So don't be alarmed if he takes you by the arm
I won't let him win, but I'm a sucker for his charm
Trouble is a friend
Yeah trouble is a friend of mine, oh oh
(Trouble is a friend, Lenka)
Masih terdengar sayup-sayup lagu yang sedari tadi mereka dengarkan dari audio mobil, di tengah gelak tawa Adrian.
"Adrian iiihhhh...nggak lucu."
"Aku nanya nya serius." Protes Nayla.
"Oke."
Adrian menghentikan tawanya dan kembali fokus pada Nayla. Jemarinya bergerak menyentuh tombol off audio. Sepertinya ia harus segera membicarakan hal serius ini pada Nayla.
"Terus, kamu bilang apa? Kamu nggak nolak, kan?" Tanya Nayla dengan tidak sabarnya.
Hening.
Adrian menoleh sekilas pada Nayla, lalu kembali fokus pada jalanan. Terdengar helaan nafas panjang dari laki-laki itu.
"Jujur, aku lebih nyaman dengan pekerjaanku sendiri, daripada harus mengelola perusahaan Papa kamu." Ucap Adrian hati-hati.
"Aku cukup sadar diri dengan kemampuan yang aku miliki. Aku tidak mau serakah dengan meng iya kan tawaran Kak Rama dan Papa kamu. Aku takut." Laki-laki itu sekilas melirik Nayla yang fokus kepadanya.
"Aku takut membuat kalian kecewa, karena telah menyerahkan tanggung jawab besar kepada orang yang tidak mampu untuk mengembannya."
"Aku nggak mau orang-orang beranggapan kalau aku menggunakan aji mumpung. Mendapatkan calon istri anak seorang pengusaha sukses. Dan sekarang, aku yang ambil alih perusahaan milik keluarga kamu." Adrian menggeleng pelan.
Nayla meraih tangan kiri Adrian yang tidak memegang kemudi. Tepat setelah laki-laki itu selesai menyampaikan uneg-unegnya.
"Papa dan Kak Rama, tidak akan mengambil keputusan yang asal-asalan. Mereka sudah sangat lama terjun di dunia bisnis. Dan sangat mudah bagi mereka menemukan calon yang tepat sebagai penerus di perusahaan." Ucap Nayla berusaha meyakinkan.
"Tapi, bukan aku orang yang tepat itu." Sahut Adrian.
Nayla menghembuskan nafas panjang. Tidak mungkin ia bisa memaksa Adrian. Lebih baik ia mengikuti alurnya saja.
Nayla mengusap lembut lengan kokoh di balik kemudi itu. Dan berusaha memberikan senyuman manis untuk calon suaminya.
"Nanti pasti ada saatnya kamu akan mengatakan, aku siap menerima tanggung jawab ini. Demi aku, demi keluarga kita nantinya."
Mobil yang Adrian kendarai membelah arus lalu lintas yang tidak terlalu padat. Hanya terjebak macet di lampu merah saja.
"Mau langsung pulang, atau... Kita mampir dulu?" Tawar Adrian yang memperhatikan traffic light yang masih menyalakan warna kuning.
"Aku masih kenyang." Lirih Nayla.
Adrian sontak menoleh pada Nayla dan tersenyum lebar mendengar jawaban yang perempuan itu berikan.
"Mampir tidak harus makan, Honey."
"Barangkali kamu pengen jalan-jalan dulu. Atau... Nonton mungkin." Ucap Adrian tepat saat traffic light menyalakan lampu hijau, dan kembali melajukan mobil.
"Ya...anggap saja, kita lagi kencan. Long weekend ini." Adrian sekilas melihat ke arah Nayla.
Nayla nampak berpikir sejenak.
"Not bad. Oke, kita nonton." Ucap Nayla dengan seulas senyuman.
***
"Nggak mampir dulu?" Nayla membuka seatbelt yang membelit tubuhnya, sesaat setelah Adrian mematikan mesin mobil.
"Menurut kamu? Setelah hampir seharian menculik anak gadis orang, apa aku harus pergi begitu saja?"
"Bisa di gantung rame-rame aku sama Papa kamu dan Kak Rama." Kekeh Adrian yang mengikuti Nayla yang membuka seatbelt kemudian turun dari mobil bersamaan.
Sejenak Adrian dan kedua orang tua Nayla bercengkerama, sebelum akhirnya pamit pulang. Karena malam semakin larut.
"Hati-hati nyetirnya. Nggak usah ngebut." Pesan Nayla saat Adrian telah masuk ke dalam mobil.
"Pengennya sih nginep. Sayangnya...aku masih sayang nyawa." Adrian menatap Nayla penuh arti.
"Belum ngerasain surga dunia." Kini laki-laki itu menaik turunkan kedua alisnya menggoda.
Plak
Satu pukulan mendarat di lengan kanan Adrian.
"Dijaga kalau ngomong. Kena jewer Mbak Hasna, baru tau rasa kamu." Adrian semakin tergelak mendengar ucapan Nayla.
"Oke, aku pulang dulu." Ucap Adrian setelah tawanya mereda.
"See you next time."
"Hati-hati." Ucap Nayla.
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumussalam."
***
Semua berjalan seperti biasa. Rutinitas setiap week day, dan segala kepenatan yang menghiasinya.
Kurang dari dua minggu, Nayla akan segera melepas masa lajangnya. Dan itu membuat si gadis tengil kerap menyambangi kediaman kakak laki-lakinya.
Selain belajar mencoba sebuah resep tentu saja untuk belajar menjadi seorang istri yang baik untuk calon suaminya kelak, Adrian.
"Harus sabar, ikhlas, dan berusaha menerima." Tiga kata yang Hasna ucapkan padanya sore ini, setelah menyelesaikan membuat cookies dan menikmati hasilnya di ruang tengah.
"Sabar dengan apapun ujian yang menyapa kita." Lanjut perempuan cantik itu.
"Karena ujian, bukan melulu tentang kesulitan. Tapi juga kenikmatan."
Nayla mengernyit mendengar penuturan Hasna.
"Contohnya seperti Mbak ini." Tautan kedua alis Nayla semakin dalam.
"Mbak hamil. Itu juga sebagai suatu ujian dalam pernikahan. Ujian atas kesabaran kita untuk menikmati rasa sakit yang tiba-tiba mendera."
"Hilangnya naf-su makan. Tidur yang tak selalu nyaman. Dan kondisi tubuh yang tidak selalu bugar." Hasna mengusap lembut perut besarnya.
Nayla mengangguk-angguk kecil mendengar penuturan Hasna.
"Bagaimana nanti suami yang selalu di butuhkan sosoknya oleh istri di masa-masa sulit? Bagaimana kesabaran suami mendampingi istrinya? Dan bagaimana kesabaran istri atas apa yang di alaminya?"
Nayla mengingat bagaimana saat pertama Hasna resmi menikah dengan Rama. Walau secara tidak langsung, tapi ia tahu jika kakaknya itu menolak kehadiran Hasna sebagai istrinya. Tapi Hasna tetap bertahan dengan segala sikap menyebalkan Rama.
Lalu saat Hasna dinyatakan hamil oleh dokter. Saat itu Hasna bahkan tengah koma pasca kecelakaan. Bagaimana hancurnya Rama. Namun tetap bertahan mendampingi Hasna hingga terlepas dari masa sulit. Hingga putra mereka terlahir ke dunia dengan selamat.
"Ikhlas dan berusaha menerima apapun yang telah digariskan oleh Allah untuk kebaikan kita."
Satu yang Nayla suka dari Hasna, tidak pernah merasa menggurui. Karena mereka lebih sering terlibat diskusi ringan, yang bahkan seperti obrolan pada umumnya. Tentang bagaimana membawa hubungan pernikahan agar tetap terasa manis, meski jalan yang di lalui tak selalu indah.
"Mungkin kamu berpikir jika, gampang Mbak soalnya udah sering ngobrolin hal serupa. Udah banyak belajar. Tapi, nantinya permasalahan yang akan kamu temui tidak akan sama dengan apa yang Mbak dan mas Rama alami."
Nayla mengangguk perlahan. Tidak bisa membayangkan saja, bagaimana ia berada di posisi Hasna. Diacuhkan oleh sosok yang bergelar sebagai suami. Yang bahkan baru pertama ditemui saat akad nikah. Yang pasti, dia tidak akan sanggup.
"Karena Allah sudah menakar semua sesuai dengan porsinya."
"Yakinlah, kalau apa yang Allah tetapkan adalah yang paling terbaik buat kamu."
Nayla tiba-tiba saja menghambur ke dalam pelukan Hasna.
"Kenapa aku merasa Allah nggak adil ya, Mbak?" Hasna mengerutkan keningnya.
"Kenapa bukan Mbak Hasna aja yang jadi kakakku?" Ucap Nayla setengah menggerutu.
"Jadi kamu nggak suka kalau Mas Rama jadi kakak kamu?" Todong Hasna.
"Oke, nanti aku kasih laporannya biar segera di ACC sama Ayahnya Reyn." Seloroh Hasna.
"Iiihhh... Mbak Hasna... nyebelin deh." Nayla memberengut dengan kedua tangan yang masih melingkari pundak perempuan itu.
Sesaat keduanya terdiam. Hingga suara Hasna kembali terdengar.
"Nay... Mbak boleh ngomong sesuatu nggak?" Tanya Hasna.
Nayla melepaskan pelukannya dari Hasna.
"Ngomong aja kali, Mbak. Biasanya juga nggak pakek izin dulu." Ucap Nayla.
"Tapi janji, ya. Kamu jangan tersinggung."
Nayla memperhatikan wajah cantik yang tengah serius menatap ke arahnya.
***
Nayla merebahkan tubuhnya di atas ranjang, setelah menyelesaikan sholat isya'. Kedua netranya menatap langit-langit kamar bernuansa lavender itu.
Kata-kata yang sempat Hasna ucapkan kembali berputar memenuhi pikirannya.
Jujur saja ia tidak menolak, tapi perlu belajar dan membiasakan diri tentunya. Dan tanpa paksaan, itu poin pentingnya.
"Tapi sebaiknya kamu bicarakan dulu sama Adrian. Bagaimanapun dia akan menjadi imam kamu nantinya. Izinnya adalah sebuah ridho bagi kamu saat sudah sah menjadi istrinya." Itu yang Hasna ucapkan sebelum Rama tiba dari kantor.
Hal yang sangat sensitif, tapi akan sangat baik untuk masa depannya kelak.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
Yani
Apa ya yang di bicarakan Hasna sama Nayla?
2023-07-16
0