Lebih dari lima belas menit, Nayla dan Adrian terdiam. Hanya saling pandang melalui panggilan video. Tiga hari lagi mereka akan melangsungkan pernikahan. Dan untuk sementara waktu, keduanya sepakat untuk tidak saling bertemu sampai hari dimana akad akan di langsungkan.
"Aku sudah tidak sabar menunggu hari, dimana aku dan kamu menjadi kita." Ucap Adrian memecah keheningan di antara mereka.
Nayla mengulas senyuman manisnya. Entah mengapa ucapan Adrian membuatnya berdebar. Padahal bukan hanya sekali laki-laki itu mengucapkannya.
"Kamu pasti akan menjadi pengantin tercantik yang pernah ada."
Kini rona merah jambu menghiasi kedua pipi Nayla. Bahkan debaran jantungnya semakin cepat. Gelisah, gugup, bahagia, semuanya melebur jadi satu.
"Nggak usah gombal. Masih banyak di luaran sana wanita yang lebih cantik dari aku." Ucap Nayla berusaha mengurai kegugupan yang sedari tadi menguasai dirinya.
"Tapi tidak secantik kamu." Sahut Adrian.
"Udah nggak usah berlebihan gitu gombalnya."
"Aku tidak perlu menggombal untuk mengungkapkan, kalau kamu adalah wanita tercantik yang pernah aku kenal."
"Kamu, adalah alasan untuk aku menutup mata dari pesona wanita di luaran sana. Karena cukup kamu yang akan menjadi wanita istimewa. Yang akan menyempurnakan separuh hidupku."
Cukup. Nayla sudah tidak bisa lagi membayangkan semerah apa wajahnya saat ini.
Keduanya kembali terdiam dengan senyuman yang menghiasi wajah.
"Kak Dewi sama Kak Rangga, kapan pulang?" Suara Nayla kembali terdengar.
"Besok, makanya acara pengajian di undur sehari. Menunggu Kak Dewi dan Kak Rangga pulang, kehabisan tiket mereka."
"Di rumah kamu, besok kan?"
"Iya, besok sore."
"Semoga semua acara kita diberikan kelancaran."
"Aamiin." Nayla mengaminkan.
***
Sejak beberapa hari yang lalu, Rama menginap di rumah kedua orang tuanya. Ia tidak mau istri dan putranya kelelahan jika harus bolak-balik dari rumah pribadi mereka ke rumah kedua orang tuanya. Dan jalan terbaik adalah dengan memboyong Hasna dan Reyn untuk tinggal sementara di rumah keluarga Suryanata. Karena beberapa hari menjelang pernikahan Nayla, rumah akan selalu sibuk.
Seperti hari ini, mereka akan mengadakan acara pengajian dan do'a bersama menjelang pernikahan Nayla dan Adrian.
Sedari pagi, semua orang berlalu lalang dengan segala kesibukan mereka masing-masing. Bahkan Rama sengaja tidak pergi ke kantor demi menjaga Reyn agar Hasna bisa leluasa terlibat dalam salah satu acara penting sang adik.
"Aku mengizinkan, tapi jangan sampai kamu kecapek an. Kalau capek langsung istirahat." Kata yang selalu Rama ucapkan saat Hasna memaksa untuk membantu.
Sejak semalam Rama sudah mewanti-wanti Hasna. Jangan sampai istrinya itu kelelahan. Karena tanggung jawabnya bukan hanya pada Hasna. Tapi kepada calon anak mereka juga.
Dan menurut perkiraan dokter Yunita, Hasna akan melahirkan dalam waktu dekat ini. Dan itu membuatnya harap-harap cemas. Jangan sampai di tengah kesibukan mereka mempersiapkan pernikahan Nayla, Hasna tiba-tiba melahirkan. Terlebih saat acara berlangsung.
"Nay, pengisi acaranya udah diingetin lagi belum?" Tanya Hasna.
"Aman, Mbak. Udah di handle sama Mama." Nayla mengacungkan kedua jempol tangannya.
Nayla kembali sibuk menelepon seseorang untuk memastikan jika undangan untuk kerabat dan kolega yang kemarin belum sampai, hari ini sudah di terima. Karena acara akan digelar tiga hari lagi.
***
Tamu undangan mulai berdatangan. Acara malam hari ini selain di hadiri tetangga sekitar rumah, juga di hadiri oleh sahabat juga kerabat dekat.
Acara akan di mulai beberapa menit lagi. Semua telah bersiap sesuai tugas mereka masing-masing. Termasuk sang calon pengantin.
Nayla akan ambil peran dalam salah satu acara pentingnya. Raut kebahagiaan jelas terpancar dari wajah cantik perempuan itu. Namun kegugupan juga tak mampu disembunyikan hanya dengan senyuman.
Terlihat beberapa kali Nayla menghirup nafas sepenuh dada dan menghembuskannya perlahan. Hanya untuk mengurai kegugupan yang menguasai dirinya.
Sebentar lagi ia akan memasuki babak baru dalam hidupnya. Merubah statusnya menjadi perempuan milik suami. Bukan lagi milik orang tuanya.
"Nay, sori. Kejebak macet gue."
Sebuah suara menyadarkan Nayla dari lamunan. Silvi, sahabat semasa kuliahnya itu menepati janjinya untuk datang dan menemaninya malam ini.
"Thanks banget ya, udah nyempetin ke sini." Kedua perempuan itu saling berpelukan.
"Pasti lah."
"Eh, acara belum mulai, kan?" Silvi mengamati keadaan sekitar.
"Belum. Bentar lagi." Jawab Nayla singkat.
"Eh, duduk di sana yuk. Temenin gue." Nayla menarik tangan Silvi agar mengikuti langkahnya.
"Nay, itu kakak ipar lo, kan?" Silvi menunjuk ke arah Hasna yang baru saja bergabung di tempat acara.
"Iya, itu Mbak Hasna. Kenapa?"
"Gi la, makin cantik aja. Aura bumil emang benar-benar beda. Makin cantik, makin...sek si. Makin meresahkan." Ucap Silvi yang memindai penampilan Hasna malam ini.
"Iya nggak sih, Nay?" Silvi menyikut lengan Nayla yang duduk di sampingnya.
Nayla tak menjawab, hanya menggelengkan kepala melihat tingkah sahabatnya itu. Tapi tidak menyangkal ucapan Silvi sama sekali.
"Nggak di poles aja cantiknya Masya Allah." Reflek Nayla menoleh ke arah Silvi. Tumben nyebut.
"Gimana kalau ma_"
"Bisa di kurung Kakak gue seharian. Nggak bakalan boleh kemana-mana." Sahut Nayla.
Kini ganti Silvi yang menoleh pada Nayla.
"Mbak Hasna boleh dandan cantik, kalau lagi di kamar aja sama kak Rama. Selebihnya..." Nayla menggoyangkan jari telunjuknya kekiri dan ke kanan dihadapan Silvi.
"Posesif banget." Lirih Silvi.
"Emang."
"Eh...tapi gue juga mau di posesifin sama suami macam kak Rama." Ucap Silvi sembari senyum-senyum tidak jelas.
"Tapi kak Rama nggak bakalan mau punya bini macam lo. Pecicilan gini."
Sungguh obrolan random. Tapi sedikit banyak bisa mengurangi rasa gugup yang sedari tadi mendera Nayla.
***
Serangkaian acara pengajian dan doa bersama jelang pernikahan, berjalan dengan penuh hikmat. Para undangan bahkan larut dalam tausiyah seorang ustadzah yang sengaja di undang.
"Seorang perempuan, jika telah menyandang gelar sebagai seorang istri. Maka ia akan menjadi milik suaminya. Bukan lagi milik orang tuanya."
"Tanggung jawab seorang ayah berpindah ke pundak laki-laki yang memperistri putrinya."
"Menikah, bukan sekedar karena rasa cinta terhadap pasangan. Tapi menikah adalah tentang sebuah kesiapan untuk mengemban amanah yang sangat besar."
"Karena pernikahan adalah sebuah ibadah terpanjang di sisa hidup seorang hamba. Yang harus dijaga, dipertahankan dan kelak akan dipertanggung jawabkan dihadapan Allah subhanahu wa ta'ala."
"Bagaimana seorang suami mendidik istrinya. Menjadi contoh bagi anak-anaknya. Mempersiapkan madrasah pertama bagi putra-putrinya, yaitu calon ibu, adalah tugas seorang suami."
"Saling mengingatkan dalam kebaikan. Bukan berarti selalu benar. Tapi sama-sama belajar menjadi versi terbaik bagi dirinya juga bagi pasangannya. Yaitu suami, istri."
"Suami itu ibaratnya seorang nahkoda. Yang menentukan dimanakah kapal akan berlabuh. Sedangkan awak kapal adalah istri dan anak-anaknya. Memiliki tanggung jawab besar atas perbekalan para awak kapal."
"Nahkoda harus piawai menjalankan kapal. Harus berkonsentrasi terhadap bahaya yang menghadang laju kapalnya, jangan sampai tabrakan, jangan sampai menabrak karang. Jangan sampai salah arah angin sehingga kapal bisa terbalik dan tenggelam."
"Sungguh besar tanggung jawab yang di emban seorang suami. Dan tugas seorang istri adalah patuh terhadap suaminya. Sehebat apapun seorang istri. Setinggi apapun kedudukannya, seorang istri tetap harus patuh pada perintah suaminya. Selama itu tidak melanggar hukum syariat agama."
"Baik buruknya rumah tangga, tergantung bagaimana seorang suami memimpin. Sholihahnya seorang istri, tergantung bagaimana didikan suami. Pun dengan Sholih tidaknya keturunan mereka."
"Sekecil apapun keburukan yang ada pada istri dan anak-anaknya. Akan suami pertanggung jawabkan semuanya. Begitupun sebaliknya."
Apa yang ustadzah sampaikan. Pun ibarat yang di gunakan. Membuat Nayla banyak mengambil banyak pelajaran. Bagaimana nantinya ia akan mendampingi Adrian.
Adrian. Mengingat satu nama, membuat Nayla tak bisa menyembunyikan kebahagiaan yang meletup-letup memenuhi dada.
Hanya membayangkan wajah tampan calon suaminya, membuat Nayla menundukkan wajahnya dengan menahan senyuman.
Kini suasana ruang tamu berubah mengharu biru. Lantaran Nayla meminta izin kepada kedua orang tuanya untuk menikah dan melanjutkan kehidupannya bersama laki-laki yang telah meminta izin kepada mereka untuk di jadikan istri.
"Ma...Pa... Ridhoi pernikahan Nayla dengan Adrian. Semoga pernikahan kami penuh keberkahan. Dilimpahi kasih sayang. Dan menjadi ladang pahala bagi kami. Agar rumah tangga kami sakinah, mawaddah, wa rohmah." Ucap Nayla di sela isakan yang tertahan.
***
Para tamu mulai meninggalkan kediaman Suryanata. Hanya tersisa beberapa kerabat dan keluarga inti yang masih berbincang di ruang tamu dan ruang tengah.
Terlihat Rama menghampiri Hasna yang terlihat kepayahan karena perutnya yang besar. Perempuan cantik itu terlihat tengah menyandarkan punggung sembari mengusap-usap perut buncitnya.
"Istirahat dulu, ya." Rama mengusap lembut puncak kepala Hasna. Lalu beralih mengusap perut sang istri.
Hasna hanya mengangguk, dan menyambut uluran tangan Rama untuk membantunya berdiri.
"My beautiful in white." Ucap Rama dengan tatapan penuh cinta.
Satu kecupan mendarat di pelipis kanan perempuan cantik berbalut gamis broken white itu. Membuat kedua pipi Hasna menampakkan semburat merah muda.
Perlahan, Rama menuntun Hasna untuk masuk dan beristirahat, melewati beberapa orang yang masih berada di ruang tamu.
"Ya ampuuuunnn... Sweet bangeeet. Sumpah. Mbak Hasna yang di gombalin, gue yang meleyot. Aahhh..." Ucap Silvi.
Aduuuhh...sungguh lebay sekali sahabatnya satu ini. Ditambah lagi dengan ekspresi menggelikan yang Silvi tunjukkan.
Nayla hanya menggelengkan kepalanya melihat reaksi berlebihan Silvi. Niatannya pamit pulang, tapi malah bertahan di balik tembok demi melihat romansa antara Rama dengan Hasna.
"My beautiful in white... Ya ampuuun..." Ucap Silvi dengan mata berbinar dan kedua tangan saling menggenggam di bawah dagunya.
"Mbak Hasna beruntung banget sih, dapet suami seromantis kak Rama. Sweet banget nggak sih, Nay?"
"Biasa aja. Udah kenyang gue dengerin yang kayak gituan dari kak Rama." Sahut Nayla.
"Udah malem. Cepetan pulang sana, ntar bokap nyariin."
Nayla mendorong pelan punggung Silvi. Jangan sampai perempuan itu terlambat pulang hanya karena menyaksikan adegan tak terduga kedua kakaknya seperti barusan.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
Yani
Nayla yang mau nikah aku yang ga sabar nunggu hari H nya
2023-07-18
0