Sesuatu mengganggu waktu tidurku, ketika seseorang dengan motivasi pembunuhan bayaran profesional, mengetuk pintu kamarku, sambil berteriak, "Bang!" Berkali-kali.
Hal pertama yang aku lakukan ketika terbangun kerena terganggu suara panggilan dan ketukan itu adalah, menatap jam dinding yang masih menunjukkan pukul empat lewat sebelas pagi. Aku sempat berfikir untuk menghiraukan bedebah yang sedang berusaha merusak waktu istirahatku, dan menarik sampai ke dagu selimutku yang bermotif bunga-bunga yang aromanya uuuhhh ... seperti ada mamalia mati di dalamnya (pukul tulang keringku dengan besi, jika kalian tahan berada di dalam selimutku lebih dari tiga puluh menit).
"Bang!"
Panggilan dari depan pintu masih terus berlangsung (beserta ketukan tiga kali setiap kata "Bang!" terucap). Oh, ya ... sungguh nistanya orang itu! Dan aku, menyerah. Aku beranjak dari tempat tidurku, berjalan menuju pintu, kemudian kubuka pintu kamarku, dan kulihat seorang wanita yang sejak tadi merusak waktu istirahatku sedang berdiri di depan pintu, dia menatapku, dan senyum penuh kemenangan mengembang di bibirnya. Wanita itu tak lain dan tak bukan adalah adikku, Fitri.
"Kenapa Fit? Apakah ada yang mati?" tanyaku kepadanya. Sinis.
"Hahaha ... si Abang. Bangun tidur aja bawa-bawa ajal, sombong amat!" balasnya, lalu tertawa.
"Terus ... kenapa?"
"Pinjem HP dong, Bang? Numpang tethering," jawabnya. Dengan gigih dia memberikan senyuman terbaik agar terlihat menggemaskan.
"Ambil sendiri sana!" balasku, ketus. Lalu aku berjalan kembali ke tempat tidurku, sedangkan Fitri melangkah memasuki kamarku, lalu berjalan ke arah meja di bawah jendela, tempat aku meletakkan handphone milikku.
Sesampainya di atas kasur, aku rebahkan kembali tubuhku, aku jatuhkan kepalaku di atas bantal, lalu kutarik selimutku sampai ke dagu. Kemudian aku melirik Fitri, aku lihat dia sudah mengambil handphone milikku dan sedang berjalan ke arah luar kamar.
Sesampainya Fitri di depan pintu, "Bang?" panggilnya.
Aku lihat saja dia, tanpa berkata-kata. Mau apa lagi dia?
"Itu selimut bau mayat. Cuci napa?" ucapnya, kemudian menutup pintu, lalu dia tertawa-tawa di luar kamarku, dan kalimat *** sudah sampai di ujung lidahku.
🕓🕔🕕
Sinar matahari menembus gorden tipis berwarna merah yang aku pasang untuk menutupi jendela kamarku. Sinarnya tidak menyilaukan, namun cukup bagiku sebagai pertanda, bahwa hari sudah menyambut pagi. Lalu, aku beranjak dari tempat tidur untuk kedua kalinya hari ini—setelah subuh tadi Fitri mengganggu waktu tidurku. Aku berjalan menuju jendela yang kusennya berwarna putih, lalu kubuka gorden, kubuka jendela, membiarkan sinar matahari dan udara pagi memasuki kamarku. Kemudian aku memutar tubuhku, lalu pandanganku menangkap sebuah poster yang aku tempel di dinding samping pintu kamarku. Poster itu bergambar wajah seorang penyair terkemuka Indonesia, Si Binatang Jalang, Chairil Anwar. Tertulis di bagian bawah poster tersebut sebuah kata: Mampus Kau. Dikoyak koyak Sepi ( "Sia-sia", Februari 1943 ).
"Sayang kau mati muda. Seandainya Tuhan memberimu waktu lebih banyak, mungkin semakin banyak juga karya-karya yang kau wariskan kepada generasi kami. Agar kami bisa menjadi super keren, seperti kau!" ucapku, sambil kupandang poster itu.
Kamarku ini tidaklah besar dan mewah, hanya sebuah ruangan sebesar 3x4 meter yang dinding dan plafonnya di cat warna putih. Terdapat sebuah spring bed ukuran single yang aku letakkan di pojok ruangan. Tak lupa, aku letakkan sebuah meja kayu berwarna natural di bawah jendela, dan ada juga sebuah lemari pakaian dua pintu di pojok kamar—berhadapan dengan pintu. Lalu ...
"Bang!"
Apakah ini semacam dejavu? pikirku, ketika aku mendengar suara Fitri dan ketukan di pintu kamarku persis seperti yang aku dengar tadi subuh. Namun kali ini, Fitri membuka pintu dari luar. Aku ingat, Fitri yang terakhir menutup pintu, dan aku tidak menguncinya. Tak lama setelah pintu terbuka, kepala Fitri menjulur masuk ke dalam kamar dan berkata, "Nih Bang, HP-nya," katanya, sambil menyodorkan handphone milikku yang dia pinjam subuh tadi (hal yang menyadarkanku kalau ini bukan dejavu).
Aku menghampiri Fitri, lalu meraih handphone yang dia kembalikan.
"Makasih ya, Bang?" kata Fitri, setelah aku mengambil handphone yang dia kembalikan.
"Iya ...."
"Bang, kata Ibu kalo sudah mandi sama sarapan. Abang ke toko Sumber Kue, beli tepung lima kilo. "
"Sumber Kue?"
"Iya, toko Sumber Kue. Toko besar yang ada di pasar Bambu Kuning," terang Fitri.
"Iya, Abang tau. Kan Abang sering ke toko itu," kataku. "Ya sudah, nanti Abang ke sana."
Sebenarnya Fitri tidak perlu menjelaskan dimana lokasi toko Sumber Kue kepadaku. Pertama, itu memang toko langganan tempat ibuku belanja bahan-bahan kue, dan akulah yang selalu mengantarkan ibuku berbelanja. Lalu alasan yang kedua, toko Sumber Kue adalah toko kue terbesar di kotaku. Setiap salesman yang menjual produk bahan-bahan kue sepertiku, pasti mengenal toko itu. Kemudian alasan yang ketiga, di toko itulah, aku bertemu pujaan hatiku, Nurlela.
Ngomong-ngomong soal Fitri. Adikku itu sebenarnya memiliki paras wajah yang cantik, warisan dari Ibuku. Matanya besar, dengan bulu mata yang panjang dan lentik. Kulitnya putih bersih, hidung mancung, bibir tipis, bentuk wajah tirus, badan langsing, rambut panjang hitam bergelombang, dan memiliki tinggi badan, 161 Cm. Tapi sayang, anugerah Tuhan yang diberikan kepadanya, dirinya sia-siakan dengan prilakunya yang menyimpang. Kegemarannya dengan cerita dan film horor, ternyata berdampak kepada prilaku, pola pikir, dan seleranya. Contohnya: Fitri selalu memakai minyak wangi beraroma bunga mawar, atau kalau dia bosan, Fitri menggantinya dengan aroma bunga melati. Fitri juga hobby mengoleksi benda-benda yang berkaitan dengan okultisme, bahkan beberapa kali aku memergokinya sedang mencemili kelopak bunga melati di dalam kamarnya. Entah kenapa adikku itu terlihat seperti anggota sekte rahasia penyembah setan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments
Nanik Harahap
di BAB kedua,bukan lagi cengar cengir tapi ngakakkkkkk bacanya.
Keren thor....
Lanjuttttttt.....
2020-12-20
0
NH
oke deh sampe sini sepertinya aku cocok, gaya bahasanya enak semoga ceritanya seru 😬
2020-10-08
0
Fuadah Elmi Endriani
aku suka novelnya kak 😁😄🤣🤣 ngakak abis bacanya 😊semangat terus ya kak bikin novelnya 😘💪💪
2020-07-16
0