Bima Sakti

Hari ini ekskul fotografi akan dimulai, Zeta sudah bersemangat sejak jam pelajaran terakhir tadi. Sayang, Meli tidak ikut ekskul yang sama. Meli lebih memilih ekskul PMR. Zeta tengah mengutak- atik kameranya, lalu mencoba untuk memotret keadaan sekitarnya. Hampir saja Zeta terlonjak kaget ketika seseorang menepuk bahunya.

“Sorry, lo kaget ya?” tanya orang itu, sedikit merasa bersalah.

“Nggak apa- apa."

“Uhm, maaf lo dudukin buku gue.”

Zeta segera bangun dan benar saja ada sebuah majalah yang ternyata sedaritadi ia duduki. Zeta memberikan majalah itu dengan ekspresi tidak enak. Zeta benar- benar merasa bersalah.

“Maaf ya, aku bener- bener nggak tau kalo ada buku di situ.”

“Udahlah, santai aja. Lo anak fotografi?”

Zeta hanya mengangguk, ia masih merasa bersalah. Beruntung majalah itu tak sampai lecek atau yang lebih parah robek.

“Kenalin, gue Bima. Anak fotografi juga.”

“Aku Zeta, Kak.” Jawab Zeta yang matanya melirik kearah bedge kelas milik Bima.

Akhirnya Zeta dan Bima asyik mengobrol, banyak yang mereka perbincangkan. Mereka berdua cepat akrab, karena obrolan mereka nyambung satu sama lain. Zeta jadi tahu jika Bima suka memotret pemandangan. Jika Zeta aktif di malam hari, berbeda dengan Bima yang lebih aktif di pagi dan siang. Bima sering naik turun gunung untuk mengabadikan sunrise dan sunset.

Ketika sedang asyik mengobrol, tiba- tiba saja seseorang menarik tangan Zeta. Orang itu mengisyaratkan agar Zeta mengikutinya. Tentu saja Zeta terus meronta, pergelangan tangannya terasa perih. Sementara Bima tidak bisa apa- apa, karena dia juga tak mau berurusan dengan orang itu. Bima juga bukan tidak mengenal Zeta, bahkan kini seluruh penghuni sekolah tahu siapa Zeta. Gadis manis yang senang tersenyum dan ceria itu kini terkenal bak artis yang tengah naik daun. Namun sepertinya Zeta tak menyadari hal itu.

“Kak, lepasin tangan aku. Sakit.” Pinta Zeta memelas, bahkan air matanya hampir saja lolos.

Orang itu melepaskan cekalannya dan menghadap kearah Zeta. Kini mereka berada ditempat parkir sekolah, hanya ada beberapa motor yang terparkir disini.

“Kak Galaksi kenapa tarik- tarik tangan aku?” tanya Zeta akhirnya.

“Gue mau anter lo pulang.” jawab Galaksi datar.

“Aku masih ada ekskul, belum mulai malah. Nanti aku bi…”

“Ya udah, gue temenin.” Potong Galaksi dan ia berjalan menuju anak- anak fotografi berkumpul.

Zeta hanya menatap punggung kokoh Galaksi. Zeta menggaruk pelipisnya yang tidak gatal. Dia bingung dengan perlakuan Galaksi akhir- akhir ini, kadang baik kadang juga galak.

Galaksi duduk di sebelah Zeta dengan tatapan datarnya, tentu membuat anak- anak yang lain merasa tidak nyaman. Apalagi ketika ada seorang anak yang hendak duduk disebelahnya maupun sebelah Zeta, Galaksi akan memberikan tatapan tajamnya. Alhasil tercipta jarak yang cukup lebar disisi kanan kiri mereka berdua. Sementara Zeta yang tak tahu apa- apa, memperhatikan sekitarnya yang sepertinya terlihat sangat tidak nyaman.

“Wah, ada Kang Galak. Lo sekarang gabung anak fotografi?” tanya seorang anak yang baru masuk.

Dibelakangnya ada Bima yang kini juga ikut memperhatikan Galaksi dan Zeta.

“Ckck, berisik lo!” decak Galaksi kesal.

Acara ekskul pun dimulai, diawali dengan perkenalan. Mereka memperkenalkan diri secara bergantian, saat tiba giliran Galaksi semua mata tertuju padanya. Mereka ingin tahu bagaimana Galaksi akan memperkenalkan diri.

“Gue cuma mau nemenin dia.” Ucap Galaksi singkat sambil menunjuk Zeta. Tentu Zeta sedang menahan malunya sekarang. Dia benar- benar merutuk dalam hati.

Tentu reaksi mereka berbeda. Ada yang tercengang, seperti anak- anak baru. Ada juga yang berusaha untuk menahan tawanya.

 

🪐🪐🪐🪐🪐

 

Zeta menghembuskan nafas lelah entah yang keberapa kali. Dia benar- benar tak mengerti arti dari perlakuan kakak kelasnya itu. tadi dirinya ketika hendak menelpon Vernon untuk menjemputnya, Galaksi langsung memberi perintah agar Zeta pulang bersamanya. Zeta turun dari motor Galaksi dan disambut Pak Wijoyo yang tengah duduk di teras rumah. Tentu Zeta terkejut, dia seketika bingung harus bagaimana. Pak Wijoyo yang melihat putrinya itu berjalan menghampiri.

“Kok baru pulang?” tanya Pak Wijoyo.

“Iya, tadi ada ekskul. Ekskulnya selesai agak lama.”

“Ini siapa Ze?”

“Te…”

Galaksi turun dari motor dan langsung menyalami Pak Wijoyo. “Saya Galaksi, Om. Saya mau minta izin Om kalau boleh.”

Tentu ucapan Galaksi membuat dua orang berbeda gender didekatnya kompak melihat kearah Galaksi. Pak Wijoyo mengangguk paham dan mempersilakan Galaksi untuk masuk ke dalam. Beliau meminta agar lebih baik bicara didalam daripada berdiri didepan gerbang. Sementara Zeta sudah ketar- ketir, ia takut jika Galaksi akan bicara yang tidak- tidak.

“Ze, kamu masuk dulu. Istirahat saja di kamar ya?” pinta Pak Wijoyo.

“Tapi, Yah?”

“Ze, kamu pasti capek. Nanti Ayah nyusul.”

Jika Pak Wijoyo sudah berkata seperti itu, mau tak mau Zeta harus menurutinya. Sebelum Zeta naik ke lantai dua, sempat ia melirik Galaksi yang ternyata juga tengah menatapnya. Ada senyum tipis yang ditujukan pada Zeta, entah apa arti senyuman Galaksi itu.

Zeta tengah mondar- mandir tak tenang. Tadi dirinya sudah menuruti perkataan Pak Wijoyo. Zeta sudah membersihkan diri, tapi dirinya tidak beristirahat, ia masih berjalan kesana kemari. Langit sudah beranjak gelap, tapi sepertinya dua pria dibawah masih asyik mengobrol. Zeta sedikit terlonjak ketika terdengar suara mesin motor yang dinyalakan. Zeta langsung menuju jendela kamarnya dan melihat apa yang terjadi.

Terlihat Galaksi dan Pak Wijoyo diluar sana. Tak lama Galaksi menggas motornya menjauh dari rumah Zeta, sementara Pak Wijoyo masih menatap kepergian Galaksi. Zeta mengernyit bingung, berbagai pertanyaan berkelebat dikepalanya. Zeta bermaksud keluar kamar untuk menanyakan apa saja yang diobrolkan mereka berdua. Namun ketukan pinta membuat Zeta mengurungkan niatnya. Zeta membukakan pintu dan terlihat Pak Wijoyo berdiri didepan pintu.

“Ayah ngobrol apa aja sama Kak Galaksi?” tembak Zeta langsung. Sementara Pak Wijoyo tersenyum melihat ekspresi penasaran Zeta.

 

🪐🪐🪐🪐🪐

 

Langit sudah gelap, seorang cowok baru saja sampai rumah. Dia memarkir motornya disamping sebuah mobil Terios. Cowok itu membenarkan posisi letak tasnya di bahu sebelum dia memasuki rumah. Cowok itu memasuki rumah yang terlihat sepi.

“Baru Pulang? Tumben?” tanya Pak Yoga – Papa Galaksi – yang sedang membaca buku di ruang tengah.

“Hmm.” Hanya gumaman Galaksi sebagai jawaban.

Galaksi langsung masuk kamarnya, seperti biasa hanya ada Papa dan adiknya di rumah besar ini. Bu Nisa belum pulang bekerja, Mama Galaksi memang seorang wanita karier. Jika Papanya lebih suka bekerja dari rumah, berbeda dengan Mamanya yang lebih suka bertatap langsung dengan para kliennya. Tiba- tiba Galaksi teringat ucapan Bu Nisa beberapa hari lalu ketika dirinya mengajak Zeta kesini.

Galaksi turun setelah mandi, badannya terasa lebih segar setelah seharian banyak peluh yang membanjiri tubuhnya. Di meja makan sudah ada Papa dan adiknya. Galaksi segera duduk di sebelah adiknya yang tengah sibuk membaca komik. Sementara Pak Yoga fokus dengan ponselnya.

“Tadi kamu pulang telat kemana dulu?” tanya Pak Yoga memecah keheningan.

“Nganter Zeta dulu”

“Zeta siapa?” tanya Pak Yoga mengernyit.

“Pacar Bang Galak.” Jawab Langit – adik Galaksi –.

Galaksi menatap tajam Langit, tangannya mengepal. Ia hendak menggeplak mulut Langit yang sangat tidak bisa dijaga itu. Sementara Pak Yoga mengangkat alisnya, lalu terkekeh pelan.

“Jadi sekarang kamu punya pacar nggak cerita ke Papa nih?” goda Pak Yoga.

“Udah pernah diajak ke rumah, Pa. Cuma waktu itu Papa nggak di rumah.” Jelas Langit bak juru bicara kakaknya. Sementara Galaksi mencoba menulikan pendengarannya, ia fokus pada makan malamnya.

“Bahkan udah ketemu Mama.” Lanjut Langit masih lancar.

Mendengar ucapan Langit selanjutnya membuat selera makan Galaksi hilang. Suasana meja makan mendadak canggung setelah menyebut sang Mama. Tak lama terdengar suara pintu depan terbuka dan muncullah Bu Nisa. Galaksi berdiri dan meninggalkan meja makan. Langit merasa tidak enak, ia pun juga mengikuti jejak sang kakak. Sementara Pak Yoga hanya menghembuskan nafas lelahnya.

Galaksi langsung masuk ke kamarnya dan menghempaskan tubuhnya di atas kasur. Tiba- tiba dia kembali teringat semua percakapan antara dirinya dan Pak Wijoyo. Entah keberanian darimana yang membuat Galaksi nekat mengobrol serius dengan Pak Wijoyo. Bahkan status antara dirinya dan Zeta juga belum jelas saat ini. Galaksi sebenarnya juga tahu jika ada kesalah pahaman antara dirinya dan Zeta, niat awalnya dia hanya ingin main- main. Namun sepertinya Galaksi sudah bermain terlalu jauh dan hampir melewati jalur.

“Bener- bener udah gila gue.” gumam Galaksi memejamkan matanya.

“*Kamu mau minta izin? Ehm, tadi siapa nama kamu?”

“Galaksi, Om. Galaksi Sargas Prayoga.” Jawab Galaksi tegas. “Saya mau minta izin menjalin hubungan dengan Zeta.”

Pak Wijoyo mengernyitkan dahi dan seketika raut wajahnya berubah. Tentu hal tersebut membuat Galaksi sedikit menciut. Dirinya juga terkejut, ketika ucapan barusan seketika lolos dari mulutnya. Benar- benar hal nekat yang ia ucapkan barusan.

“Maksud kamu, kamu mau ajak Zeze pacaran?”

“I… iya, Om. Kalau Om mengi…”

“Apa alasan kamu mengajak Zeze berpacaran?”

Telak, Galaksi terdiam. Dia juga tak tahu harus menjawab apa. Galaksi belum menemukan alasan mengapa dirinya tertarik pada Zeta, awalnya memang hanya ingin iseng. Namun sepertinya permainannya sudah terlalu jauh.

“Kenapa diam? Saya mengerti perasaan kamu, saya juga dulu pernah seusia kamu dan sudah mengalami semuanya. Namun saya rasa tidak perlu dengan status berpacaran untuk kalian bisa dekat. Kalian masih pelajar, masih labil dalam mengendalikan emosi.”

Galaksi hanya menyimak ucapan Pak Wijoyo, dia juga membenarkan semua ucapan yang dilontarkan Ayah Zeta itu.

“Cinta, sayang, ambisius, dan kagum itu beda tipis. Saking tak ada perbedaannya banyak orang salah mengartikan, walau itu orang dewasa sekalipun.”

“Saya juga tidak mau jika nantinya ada yang tersakiti, emosi remaja seperti kalian masih labil dan belum bisa dikontrol. Namun jika kamu bisa serius dan memegang janji, saya akan pikirkan lagi.”

Perkataan terakhir Pak Wijoyo membuat Galaksi seketika mendongakkan kepala. Ada senyum yang terbit diwajah Pak Wijoyo dan itu menular pada Galaksi. Kini Galaksi mengerti, senyuman manis dari Zeta merupakan turunan dari Pak Wijoyo.

“Saya akan memegang janji saya, saya tidak akan banyak berucap. Saya hanya akan menunjukkannya dengan kerja nyata.” Jawab Galaksi tegas membuat Pak Wijoyo tertawa renyah.

“Baik, saya tunggu kerja nyatamu.”

“Uhm, Om. Saya mau minta izin satu hal lagi.”

“Apa itu?”

“Hari Minggu saya boleh ajak Zeta jalan- jalan?” tanya Galaksi harap- harap cemas.

“Boleh, asalkan jangan pulang diatas jam 5 sore. Hari senin kalian sekolah, kan?”

Galaksi mengulum senyum dan mengangguk semangat. Setelahnya ia pun pamit, karena hari sudah mulai gelap.

Untuk Wawasan:

Bima Sakti adalah galaksi spiral yang besar termasuk dalam tipe Hubble SBbc dengan total massa sekitar massa matahari, yang memiliki 200-400 miliar bintang dengan diameter 100.000 tahun cahaya dan ketebalan 1000 tahun cahaya.

By. Wikipedia

Terpopuler

Comments

Erlina Khopiani

Erlina Khopiani

suka

2020-10-12

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!