BAB 12
13
BAB 13
14
BAB 14
15
BAB 15
16
BAB 16
17
Episode 17
18
BAB 18
19
BAB 19
20
BAB 20
21
BAB 21
22
BAB 22
23
BAB 23
24
BAB 24
25
BAB 25
26
BAB 26
27
BAB 27
28
BAB 28
29
BAB 29
30
BAB 30
31
BAB 31
32
BAB 32
33
BAB 33
34
BAB 34
35
BAB 35
36
BAB 36
37
BAB 37
38
BAB 38
39
BAB 39
40
BAB 40
41
BAB 41
42
BAB 42
43
BAB 43
44
BAB 44
45
BAB 45
46
BAB 46
47
BAB 47
48
BAB 48
49
BAB 49
50
BAB 50
51
BAB 51
52
BAB 52
53
BAB 53
54
BAB 54
55
BAB 55
56
BAB 56
57
BAB 57
58
BAB 58
59
BAB 59
60
BAB 60
61
BAB 61
62
BAB 62
63
BAB 63
64
BAB 64
65
BAB 65
66
BAB 66
67
BAB 67
68
BAB 68
69
BAB 69
70
BAB 70
71
BAB 71
72
BAB 72
73
BAB 73
74
BAB 74
75
BAB 75
76
BAB 76
77
BAB 77
78
BAB 78
79
BAB 79
80
BAB 80
81
BAB 81
82
BAB 82
83
BAB 83
84
BAB 84
85
BAB 85
86
BAB 86
87
BAB 87
88
BAB 88
89
BAB 89
90
BAB 90
91
BAB 91
92
BAB 92
93
BAB 93
94
BAB 94
95
BAB 95
96
Episode 96
97
SIDE STORY/ EXTRA PART 1
98
SIDE STORY/EXTRA PART 2
99
SIDE STORY/EXTRA PART 3
100
SIDE STORY/ EXTRA PART 4
101
SIDE STORY/EXTRA PART 5
102
SIDE STORY/ EXTRA PART 6
103
SIDE STORY / EXTRA PART 7
104
SIDE STORY/ EXTRA PART 8

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!