Zeta tengah sibuk mencatat tulisan dari papan tulis ke buku catatannya, hari ini sudah dimulai pembelajaran. Zeta sangat menggemari pelajaran IPA, tapi sayangnya dia agak lemah di pelajaran matematika. Memang manusia tidak ada yang sempurna, begitulah pikir Zeta. Zeta mencatat dengan mulutnya yang bersenandung, sementara Meli yang duduk disebelahnya sedang bersantai dengan ponselnya. Memang kelas sedang tidak ada guru, karena sang guru sedang piket pagi. Guru Fisika Zeta juga merupakan guru bagian kesiswaan dan setiap hari Rabu, beliau akan bertugas keliling sekolah untuk mentertibkan siswa- siswi yang melanggar. Beliau akan masuk pada jam kedua.
“Mel, bentar lagi Pak Purwo masuk lho.” Peringat Zeta.
“Iya, catatan gue tinggal sedikit lagi kok.” Jawab Meli tanpa mengalihkan pandangannya dari ponsel.
Satu lagi yang menarik dari Pak Purwo salah satu guru fisika SMA 20, beliau akan memberi catatan untuk dicatat oleh siswa- siswinya, lalu saat beliau kembali dari tugas piketnya baru beliau akan menerangkan bab- bab yang belum dipahami. Diakhir pembelajaran, beliau akan memberi kuis pada para siswanya.
Akhirnya Meli meletakkan ponselnya didalam tas, tapi tak lupa ia mode silent terlebih dulu. Meli melanjutkan catatannya yang memang tinggal beberapa paragraf. Zeta tersenyum melihat Meli yang kini fokus ke bukunya dan sesekali melihat papan tulis. Zeta kira Meli adalah orang yang selalu bergantung pada ponselnya atau orang yang tidak suka belajar, tapi pemikiran Zeta salah tentang Meli. Meli merupakan gadis yang hebat, dia bisa membagi waktunya antara belajar dan bermain. Walau Meli pernah mengaku, kadang dia juga pernah lalai terhadap tugasnya karena keasyikan nonton idolanya siaran live.
“Akhirnya selesai.” Gumam Meli. Dia meregangkan lengannya yang terasa pegal. “Nanti istirahat mau ke kantin?” tanya Meli menoleh ke Zeta.
“Aku bawa bekal.”
“Yah, ya udah makan di kantin aja. Sekalian temenin gue.”
Zeta tersenyum. “Oke.”
Tak lama Pak Purwo masuk dan menanyakan apakah mereka sudah selesai mencatat, anak- anak dikelas Zeta memang sudah selesai mencatat dari beberapa menit yang lalu. Kemudian Pak Purwo menjelaskan beberapa materi yang akan mereka pelajari selama di SMA dan tentu saja nanti diakhir pelajaran akan ada kuis.
🪐🪐🪐🪐🪐
Bel istirahat berbunyi nyaring, guru yang mengajar sejarah baru saja keluar. Anak- anak di kelas Zeta berhamburan keluar menuju kantin untuk mengisi perut. Tak berbeda dengan Zeta dan Meli, mereka berdua berjalan beriringan menuju kantin. Suasana kantin lumayan ramai.
“Aku nunggu disana ya?” ucap Zeta menunjuk sebuah meja kosong dekat pintu masuk kantin sebelah barat.
“Iya, gue mau pesen makan dulu.” Jawab Meli.
Zeta pun duduk di meja itu dan meletakkan bekal serta botol minum miliknya dan Meli. Zeta memperhatikan sekitarnya dan pandangannya jatuh pada ketiga orang yang hendak masuk ke kantin. Mereka bertiga sedang bercanda tanpa memperdulikan keadaan sekitar.
“Kak Galaksi!” Sapa Zeta dengan senyum menghias bibirnya.
Galaksi yang sedang memiting leher Leo menoleh ke kiri dan mendapati Zeta tengah melambaikan tangan kearahnya. Virgo yang berjalan di belakang mereka juga ikut menoleh, sementara Leo juga berusaha melihat apa yang membuat Galaksi berhenti.
“Pacar lo tuh manggil.” Celetuk Virgo.
Meli mengernyikan dahi bingung saat dilihatnya didepan Zeta duduk tiga orang yang tak diketahui identitasnya karena duduk membelakanginya. Ketika sampai di meja Zeta, hampir saja Meli menumpahkan sepiring batagor hangat kesalah satu diantara tiga orang itu jika salah satu dari mereka tak menahan tangan Meli. Meli benar- benar syok, melihat orang yang selalu ia hindari di sekolah ini.
“Ze, jadi beneran lo pacaran sama Kak Galaksi?” tanya Meli berbisik.
“Nggak, aku sama Kak Galaksi cuma teman.” Jawab Zeta dengan senyum cerianya.
Seketika tawa dua cowok disamping kanan dan kiri Galaksi terdengar membahana di seluruh kantin, membuat pandangan anak- anak mengarah ke meja Zeta.
“Bah, nggak diakui dia.” Semprot Leo masih tertawa ngakak.
“Sakit, men. Cuma teman katanya.” Tambah Virgo.
Sementara Galaksi yang mendengar kedua temannya berceloteh sudah tak bisa menahan emosinya dan segera menonjok keduanya. Tentu setelah itu Leo maupun Virgo langsung menghentikan tawanya, digantikan dengan ringisan karena merasakan sakit.
“Kak Galaksi nggak boleh gitu sama temannya.”
Meli yang mendengar teman barunya ini terlihat santai menghadapi tiga orang cowok ganteng ini hanya melongo. Leo dan Virgo tersenyum menang, sedangkan Galaksi makin memancarakan tatapan dinginnya.
Akhirnya mereka berlima makan bersama dalam satu meja, tentu mereka menjadi pusat perhatian. Sebenarnya hal itu membuat Zeta dan Meli merasa tidak nyaman, tapi sepertinya ketiga orang didepan mereka terlihat tak mneghiraukan keadaan sekitar. Leo dan Virgo sibuk bercanda, Meli mencoba untuk tetap fokus pada batagornya, begitupun Zeta yang juga berusaha fokus pada bekalnya. Namun tetap saja Zeta merasa tidak nyaman, karena bukan hanya para penghuni kantin yang memperhatikannya, tetapi juga makhluk didepannya ini. Zeta memberanikan diri mendongak untuk menatap Galaksi yang sedaritadi memberikan tatapan datarnya.
“Kakak mau?” tawar Zeta menunjuk nasi gorengnya.
“Nggak.” Jawab Galaksi.
Galaksi berdiri dan meninggalkan meja, lalu keluar dari kantin. Sementara Leo dan Virgo hanya memperhatikan sahabatnya itu.
“Loh? Kak Galaksi mau kemana?”
“Tau, mau nyebat kali.” Jawab Leo memainkan ponselnya.
Zeta dan Meli mengernyitkan dahi mendengar jawaban Leo.
Galaksi lebih memilih untuk nongkrong di rooftop sekolah, di rooftop terdapat taman yang lumayan asri. Ia menyender ke sebuah pohon, lalu ia merogoh saku celana jeansnya, mengeluarkan sebatang rokok dan segera menyulutnya. Dipejamkan matanya, menikmati angin yang berhembus semilir. Berkat taman ini, rooftop tak terasa panas. Galaksi kembali mengingat kejadian di kantin tadi.
“Polos sama **** emang kadang nggak ada bedanya.” Gumam Galaksi menghembuskan asap rokok.
Galaksi menghabiskan waktunya di rooftop seorang diri. Seperinya Leo dan Virgo memang tidak berniat mengganggu sahabatnya itu. Mereka bertiga sudah saling kenal sejak SMP. Dan hingga kini mereka dekat.
Suara bel pulang menggema dipendengaran Galaksi, ia membuka matanya. Dilihatnya banyak anak yang berjalan menuju gerbang depan. Dimatikannya rokok yang masih tersisa setengah itu, entah sudah berapa batang rokok yang Galaksi hisap sejak tadi. Netra jernihnya melihat sosok gadis yang juga berjalan seorang diri keluar area sekolah. Galaksi menampilkan senyum miringnya.
“Main- main bentar boleh, kan?” Gumamnya.
🪐🪐🪐🪐🪐
Zeta tengah menunggu angkutan di halte dekat sekolah. Hari ini tidak ada yang menjemputnya, tadi ternyata Vernon ada kelas tambahan. Akhirnya Zeta memutuskan untuk pulang naik angkutan. Dia duduk di halte seorang diri dengan helm dipangkuannya. Matanya terus menoleh ke kanan untuk melihat apakah ada angkutan yang akan membawanya pulang. Namun sudah 30 menit tak ada angkutan yang searah dengan rumahnya.
Sebenarnya bisa saja Zeta berjalan pulang, tapi hari ini sangat panas. Ia tak mau nanti di tengah jalan pingsan. Suara klakson motor membuat Zeta menoleh, dia melihat motor yang berhenti di depan halte. Orang itu memberi tanda agar dirinya mendekat, tapi Zeta malah menoleh ke kanan dan kiri memastikan apakah ada orang lain disekitarnya. Orang itu mendengus kesal, lalu membuka kaca helmnya.
“Lo ****! Cepet kesini!” teriak Galaksi.
Zeta terperanjat dan segera menghampiri Galaksi. “I…iya, Kak?”
“Cepet lo naik!”
“Huh? Nggak usah, Kak. Aku bisa pulang sendiri.”
“Lo lupa? Gue nggak suka penolakan! Cepet naik!”
Akhirnya mau tak mau Zeta menurut, ia juga tidak mau menjadi perhatian orang- orang di halte ini yang mulai merasa terganggu oleh suara Galaksi.
Zeta bingung ketika disuruh turun oleh Galaksi. Namun ini bukan rumahnya, didepannya terdapat bangunan yang sangat besar. Entah rumah milik siapa. Zeta mulai takut dan berbagai pertanyaan mulai muncul dalam kepalanya.
“Ini rumah siapa?” tanya Zeta menatap Galaksi takut.
“Rumah gue, cepet masuk.”
“Nggak, Kak. Aku mau pulang.”
“Ya udah sono lo balik.”
“Ta… tapi…”
“Ckck, nanti gue antar lo balik. Sekarang masuk dulu.”
Galaksi melangkahkan kakinya masuk ke rumah megah itu, bahkan rumahnya kalah besar dari rumah ini. Namun suasana didalam rumah ini seperti suram. Zeta dapat merasa sangat sepi berada didalam bangunan besar ini. Galaksi menyuruh Zeta untuk duduk terlebih dulu di sofa ruang keluarga, sementara Galaksi menghilang diujung tangga.
Zeta terperanjat ketika mendengar suara pintu dibanting keras. Ia menoleh ke kanan dan kiri untuk mencari sumber suara itu. Tak lama terdengar suara ketukan yang semakin lama mendekat. Dan sosok itu kini berhenti ketika melihat orang asing duduk di ruang tengah. Sosok itu mengernyit memperhatikan Zeta, Zeta yang terkejut spontan berdiri dari duduknya.
“Kamu siapa?” tanya sosok itu, seorang wanita yang diperkirakan berusia 40 tahun dengan pakaian formal dan sepatu hak tingginya.
“Ah, sa… saya Zeta. Sa…”
“Oh? Mama udah pulang?” tanya Galaksi menuruni tangga, membuat dua orang itu menoleh.
“Hmm, dia siapa? Kenapa bawa orang asing ke rumah?”
“Dia bukan orang asing. Zeta namanya dan dia pacar Galaksi.”
Mama Galaksi itu menaikkan satu alisnya mendengar jawaban Galaksi. Lalu ia memperhatikan Zeta dari atas hingga bawah, seperti menilai penampilan Zeta.
“Putuskan sekarang! Besok kamu bisa ketemu Yura.”
Galaksi mengepalkan tangannya, rahangnya mengetat. Lalu ia mendengus kesal dan tertawa sumbang.
“Bahkan siapa pacar Galaksi, Mama juga yang atur?” tanya Galaksi sinis. “Kali ini Mama nggak akan bisa atur Galaksi lagi. Ayo, Ze!”
Galaksi meraih pergelangan tangan Zeta dan segera mengajak gadis itu untuk keluar dari rumah ini. Rumah besar dan megah, tapi menyesakkan bagi Galaksi.
🪐🪐🪐🪐🪐
Langit malam yang bertabur bintang dengan sinar samar menghiasi langit. Zeta termenung seorang diri di atas genteng rumahnya, genteng yang pintu masuknya terhubung dengan kamarnya. Vernon sudah tidak tidur dirumahnya, karena Pak Wijoyo sudah kembali dari tugasnya. Zeta masih teringat kejadian siang tadi di rumah Galaksi. Zeta masih teringat perseteruan antara Galaksi dan Mamanya, seharusnya Zeta tidak boleh mendengar pembicaraan mereka. Tiba- tiba Zeta rindu pada Bundanya.
“Anak ayah kok di genteng sendirian?” sapa suara berat dari belakang Zeta.
Zeta menoleh dan tersenyum mendapati Pak Wijoyo menghampirinya. Pak Wijoyo duduk disamping putri satu- satunya. Zeta menyenderkan kepalanya di bahu Pak Wijoyo sambil menatap langit hitam dengan titik- titik putih, walau terlihat samar Zeta masih dapat melihat beberapa bintang.
“Zeze kangen Bunda, Yah.” Gumam Zeta lirih. Namun masih terdengar oleh telinga Pak Wijoyo. Pria tampan berkacamata itu tersenyum samar.
“Ayah juga kangen. Kapan- kapan kita jenguk Bunda ya?”
Pak Wijoyo merasakan kepala Zeta bergerak naik- turun, Zeta mengangguk dan senyumnya kembali terbit. Pak Wijoyo mengalihkan pandangannya kearah langit, memandang sebuah bintang yang paling terang diantara bintang lainnya.
Untuk Wawasan:
Sirius adalah bintang paling terang di langit malam. Nama Sirius diambil dari kata Yunani, yang berarti "berkilau".
By. Wikipedia
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments
Erlina Khopiani
next
2020-10-12
1
Siapa?
Wah, nambah ilmu jadinya
2020-07-07
1