Zeta mengketuk- ketukkan pensil didagunya, ekspresi bingung jelas terlihat diwajahnya. Besok adalah hari terkhir masa orientasi dan tugas terakhir yang diberikan untuk anak- anak baru adalah membuat surat yang ditujukan kepada kakak- kakak kelas. Memang kali ini tidak harus diberikan kepada kakak pengurus OSIS, tapi bisa ke semua kakak kelas. Zeta menghembuskan nafasnya pasrah, ia memang tidak pandai membuat kata- kata yang indah. Ditatapnya langit- langit kamar yang bertabur bintang.
“Ze, makan dulu yuk.” Ajak Vernon masuk ke kamar bernuansa luar angkasa itu.
Vernon masih menginap di rumah Zeta dan rencananya besok baru ia kembali ke rumah atau sampai Pak Wijoyo kembali dari tugasnya. Vernon melihat Zeta tengah menatap langit- langit kamarnya, ia yakin jika Zeta tak mendengar panggilannya.
“Ze, ayo makan malam dulu.” Ajak Vernon lagi.
Zeta menoleh. “Iya, sebentar lagi.”
“Katanya ada tugas, kok malah tiduran. Udah jadi tugasnya?”
Zeta menggelengkan kepalanya. “Belum, Zeta bingung. Aku kan nggak bisa nulis surat.”
Vernon mengulum senyumnya, tugas yang diberikan masa orientasi yang sangat mainstream. Dulu dirinya juga diberi tugas seperti itu ketika baru masuk SMA.
“Nanti aku bantu. Makan dulu yuk?”
“Beneran, Kak?” tanya Zeta dengan mata berbinar dan mendapat anggukan dari Vernon. “Ayo makan!”
Seperti janjinya tadi, kini Vernon berada di meja belajar Zeta dan tengah memikirkan kata- kata puitis untuk surat Zeta. Sedangkan Zeta tengah menatap ponselnya, dia menscroll ke bawah untuk melihat status yang diposting teman- temannya. Zeta tengah menjelajah akun Instagramnya.
“Ini udah jadi.” Kata Vernon mengalihkan fokus Zeta.
“Mana, aku mau baca.” Jawab Zeta semangat.
“Jangan dibaca dulu! Kalo udah dikasih ke orangnya baru suruh bacain.”
“Kok gitu?”
“Iya harus gitu.” Ucap Vernon tersenyum misterius. “Sekarang tidur sana! Besok kalo kesiangan aku tinggal.”
Vernon keluar dari kamar Zeta meninggalkan Zeta yang tengah menatap amplop berwarna ungu muda dengan gradasi merah muda dan dihiasi titik- titik putih. Namun Zeta hanya menuruti permintaan sepupunya itu untuk tidak membaca surat itu, ia memasukkannya ke dalam tas. Zeta membaringkan tubuhnya setelah tadi menyikat gigi dan mencuci wajah. Lampu ia matikan dan terpampang pemandangan yang tak pernah Zeta merasa bosan. Bintang yang kelap- kelip di langit- langit kamarnya dan dinding kamar banyak lukisan gugusan bintang, lalu banyak juga foto Polaroid yang memang ia bidik sendiri dengan lensa kamera.
🪐🪐🪐🪐🪐
Zeta turun dari motor Vernon dan berjalan memasuki kelasnya. Selama tiga hari ini masih belum ada kegiatan belajar mengajar. Jadi walau jam menunjukkan pukul delapan masih banyak siswa- siswi diluar kelas. Entah hanya duduk didepan kelas, berolahraga di lapangan, atau nongkrong di kantin. Kelas Zeta masih heboh dengan tugas akhir masa orientasi mereka.
“Ze, lo udah buat suratnya?” tanya Meli.
“Udah, tapi nggak buat sendiri.” Jawab Zeta jujur.
“Mau dikasih ke siapa? Cowok yang kemarin nembak lo, ya?” tanya Meli semangat. Lalu matanya beralih kesebuah amplop dengan warna yang cantik. “Ini ya?!” lanjut Meli dan merebut amplop itu.
“Aaa, Meli. Jangan dibuka dulu!” teriak Zeta mengejar Meli yang sudah berlari keluar kelas.
BRUKK!!
“Meli! Kembalikan suratku…” teriak Zeta menggantung ketika melihat Meli terjatuh dan… tunggu! Surat itu berada ditangan seseorang.
“Meli, kamu nggak apa- apa?” tanya Zeta mengalihkan perhatiannya pada Meli dan membantunya berdiri.
Sementara orang didepan mereka kini menatap Zeta dengan tatapan datar dan menusuk. Meli membersihkan roknya yang kotor, Zeta juga membantu seolah dia tak merasa aura dingin disekeklilingnya.
“Ini punya lo?” interupsi suara didepan mereka.
Serempak Zeta dan Meli menoleh, Meli terlihat paling syok. Mendadak wajahnya pucat pasi melihat wajah judes anak itu.
Zeta mengangkat tangannya takut. “Punya saya, Kak.”
“Ikut gue!” perintah orang itu.
Orang itu masih terus berjalan dan Zeta mengekor dibelakangnya dengan menundukkan kepalanya. Ia kini mengingat siapa orang didepannya. Dia adalah Galaksi, orang yang saat itu bertemu dengannya di kantin. Pikiran Zeta sudah melayang entah kemana, dia takut jika orang didepannya ini akan memarahinya.
“Aduh…” rintih Zeta ketika dirinya menabrak punggung kokoh Galaksi.
“Nanti tunggu gue di gerbang depan sekolah pas pulang. Mulai sekarang berangkat sama pulang lo sama gue!” perintah Galaksi.
Zeta memberanikan diri untuk menatap cowok didepannya ini. “Uhm, sepertinya kakak salah paham.”
“Salah paham?” tanya Galaksi menaikkan satu alisnya.
“Iya, waktu di kantin itu. Maksud Zeta itu bukan…”
“Lo sendiri kan yang bilang suka gue?”
“Memang nama kakak Galaksi?” tanya Zeta polos.
Galaksi tidak menjawab, dia hanya menunjukkan nametag didada sebelah kanannya. Tertulis ‘Galaksi Sargas Prayoga’, membuat Zeta mengangguk paham.
“Tapi maksudnya, aku itu suka Galaksi Bi…”
“Itu barusan lo ngomong lagi, lo suka gue.” potong Galaksi. “Pokoknya pulang lo tunggu digerbang depan! Gue nggak suka penolakan.”
“Suratnya…” cicit Zeta.
Galaksi masih mendengar ucapan Zeta, dia menunjukkan surat yang ia pegang sedaritadi. Dia menampilkan smirknya dan mulai membuka surat itu. Namun sebuah tangan mencegahnya untuk membuka surat itu.
“Jangan dibuka! Itu bukan buat kakak.” Ucap Zeta takut- takut.
“Bukan buat gue? Terus buat siapa? Pacar lo?” tanya Galaksi tajam. “Tapi pacar lo kan gue.” lanjutnya, kembali membuat Zeta menatap tak percaya pada Galaksi.
Baru saja Zeta ingin membalas, mulutnya kembali terkatup ketika melihat tangan kekar Galaksi dengan cepat membuka surat itu dan membacanya dengan keras.
*Dear, seseorang yang ada disana.
Aku Zeta Orionis, bintang yang akan selalu menyinarimu tanpa lelah. Walau jarakku 800 tahun cahaya dirasi Orion, sinarku akan tetap selalu menemanimu. Aku akan memberikanmu sinar paling terang untukmu agar terbebas dari kegelapan yang membuatmu terpuruk. Maukah kau menerima sinarku?
By: Zeta Orionis Wijoyo*
Mendadak pipi Zeta bersemu merah mendengar Galaksi membacakan isi surat yang Vernon buat tadi malam. Zeta spontan menunduk karena tak mau terlihat oleh Galaksi, karena kini wajahnya bak udang rebus. Beruntung ditempat ini hanya ada mereka berdua. Sedangkan Galaksi yang baru membacanya merasa jijik dengan isi tulisan disurat itu. ia mengalihkan pandangannya pada gadis didepannya yang tengah menunduk itu.
“Lo yang tulis?” tanya Galaksi. “Receh lo jatuh? Nunduk mulu daritadi.” Sindir Galaksi.
Zeta mendongak dan menggeleng. “Bukan, Kak Vernon yang buat.”
“Vernon?”
Zeta mengangguk semangat. “Dia…”
“Masa bodoh. Pulang tunggu depan gerbang!” potong Galaksi dan langsung pergi darisana meninggalkan Zeta seorang diri. Gadis itu masih menampilkan wajah bingung.
🪐🪐🪐🪐🪐
Zeta duduk di kursinya dan menghembuskan nafas kesal. Baru kali ini dia bertemu dengan orang yang suka seenaknya. Dirinya juga tadi sempat syok ketika mendengar isi surat yang dibuat Vernon. Sepupunya itu sangat pandai merangkai kata- kata, maklum karena Vernon kuliah jurusan sastra. Zeta kembali menghembuskan nafasnya, membuat Meli yang sedaritadi fokus kelayar ponsel menoleh.
“Bete’ banget kayaknya.” Ucap Meli.
“Kenapa tadi kamu nggak bantuin aku sih?”
“Bantuin apa?”
“Tadi waktu Kak Galaksi pegang suratku.”
“Jadi namanya Galaksi? Dia judes banget sih? Lo diapain sama dia?”
Zeta menggeleng. “Kayaknya Kak Galaksi salah paham deh.”
“Salah paham gimana?”
“Kejadian di kantin itu loh. Maksudku kan bukan gitu.”
Meli mengangguk paham, dia juga merasa kasihan pada Zeta yang harus berurusan dengan orang macam Galaksi.
🪐🪐🪐🪐🪐
Zeta tengah menunggu Vernon yang akan menjemputnya. Dia berdiri di depan gerbang dengan menenteng helm yang tadi ia titipkan ke loker dekat pos satpam. Tak berapa lama Zeta melihat motor hitam Vernon mendekat kearah sekolah. Zeta tersenyum senang, cukup pegal juga berdiri menunggu jemputan.Vernon sampai didepan Zeta. Cowok itu membuka kaca helmnya.
“Yuk!” ucap Vernon.
Zeta sudah bersiap untuk naik ke motor Vernon, tapi sebuah tangan segera menarik lengan Zeta. Tentu refleks Zeta menoleh, begitupun Vernon. Orang yang tadi menahan lengan Zeta membuka kaca helmnya.
“Lo tadi ada janji sama gue!” ucap anak itu.
“Siapa, Ze?” tanya Vernon.
“Ehm, dia…” Zeta bingung harus menjelaskan bagaimana pada Vernon.
“Dia pacar gue.” jelas anak itu manatap tajam Vernon.
“Kak Galaksi! Nggak Kak, dia buk…”
“Naik! Gue antar lo pulang!” potong Galaksi. Ya, orang itu adalah Galaksi. Cowok dengan tatapan dingin itu menatap Vernon tak suka.
“Kamu bonceng dia aja nggak apa- apa.” Ucap Vernon.
Setelah mendapat persetujuan Vernon, mau tak mau akhirnya Zeta naik ke motor Galaksi. Tanpa berkata lagi, ia menggas motornya menjauh dari sekolah. Dibelakangnya Vernon juga mengikuti. Vernon masih harus menemani Zeta, karena Pak Wijoyo akan pulang larut.
Selama perjalanan Zeta hanya diam, dia akan menjawab jika ditanya. Sebenarnya Zeta tak terbiasa dibonceng cowok selain Pak Wijoyo, Vernon, atau sepupunya yang lain. Ada perasaan takut ketika ia membonceng Galaksi, walau Galaksi tidak mengendarai motornya dengan ugal- ugalan. Mereka sampai di depan rumah Zeta, dibelakang Vernon juga masih setia mengikuti.
“Makasih, Kak. Tapi lain kali nggak usah antar pulang Zeta.” Ucap Zeta turun dari motor Galaksi.
Galaksi tidak menjawab ucapan Zeta, ia memperhatikan rumah Zeta. Lalu ia menutup kaca helmnya bersiap untuk pergi darisana. Namun sebuah suara membuatnya mengurungkan niatnya.
“Loh? Pacarnya Zeta nggak mampir dulu? Langsung mau pulang?” tanya Vernon mengerling jahil pada Zeta.
“Kenapa lo ngikutin?!” tanya Galaksi kembali membuka kaca helmnya dan menatap Vernon.
“Oh? Gue sepupunya Zeta, kalian baru pacaran ya? Zeta belum cerita?”
Bagai kejatuhan meteor, Galaksi mengepalkan tangannya. Ia segera pamit darisana. Baru kali ini dirinya merasa sangat malu.
‘Dasar si Virgo! Gue jadi kemakan omongan dia! Awas lo, gue pastiin besok lo nggak bisa nafas lagi!’ batin Galaksi geram mengepalkan tangannya.
Untuk Wawasan:
Sargas berada di rasi bintang Scorpio yang berarti kalajengking dan berasal dari bahasa Sumeria.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments
Erlina Khopiani
semangat up
2020-10-12
1