Selamat datang di PT Sumber Intisari Indonesia. Perusahaan yang bergerak dalam bidang distribusi produk-produk makanan. Banyak sekali jenis produk makanan yang di distribusikan PT. Sumber Intisari Indonesia, mulai dari snack, makanan beku, hingga tepung kue instan. Disinilah tempat ku bekerja mencari nafkah, sebagai salesman. Seperti yang sudah aku ceritakan sebelumnya. Tugasku sebagai salesman adalah, menghampiri setiap toko-toko kue di kota Bandar Lampung, untuk menawarkan produk-produk yang dijual perusahaanku.
Sebelum kami para salesman berangkat menuju toko-toko untuk menawarkan produk, terlebih dahulu kami melakukan brifing pagi di kantor PT. Sumber Intisari Indonesia, yang terletak di kawasan pergudangan, Campang Raya, Bandar Lampung. Yang kami lakukan saat brifing adalah, menceritakan kendala-kendala kami di lapangan kepada atasan kami, yang kami sebut supervisor. Saat sedang brifing bisanya juga dimanfaatkan supervisor untuk menyampaikan program-program promosi yang berkaitan dengan produk-produk yang kami jual. Setidaknya, seperti itulah yang seharusnya kami lakukan ketika brifing. Tapi pada kenyataannya, hal-hal yang aku sebutkan tadi hanya berlaku saat brifing di hari senin saja. Karena, saat hari selasa, rabu, sampai sabtu, yang kami lakukan ketika brifing itu macam-macam; ada yang melanjutkan tidur, ada yang nonton drama Korea di handphone-nya, ada yang main game, ada juga yang sibuk membicarakan politik. Ya, seperti kataku tadi, macam-macam.
Hari ini adalah hari senin. Hari dimana supervisor kami yang bernama Erwin, melaksanakan tugasnya dengan benar, yaitu, memimpin (karena besok sampai sabtu, Erwin biasanya sibuk bermain game di komputer kantor yang berada di meja kerjanya).
Kami melakukan brifing di dalam ruangan sebesar 5x6 meter persegi. Di dalam ruangan yang temboknya di cat dengan warna krem itu, diletakkan sebuah meja berbentuk bundar dengan empat buah kursi disisi-sisinya. Di meja inilah, biasanya kami para salesman duduk. Lalu di ruangan itu juga terdapat dua buah meja kerja beserta kursinya, yang ditempatkan di pojok kanan dan kiri ruangan menghadap ke arah pintu masuk. Meja yang berada di pojok kanan adalah meja kerja milik Erwin. Sedangkan meja kerja yang ada di sebelah kiri, meja milik kordinator salesman yang posisinya sudah lama kosong.
Perusahaan kami membagi salesman menjadi tiga team: team snack yang menjual berbagai macam makanan ringan. Team makanan beku, yang menjual berbagai macam makanan beku (sosis, nugget, spicy wing, dll) . Lalu ada team tepung kue instan, di team inilah aku berada.
Sebagai seorang supervisor, Erwin mengepalai semua team. Lalu di dalam setiap team ada seorang pemimpin, jabatan ini disebut sebagai kordinator salesman. Karena dua bulan yang lalu kordinator kami yang bernama Pak Salman meninggal dunia karena penyakit hepatitis. Maka jadilah, Erwin sebagai supervisor, mendapatkan tugas ganda untuk memimpin team kami, sampai jabatan kordinator salesman itu ada yang mengisi.
Hari ini Erwin begitu bersemangat memimpin brifing pagi di hadapan team tepung kue instan yang beranggotakan empat orang, termaksud diriku. Seperti biasanya, Erwin selalu bisa melontarkan kalimat-kalimat yang dapat memacu semangat setiap orang yang mendengarnya. Erwin memang terkenal mampu memilih kata-kata yang dapat memikat lawan bicaranya. Kepintarannya dalam berbicara itulah, yang mengantarkan Erwin ke posisinya sekarang. Karena kata-katanya bukan hanya bisa dia gunakan untuk merayu setiap toko-toko yang dia kunjungi agar mau membeli produk yang dijual perusahaan kami dalam jumlah yang lebih banyak daripada yang bisa di jual oleh salesman-salesman. Kepintaran Erwin dalam bercakap, juga dia gunakan untuk menjilat pantatnya Pak Zulkarnain, pemilik PT. Sumber Intisari Indonesia.
Erwin memang cukup berprestasi waktu dirinya masih menjadi salesman. Tapi bagiku, dia adalah tokoh antagonis di perusahaan tempatku bekerja. Kenapa? Karena dirinya tukang ngadu, dan suka melebih-lebihkan sebuah cerita, supaya bisa dia gunakan sebagai senjata untuk menjatuhkan lawan-lawannya dalam meraih posisinya sekarang. Hal itu yang dia gunakan untuk mengkudeta Pak Aris, supervisor kami sebelumnya. Coba kalian bayangkan. Masa bisa-bisanya Erwin bilang ke Pak Zulkarnain, kalau Pak Aris suka menjelek-jelekan perusahaan di hadapan para pemilik toko? Tentu saja hal itu membuat Pak Zulkarnain naik darah dan langsung menurunkan jabatan Pak Aris menjadi staff gudang. Padahal, aku tahu sendiri, kalau Pak Aris adalah seorang introvert, yang lebih suka bekerja menyendiri di dalam kantor dan hanya mengunjungi toko-toko jika ada keperluan saja. Mana bisa orang sepertinya menjelek-jelekan perusahaan. Oleh sebab itu, aku menyebut Erwin sebagai antagonis. Aku benci sekali dengan orang-orang gila jabatan seperti dia, yang sanggup melakukan apapun untuk meraih posisi yang dia incar.
Umur Erwin lebih tua dua tahun dariku. Sama denganku, bapaknya orang Jawa, dan ibunya orang Lampung. Erwin itu memiliki pemikiran; bahwa faktor utama yang bisa menghancurkan mahligai rumah tangga ialah, ekonomi. Oleh sebab itu, Erwin bertahan membujang dan fokus kepada karirnya, agar bisa mengumpulkan sebanyak-banyaknya rupiah, untuk bekalnya nanti ketika sudah berumah tangga. Sebenarnya aku sedikit setuju dengan pemikirannya soal rumah tangga. Bedanya aku tidak sefanatik dia. Kalau aku, jika memang sudah ada yang cocok dan wanitanya mau menikah denganku, ya berangkatlah ke KUA.
Di dalam ruangan brifing, Erwin masih sangat berapi-api menjelaskan produk baru yang akan segera di launching dan akan didistribusikan oleh perusahaan tempat aku berkerja. Sebuah produk tepung ice cream instan, yang pembuatannya hanya tinggal mencampurkan tepung instan itu dengan 250ml susu full cream, lalu diaduk menggunakan mixer. Setelah adonan sudah mengembang, adonan disimpan di dalam lemari pendingin, hingga adonan membeku. Erwin menjelaskan tentang produk itu sambil berjalan mengitari meja bundar tempat aku dan ketiga rekanku duduk di kursi yang berada di sisi-sisinya.
Aku duduk di kursi yang paling dekat dengan pintu masuk ruangan brifing. Sedangkan kursi sebelah kiriku, diduduki temanku yang bernama, Boris. Boris adalah seorang lelaki asli suku Bata, yang memiliki tinggi badan 167cm dan memiliki tubuh yang sedikit gemuk. Dia adalah salesman yang bertugas mengunjungi toko-toko di area luar kota Bandar Lampung. Jadi, karena jarak tempat dimana toko yang harus dia kunjungi jauh-jauh. Boris diminta hanya mengikuti brifing di hari Senin dan Sabtu, saja. Sedangkan hari lainnya, Boris langsung berangkat menuju lokasi toko-tokonya berada. Satu hal yang paling kusuka dari Boris, dirinya jago sekali bernyanyi. Pernah sekali waktu, aku puji kemampuannya bernyanyi, lalu katanya, "hey Ben, kau tidak tahu saja. Di lapo tuak dekat rumahku, ada sepuluh orang Batak yang suaranya lebih bagus daripada aku," ucapnya. Tentu saja aku tidak percaya begitu saja dengan ucapannya, karena aku mau lihat sendiri buktinya. Lalu suatu hari aku diajak Boris mengunjugi lapo tuak dekat rumahnya, yang dia bilang ada sepuluh orang Batak yang punya suara lebih bagus dari dia. Kemudian setelah kulihat sendiri, ternyata apa yang diucapkan Boris, benar!
Aku lanjutkan ke rekan kerjaku yang duduk di kursi didepanku. Dia adalah wanita satu-satunya yang berada di dalam team-ku. Seorang wanita keturunan tionghoa bernama, Jessica. Bagiku, Jessica adalah versi lain dari adikku, Fitri. Jika Fitri tenggelam dalam fantasi horornya, maka Jessica tenggelam di dalam fantasi Korea-nya. Jessica adalah seorang penggemar fanatik film, drama, dan musik yang berasal dari negara Korea Selatan. Setiap harinya dia selalu bercerita kepadaku tentang update-update terbaru, yang terjadi di dalam industri hiburan di negara Korea Selatan. Fanatisme Jessica terhadap industri hiburan asal Korea Selatan membuatku sedikit khawatir dengan keadaan mentalnya. Bagaimana tidak? Jessica memiliki imajinasi tinggi terhadap idolanya. Jessica merasa bahwa idolanya hanyalah miliknya seorang dan tidak akan membiarkan orang lain boleh mencintainya. Terkadang Jessica menganggap idola asal Korea-nya itu kakaknya, besoknya akan berubah menjadi pacarnya, terkadang juga tunangan, suami, bahkan kembarannya.
Lalu ada satu lagi rekan kerjaku yang berada di team salesman tepung kue instan. Seorang pria yang berasal dari keluarga asal suku Betawi, bernama Jayadi. Jayadi adalah pria yang humoris. Dia adalah yang paling akrab denganku, atau lebih tepatnya, Jayadi sengaja mendekatiku karena dia menyukai adikku, Fitri. Jayadi sering berkunjung ke rumahku. Ketika datang berkunjung ke rumahku, tak lupa Jayadi membawa segala macam jenis makanan dan minuman seperti martabak, donat, pizza atau Thai Mango (dimana jus mangga dipadukan dengan susu, whipped cream, ice cream vanila dan terdapat potongan mangga sebagai topping di atasnya). Tapi sialnya, semua makanan dan minuman itu tidak ada yang berakhir di dalam perutku, karena Jayadi membawanya hanya untuk Fitri dan kedua orang tuaku.
👁👁👁
Di dalam ruangan brifing, Erwin sudah selesai menjelaskan prihal produk baru yang nantinya akan kami tawarkan ke toko kami masing-masing. Boris, Jessica, dan Jayadi sudah mulai memasukkan buku dan pena mereka di dalam tas masing-masing, lalu bergegas pergi meninggalkan kantor.
Aku sengaja mengulur waktu, membiarkan rekan-rekanku pergi lebih dulu, supaya aku punya waktu berdua bersama Erwin. Hari ini aku ingin menyerahkan surat lamaran pekerjaan yang dititipkan Lela.
Ketika semua rekan-rekanku sudah pergi meninggalkan ruang brifing. Aku berjalan mendekati Erwin yang sedang duduk di kursi meja kerjanya.
"Mas Erwin, kantor kita masih membuka lowongan pekerjaan untuk posisi sales kordinator tidak?" tanyaku pada Erwin.
"Ya," jawab Erwin sambil menganggukan kepalanya. "Kamu punya kenalan yang menurutmu potensial untuk jabatan itu?" tanyanya padaku.
"Mas tahu, kan? Lela anak pemilik toko Sumber Kue yang ada di pasar Bambu Kuning?"
"Tau," jawab Erwin, "yang anaknya manis itu kan?"
"Iya, Mas," jawabku padanya. Pikirku, tahu saja dia kalau Lela manis.
"Lalu, kenapa?" tanya Erwin padaku.
"Kamarin aku belanja di toko Sumber Kue. Terus Pak Selamet nanya-nanya info lowongan kerja sama aku. Ya, aku kasih tau kalau perusahaan kita lagi membutuhkan sales kordinator. Jadi, Lela menitipkan surat lamaran ini padaku," ucapku, sambil menyerahkan amplop coklat berisi surat lamaran kerja milik Lela kepada Erwin.
Setelah mengambil amplop coklat yang aku berikan, Erwin segera membuka, dan melihat isi surat lamaran yang ada di dalamnya.
"Aku pikir, kalo Lela bekerja disini, omset kita di toko Sumber Kue bisa jadi lebih besar dari sebelumnya." Aku berusaha merayu Erwin.
Erwin menganggukkan kepalanya sehabis mendengar ucapanku. "Boleh juga idemu," ucapnya sambil tersenyum kepadaku. "Nanti Aku bicarakan ke Pak Zulkarnain soal ini."
Melihat respon yang diberikan Erwin, tentu saja membuat hatiku sedikit lega. Hanya inilah yang bisa aku lakukan untuk membantu Lela agar bisa mendapatkan pekerjaan. Besar harapanku agar si Lela dapat bekerja di perusahaan yang Bapak dan Ibu pimpin. Atas perhatiannya, saya ucapkan terima kasih.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments
NH
gaya bahasanya othor cowok, anjaiiii....😬😬👍👍 lanjoottt....
2020-10-08
0
Rachmat
kern sekali penutup chapternya..
2020-06-19
0
Heni Hendiani Hendiani
detail banget ttg dunia persalesan..jangan2 author nya sales jg😅✌
2019-12-16
1