ILUSIANA (KAWIN KONTRAK)
Hari sudah menjelang malam, menuju pukul sembilan.
Seorang gadis manis dengan rambut di kuncir kuda melangkah mengendap- ngendap memasuki rumah berpagar tinggi, dengan harapan tak ada orang di rumah itu yang melihatnya masuk.
Dia sudah membayangkan apa yang bakal dia hadapi jika dipergoki pulang selarut ini.
Hati-hati dia membuka pintu dapur belakang dan memasuki pelan-pelan dengan langkah berjinjit. Lalu menutupnya kembali, perlahan tanpa suara.
“Lusiiiiii....!!!” teriak seseorang dengan suara lengkingan yang sangat keras dan geram.
Lusiana, gadis si pemilik nama itu spontan terpatung dengan nyali menciut dan wajah tertunduk.
'Waduh ketauan,' desisnya dalam hati ketakutan.
Ibu Merry, si ibu tiri. Wanita paruh baya usia 45 tahun itu mendekati Lusiana, berkacak pinggang sambil menatap geram pada wajah Lusiana yang tengah mematung ketakutan.
“Bagus ya, kau! Mengendap-ngendap seperti maling. Liat itu jam berapa sekarang?”
Merry mengangkat wajah Lusi dengan menjambak kasar kuncir kudanya, menengadahkan wajah gadis itu ke arah jam di dinding dapur.
Lusi meringis, dengan kelopak mata mengatup rapat, menahan perih pada bagian belakang kepala. Serasa rambutnya akan tercerabut dari akarnya.
“Maaf, Bu. Saya tadi ikut bu Dahlia dulu antar pesanan karangan bunga ke gedung pernikahan,” jawab Lusi terbata bata. Tangannya berusaha menarik rambut kuncir kudanya yang masih dicekal Ibu Merry.
“Pintar cari alasan! Dasar anak gak tau diri!” hardik ibu Merry makin mengencangkan tarikan tangannya di rambut kuncir kuda Lusi.
“Paling dia abis pacaran tuh, Mah. Dasar genit!” Tiba- tiba suara seorang gadis ikut menimpali di belakang punggung Ibu Merry.
Priska adik tiri Lusi ikut-ikutan berkacak pinggang menatap sinis pada Lusi yang tengah meringis kesakitan.
“Sumpah, Bu. Aku gak bohong. Ibu bisa tanyakan ke bu Dahlia, kok," jawab Lusi memohon.
“Ngapain bawa-bawa bu Dahlia? Pasti kalian sudah bersekongkol. Saya tau Dahlia itu pasti bela kamu. Dasar kalian berdua itu sama aja tukang bohong!" hardik Bu Merry lagi.
“Benar, Bu. Sumpah aku gak bohong.” Lusi mulai menitikan air mata karena perih yang dia rasakan dikulit kepalanya.
Pak Hamzah dengan tertatih-tatih melangkah menuju dapur. Pria tua itu terkejut melihat putri kandung kesayangannya tengah diserang oleh istri dan anak tirinya.
“Ada apa ini? Lepaskan, Bu. Tega sekali kamu!” Suara Pak Hamzah meledak.
Merry melepaskan tarikannya dari rambut Lusi dengan kasar. Dan masih melotot geram pada gadis cantik itu.
“Ini anakmu nih, perempuan pulang malam, mengendap ngendap kayak maling. Pake berbohong pula,” tuduh Merry menunjuk-nunjuk hidung Lusi dengan kesal.
“Lusi, dari mana kamu, Nak? Kok pulang semalam ini?“ Pak Hamzah mendekati putrinya dan bertanya pelan. Sambil tangannya merapikan rambut Lusi yang acak-acakan akibat jambakan Bu Merry.
“Tadi sore bu dahlia minta aku temanin dia antar karangan bunga ke Hotel Citra, Yah. Dan menunggu pembayarannya lama. Orang yang mengatur pembayarannya harus ambil uang dulu ke atm,” jawab Lusi di sela tangisnya.
“Alaaaah, bohong itu! Alasan saja kau!” tampik Ibu Merry sinis
Pak Hamzah menghela nafasnya berat. Sejenak Dia betulkan letak syal yang melilit lehernya, merasakan dingin di tengkuknya karena hembusan angin malam yang menerobos ke dalam ruangan itu.
“Ayah percaya sama kamu, Lusi. Ya Sudah masuk kamarmu, mandi dan jangan lupa sholat Isya dulu ya,” perintah Pak Hamzah seraya membelai kepala putrinya dengan rasa iba.
Lusi hanya mengangguk pelan lalu ngeloyor pergi dari hadapan mereka di bawah tatapan sinis ibu tiri dan adik tirinya itu.
“Tolonglah, Bu. Jangan kasar sama Lusi. Dia, kan anakmu juga.” Lirih suara Pak Hamzah menghadapi Bu Merry.
“Dia anakku? Ini nih yang anakku,“ bantah Bu merry sambil menepuk pelan bahu Priska yang berdiri di sampingnya.
“Lusi cuma anak tiriku, tau! Dan Kau jangan selalu membela anak kandungmu itu. Sudah jelas dia selalu bikin masalah di rumah ini, masih saja kau bela,” tambah Bu merry dengan nada angkuh.
“Dulu sebelum kita nikah kau berjanji akan menganggap Lusi sebagai anak kandungmu, tapi kenyataannya setelah kita berumah tangga tiap hari kau perlakukan anakku dengan buruk,” ucap Pak Hamzah. Ada rasa getir dalam nada suaranya. Tampak bola matanya berkaca-kaca.
“Aku menerima kau dengan tulus, Merry. Dan aku selalu menganggap Priska adalah anakku sendiri, walaupun jelas bukan darah dagingku.” Tambah Pak hamzah menunjuk Priska yang berdiri melipat kedua tangan didadanya.
Gadis itu tidak suka dengan nada bicara ayah sambungnya itu. Dia hanya berdecih lalu membuang wajah, enggan menoleh pada sang ayah.
“Aahh, sudahlah! Dasar kau memang tidak adil. Kau selalu membela anak kandungmu itu. Mau salah, mau benar, tetap aja kau bela. Aku keras sama Lusi karena aku gak mau anak itu bertingkah macam-macam yang bisa mencoreng nama baik keluarga kita, Mas,” tutur Merry beralasan.
“Memangnya Lusi ngapain aja selama ini? Toh dia cuma bekerja di toko bu Dahlia karena kau melarangnya kuliah. Dia mencari penghasilannya sendiri karena kau tidak pernah memberinya uang, Aku tau itu, walaupun kau berbohong pada ku selama ini. Jatah bulanan Lusi kau ambil, kan?” tuding Pak Hamzah marah walaupun suaranya lemah menahan sesak di dadanya.
“Jatah bulanan yang kau berikan untuk hidup kita gak cukup, Mas. Belum lagi uang kuliah Priska yang sangat mahal. Cicilan hutang-hutang kamu di bank yang tiap bulan puluhan juta harus kita bayar. Pusing aku mikirinnya. Lusi, kan tidak kuliah, ya jadi buat apa dikasih jatah bulanan. Mandirilah sedikit, jangan jadi anak manja," cerocos Merry sengit.
Pak hamzah menghela nafas berat. Dalam hati beliau mengakui memang kini dia tengah mengalami masalah ekonomi yang sangat pelik.
Perusahaan ekspedisinya diambang kebangkrutan karena kalah bersaing dengan perusahaan-perusahaan ekspedisi raksasa yang sudah menjamur.
Sekarang perusahaannya itu terseok-seok bertahan hidup dengan 20 karyawan saja. Ditambah lagi hutangnya yang sangat besar di bank akibat kesalahan terbesarnya yaitu mengikuti Investasi yang ternyata fiktif.
Demi ambisinya memperoleh keuntungan besar dari investasi yang ditawarkan oleh salah satu rekannya itu, Pak Hamzah rela menggadaikan rumah satu-satunya itu ke bank. Tragis.
Belum lagi dengan masalah kesehatannya yang kian hari kian menurun. Jantungnya yang sudah bermasalah dan harus dibantu dengan beberapa ring untuk tetap bekerja memakan biaya pengobatan yang tidak murah setiap kali berobat.
Yah, itulah derita Pak Hamzah. Hari-hari yang harus dilewatinya semakin suram dengan kelakuan Istri yang baru dinikahinya lima tahun lalu dan anak tirinya yang materialistis dan boros itu.
Pak Hamzah melangkah gontai memasuki kamar Lusi yang pintunya tidak terkunci. Dia menatap nanar wajah anak gadisnya yang sudah terbuai dalam mimpi. Rasa iba pun merasuki diri.
Tiap hari gadis itu melewati hari dengan segala cacian dan makian. Bahkan sering kali mendapat tamparan hingga pukulan dari Merry, ibu tirinya yang sadis itu cuma lantaran masalah sepele.
Tapi Pak Hamzah tak punya daya untuk membela putri cantiknya itu. Tubuh rentanya sudah kian lunglai. Kadang dia merasa hidupnya pun tidak lama lagi berakhir.
Mata tua itu mendapati foto berbingkai dengan gambar seorang wanita cantik berambut lurus menjuntai di samping bahu.
Pak Hamzah membelai foto itu. Foto ibu kandung Lusi. Kecantikannya tampak jelas menurun kepada putri semata wayangnya itu.
Ilusiana dengan kulit yang putih, hidung kecil namun tegak, dan bentuk mata yang bulat dengan bulu lentik yang menggemaskan. Bibir kecilnya tampak menawan ketika sedang tersenyum dan tertawa, membingkai deretan gigi putihnya yang rapi.
Sifatnya pun tak jauh berbeda dengan almarhumah Ibunya yang tegar, cerdas, periang dan pekerja keras.
Air mata pak Hamzah yang sedari tadi menggenang di ujung mata pun bergulir, menetes di atas bingkai foto itu.
“Maafkan aku Alisia. Aku ternyata bukan ayah yang baik untuk anak kita. Aku laki-laki yang lemah. Ayah yang penakut dan tak berdaya. Aku ingin sekali menyusulmu ke surga, Lisa. Aku sudah lelah,” sesalnya dalam hati.
Didekapnya bingkai itu lama, lalu dia letakan kembali ke tempat semula di meja samping ranjang yang ditempati Lusi.
“Tidurlah yang nyenyak, Anakku yang cantik. Maafkan ayah yang tidak kuasa melindungimu. Ayah hanya mampu berdoa untukmu, Nak. semoga Tuhan selalu menjagamu dan melindungi dirimu.” Pak Hamzah berbisik lirih di telinga putri cantiknya itu.
Tangan keriputnya membelai sayang kepala putrinya. Tubuh gadis itu berputar membelakangi ayahnya yang duduk di bibir ranjang.
“Semoga kamu tetap kuat, Nak. Putri kecilku.” Pak hamzah mengecup sekilas kepala putrinya, lalu perlahan bangkit dan menjauh dari ruangan itu.
Pak Hamzah geleng-geleng kepala lemah memandangi sekeliling ruangan sempit itu, yang merupakan bekas gudang barang-barang yang tak terpakai.
Bu Merry yang memindahkan Lusi untuk menempati gudang ini sebagai kamar tidurnya lantaran Priska merajuk ingin menepati kamar Lusi yang sangat rapi dan luas di lantai dua.
Lusi sama sekali tidak membantah, justru gadis itu mengalah dan ikhlas menuruti keinginan adik tirinya itu. Priska yang jahat tidak pernah sekali pun berterima kasih.
Gadis itu sebaya dengan Lusi, 21 tahun. Hanya terpaut beberapa bulan saja. Lusi sedikit lebih tua darinya.
Semula Pak Hamzah berharap dia bisa menjadi sahabat dan saudara yang akrab untuk Lusi. Namun kenyataannya justru sangat bertolak belakang.
Priska sangat iri dengan Lusi. Sejak awal pernikahan Ibunya dengan duda kaya yang ditinggal wafat istrinya, dia sudah kesal melihat Lusi, putri semata wayang duda itu.
Lusi lebih cantik dari dirinya. Di sekolah Lusiana sudah menjadi idola murid-murid dan guru-guru. Karena kecantikan dan keramahannya pada semua orang.
Tutur katanya manis, tak pernah berkata kasar walaupun dalam keadaan yang kurang mengenakkan. Karena ibu kandung Lusi selalu mengajarkan tata krama yang baik.
Prestasi akademisnya pun bagus. Kemampuan otaknya jauh di atas kemampuan berpikir Priska yang hanya seorang anak manja yang tak mau berusaha mengerjakan apapun dengan tangannya sendiri.
Cast Ilusiana {Lusi}
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments
Pipit Sopiah
hadir di ceritamu thor,,, wah Dil raba Dil Murat Thor😍
2022-12-30
0
anwespa_taexonct
BaAB17
2021-12-18
0
Laras Kasih
Aku mampir nih rhor yg ke 3x nyaaaaaaaa...suka sama semua karyamu aku makkk 😍😭😭
2021-09-04
1