"Assalamu'alaikum."
Suara ceria khas Nayla menggema memenuhi ruang makan kediaman Rama. Membuat Rama, Hasna, juga Reyn menoleh ke arahnya secara bersamaan.
"Wa'alaikumussalam."
Nayla langsung mencium punggung tangan Hasna dan memeluk perempuan yang tengah hamil itu dengan rasa rindu. Statusnya memang hanya ipar, tapi ikatan di antara mereka sudah layaknya seperti saudara kandung.
"Kesini kok nggak ngabarin?" Tanya Hasna saat pelukan keduanya terurai.
"Sengaja. Habisnya kangen banget sama Reyn."
Nayla beralih mencium punggung tangan Rama, kemudian menghambur untuk memeluk keponakan tampannya.
"Reyn... Tante kangeeen." Ciuman bertubi-tubi mendarat di pipi bulat Reyn.
"Leyn matan duyu, Tante." Reyn kembali fokus pada sendok di tangannya.
"Selamat siang, Kak, Mbak." Sapa Adrian yang masih berdiri di samping meja makan. Membuat Rama menoleh ke arahnya.
"Siang, duduk, duduk." Sambut Hasna.
Adrian menyalami Rama terlebih dahulu dan menangkupkan kedua tangannya di depan dada kepada Hasna, sebelum mendudukkan dirinya di kursi di sebelah kiri Rama.
"Sengaja? Atau kebetulan?" Tanya Rama penuh selidik.
Adrian sempat melirik ke arah Nayla yang duduk di hadapannya, tepatnya di sebelah high chair yang di duduki Reyn.
"Kebetulan ada kerjaan di kantor pusat. Atasan memberikan izin untuk pulang. Jadi tidak perlu kembali ke kantor."
"Dan pulangnya tidak ke rumah, tapi..." Rama justru melirik pada adik perempuannya. Dan itu sukses membuat Adrian salah tingkah.
"Ee...saya sengaja mampir ke restoran, karena kebetulan searah juga."
"Aku yang ngajak Adrian kemari, karena aku memang mau kesini. Kangen sama Reyn." Sahut Nayla.
"Bi Narsih."
Tak lama muncul wanita paruh baya dari arah dapur.
"Iya, Bu."
"Tolong ambilin piring, ya. Buat Mbak Nayla sama Mas Adrian." Pinta Hasna.
"Baik, Bu."
"Makan dulu, mumpung Mbak masak menu spesial." Ajak Hasna.
"Mbak Hasna semua yang masak?" Nayla menatap kakak ipar yang berada di samping kirinya. Dan anggukan Hasna sebagai jawabannya.
"Menu sebanyak ini?"
Di atas meja ada beberapa menu yang terhidang, makanan favorit Rama pastinya. Juga yang lainnya, seperti gulai ikan dan perkedel kentang.
"Sesuai request." Hasna mengerling ke arah Rama yang kembali fokus dengan piring dihadapannya.
***
"Nanti setelah makan, temui saya di ruang kerja, ya." Ucap Rama sebelum berlalu dengan membawa Reyn dalam gendongan.
Adrian tiba-tiba saja merasa gugup luar biasa setelah mendengar kalimat yang baru saja Rama tujukan padanya. Ia sudah sering bertemu dengan Kakak laki-laki calon istrinya itu. Juga terlibat obrolan ringan. Tapi kenapa auranya sekarang berbeda.
Dari tatapan yang Rama berikan kepadanya, seolah mengatakan ada hal yang... Aahhh...bahkan hanya memikirkannya saja, sudah membuatnya susah menelan makanan yang sempat ia kunyah.
"Kak Rama mau ngomongin apa sih, Mbak?" Nayla mulai mengorek informasi dari Hasna. Paling tidak clue yang Hasna berikan bisa membantu mengurangi rasa penasarannya.
"Kok ngajak ke ruang kerja? Biasanya juga ngobrol bareng di ruang tengah."
Hasna hanya menggedikkan bahu dan kembali memakan potongan apel segar.
"Nggak balik kantor?" Tanya Nayla lagi.
"Kalau jum'at, Mas Rama jarang balik. Habis sholat jum'at, nemenin Reyn main sekalian nemenin tidur siang."
"Tapi kalau ada kerjaan yang nggak bisa ditinggal, ya... Langsung balik tuh." Ujar Hasna.
Adrian yang mendengarkan obrolan dua perempuan itu hanya bisa menghembuskan nafasnya perlahan. Hasna bahkan tidak memberikan jawaban pasti. Kira-kira apa yang akan Rama bicarakan kepadanya?
***
Tok, tok, tok
Terdengar ketukan beberapa kali di pintu, membuat Rama menghentikan aktifitasnya bermain dengan Reyn di atas playmat.
"Masuk."
Terlihat Adrian menyembul dari balik pintu.
"Oke, boy. Sama bunda dulu, ya. Ayah ada perlu sebentar sama om Adrian." Rama mengangkat tubuh jagoan kecilnya setelah sebelumnya meminta Adrian untuk duduk di sofa.
Tak berselang lama, Rama kembali dan mendudukkan dirinya tepat di kursi lain yang berada di samping kanan Adrian. Lalu Bi Narsih mengekorinya dengan membawa dua cangkir minuman di atas nampan.
"Silahkan, Pak." Ucap Bi Narsih setelah menyimpan dua cangkir minuman hangat di hadapan mereka.
"Makasih, Bi."
"Minum dulu." Ucap Rama setelah pintu ruang kerjanya ditutup dari luar.
Adrian mengikuti Rama yang mengambil cangkir, lalu menyesapnya perlahan sekedar untuk menghilangkan kegelisahan.
"Ada hal penting yang perlu saya bicarakan sama kamu." Ucap Rama membuka obrolan.
Rupanya Rama tidak ingin berbasa-basi. Dan itu sukses membuat Adrian menelan salivanya sendiri dengan susah payah.
Berbagai pikiran negatif menghampiri benak laki-laki berusia 26 tahun itu. Adakah kesalahan yang ia perbuat, hingga Rama memintanya duduk hanya berdua di ruang kerja? Ruangan pribadi yang tidak sembarang orang bisa memasukinya.
Atau bahkan, kedatangannya di rumah Rama suatu kesalahan? Sehingga membuat sang tuan rumah merasa tidak nyaman. Apalagi datangnya berdua dengan Nayla. Dan disaat masih jam kerja. Otaknya benar-benar tidak bisa menerka satu jawaban pun.
"Maaf sebelumnya, jika nantinya kamu tersinggung dengan ucapan saya."
Bahkan bisa ia lihat, gurat keseriusan di wajah Rama.
"Satu bulan lagi, kamu dan Nayla akan menikah."
Sebaris kalimat sudah membuat Adrian dilanda kegugupan. Tapi ia berusaha untuk tetap bersikap tenang di bawah tatapan Rama yang seolah tengah mengintimidasinya.
"Saya dan Papa sudah membicarakan hal ini sebelumnya."
"Dan kebetulan kamu kemari, saya akan sampaikan ini sama kamu sekarang."
Adrian mulai menghirup nafas dalam-dalam untuk mengurai ketegangan.
"Sebentar lagi, Papa akan segera memasuki masa pensiun. Dan sebelum waktunya tiba, Papa ingin ada yang menggantikan posisi Papa di perusahaan."
"Awalnya, Papa meminta saya sendiri untuk mengambil alih perusahaan. Tapi sudah banyak yang saya handle. Perusahaan saya sendiri, bahkan restoran milik istri saya. Yang salah satunya di kelola Nayla."
"Jadi tidak mungkin saya memecah konsentrasi saya sebanyak itu."
Rama menjeda ucapannya. Memperhatikan Adrian yang belum membuka suara sama sekali.
"Jadi, Papa mengambil keputusan bijak untuk menyerahkan tanggung jawab perusahaan kepada kamu."
Keterkejutan nampak begitu jelas dimata laki-laki berkemeja navy itu. Hingga membuat Rama kembali membuka suara.
"Ini bukan keputusan sepihak dari Papa. Tapi memang kami sudah memikirkan dan mempertimbangkan semuanya matang-matang."
"Semuanya bisa dipelajari pelan-pelan."
"Makanya, sebelum Papa benar-benar meninggalkan perusahaan. Papa minta sudah ada yang menggantikan."
"Dan saya yakin, kamu mampu." Ucap Rama yang masih menatap lurus ke arah Adrian.
Adrian menundukkan kepalanya sejenak. Berusaha mencari kata yang pas untuk menolak permintaan calon kakak iparnya itu. Jangan sampai ia malah melukai perasaan keluarga Nayla.
"Di perusahaan, ada bagian milik Nayla. Dan sebagai suaminya kelak, kamu yang harus menjalankannya." Ucap Rama kembali memecah keheningan.
"Kamu tahu sendiri kan, kalau Nayla tidak ada ketertarikan dengan dunia bisnis perkantoran? Makanya lebih memilih ikut bergabung di restoran istri saya."
Adrian menelan ludahnya yang terasa begitu susah saat melewati tenggorokan. Sebelum pada akhirnya, ia membuka suara.
"Maaf, Kak. Bukannya saya menolak, tapi saya merasa tidaklah pantas memegang kendali perusahaan sebesar itu."
"Karena saya sadar akan kemampuan yang saya miliki." Ucap Adrian penuh kehati-hatian.
"Seperti yang saya katakan tadi. Semua bisa di pelajari pelan-pelan." Sanggah Rama.
"Tapi, saya sudah memiliki pekerjaan tetap. Dan sudah membuat saya merasa nyaman." Adrian masih berusaha menolak permintaan Rama.
"Maaf jika kamu tersinggung. Tapi kami tidak bermaksud menyudutkan pekerjaan kamu."
"Kami hanya ingin, kamu lebih maju. Apalagi setelah kalian menikah, tanggung jawab bukan hanya untuk diri kamu sendiri, tapi kepada keluarga kecil kalian nanti."
"Lagi pula, perusahaan milik Papa, adalah milik keluarga Suryanata. Jadi kamu juga memiliki kesempatan yang sama dengan saya saat kamu resmi menikah dengan Nayla nantinya. Memimpin perusahaan."
Jujur saja, Adrian merasa tidaklah mampu. Selama ini ia bekerja di bidang yang memang sesuai dengan keahliannya. Lalu apakah dia sanggup memikul tanggung jawab yang akan diberikan seorang Andi Suryanata kepadanya?
"Kapanpun kamu siap, katakan. Saya siap membantu. Tidak perlu sungkan." Pungkas Rama.
***
Menjelang sore, Nayla dan Adrian berpamitan pada Rama juga Hasna. Dan sekarang, keduanya tengah berada dalam mobil tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Hanya terdengar suara nyanyian yang mengalun merdu berasal dari audio mobil, yang baru saja Adrian nyalakan. Membuat Adrian mengetuk-ngetukkan jemarinya di atas kemudi mengikuti irama lagu.
Trouble will find you no mater where you go, oh oh
No Matter if you're fast no matter if you're slow, oh oh
The eye of the storm and the cry in the morn, oh oh
Your fine for a while but then start to loose control
He's there in the dark
He's there in my heart
He waits in the winds
He's gotta play a part
Trouble is a friend
Yeah trouble is a friend of mine. oh oh
(Trouble is a friend, Lenka)
"Honey."
"Ya?" Adrian menoleh sekilas pada Nayla.
"Tadi ngobrolin apa sama kak Rama? Serius banget. Sampai aku nggak diizinin masuk sama Mbak Hasna."
Tak pernah berubah, jiwa kepo Nayla selalu menggelitik untuk menanyakan hal yang belum ia ketahui pada tunangannya itu.
"Kepo, ya...." Adrian mengerling ke arahnya.
"Ckk... Siapa juga yang kepo? Orang nanya doang." Sungut Nayla.
"Itu...hidungnya sampai kembang kempis begitu. Apa coba kalau bukan kepo." Kini Adrian mulai tergelak.
"Iiihhhh...nyebelin deh." Nayla pura-pura merajuk dengan membuang pandangan ke arah luar jendela di sampingnya.
Adrian tersenyum simpul mendapati reaksi Nayla yang seolah tengah memprotes dirinya.
"Tadi kak Rama bilang kalau..."
Nayla memasang kedua telinganya dan menajamkan pendengaran. Menunggu Adrian menyelesaikan kalimatnya. Dan tetap tak mengalihkan pandangannya dari luar jendela. Akan terlihat sekali ia sangat penasaran, jika langsung menoleh pada Adrian.
"Aku...di minta untuk..."
Hampir saja Nayla melayangkan protes, karena Adrian tidak to the point dalam menyampaikan berita. Namun urung, saat laki-laki itu kembali membuka suara.
"Setelah kita menikah...aku diminta...untuk...mengambil alih perusahaan Papa kamu." Nayla langsung mengalihkan pandangannya, dan menatap Adrian yang masih fokus pada jalanan, namun masih melirik ke arahnya sebentar.
"Trus kamu bilang apa?" Kali ini Nayla benar-benar tidak bisa menyembunyikan rasa penasarannya. Dan ekspresi yang perempuan itu tunjukkan benar-benar membuat Adrian tak kuasa menahan tawanya.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
Yani
Nayla ga berubah madih tetap kepo lanjut thor ttp semangat 💪💪💪❤❤❤
2023-07-14
1
babyanzely
besok update lagi ya Thor,semangat karena aku penasaran konflik yg membatalkan pernikahan si Nayla😊
2023-07-13
0