Ingin berteriak tapi pada siapa, sementara di sekelilingnya masih sepi. Ini masih terlalu pagi untuk bertemu seseorang, terlebih di tempat pinggir kota.
Shiren mengecek keadaan sosok tadi yang ia ketahui dari potongan rambut dan penampilannya adalah seorang laki – laki. Nafasnya masih terasa hangat di tangan saat Shiren mendekatkan kedua ujung jarinya di lubang hidung pria tadi.
“Masih hidup,” gumamnya.
Jarak rumah CINTA tak cukup jauh dari posisi Shiren saat ini. Shiren menarik tangan pria itu hingga sepenuhnya berada di badan jalan. Pria dengan jaket kulit berwarna hitam, ia temukan dalam keadaan pingsan dengan luka mengering di bagian pelipis sebelah kiri.
Pria itu terlentang. Shiren duduk berjongkok. Tangan nya berusaha menggapai tangan pria itu hingga memposisikan dirinya menggendong pria pingsan itu. Dengan langkah terseok dan dengan kekuatannya, Shiren membawa pria pingsan itu ke rumah CINTA.
“Bimo!” teriak Shiren begitu ia sampai di halaman rumah CINTA.
Mendengar namanya di panggil, Bimo bergegas datang. Bimo ( 8 tahun ) salah satu anak yang tinggal di rumah CINTA. Dia satu – satunya anak pria di rumah itu.
“Kak Shiren, siapa dia Kak?”
“Kakak juga tidak tahu, cepat bantu kakak bawa dia masuk ke dalam!”
“Baik Kak!”
Chika, Eva, Reva,Risma dan Mila yang sedang menunggu kedatangan Shiren pun berhenti berseru memanggil nama Shiren setelah mereka berlima tahu Bimo dan Shiren membawa seorang pria yang pingsan.
“Kak Shiren!” seru mereka kompak.
“Kalian pasti sudah lapar, maaf ya, kakak datangnya terlambat, tadi kakak menemukan kakak ini di tepi jalan.”
“Kakak kenal dengan kakak ini?” Chika menunjuk pria yang masih pingsan.
“Tidak,” Shiren menggeleng.
Shiren meminta Eva untuk mengambilkan bantal sementara Reva mengambilnya minyak kayu putih. Karena Shiren sudah tidak kuat lagi, maka pria pingsan itu diletakkan di lantai.
Eva datang membawa bantal. Shiren mengangkat kepala pria itu dan meletakkan bantal di bawahnya.
Reva datang membawa minyak kayu putih dan menyodorkan ke arah Shiren. Shiren menerimanya dan membuka tutup botol. Sebelum mengoleskan ke telapak kaki, Shiren terlebih dulu melepas sepatunya. Memijat ujung ibu jari kaki. Pria pingsan itu belum juga bergerak. Shiren mengarahkan botol minyak kayu putih ke ujung hidungnya, barulah pria itu mengerjapkan mata.
“Kepalaku, sakit!” pria itu mengaduh sambil memijat pelipisnya.
“Kepala kamu terluka. Aku akan membersihkan lukamu sebelum aku plester.” Shiren menerima kotak P3K yang Risma bawakan.
“Terimakasih Risma!”
“Iya, Kak Shiren!” sahut Risma.
“Di mana aku?” Pria yang baru saja tersadar dari pingsannya itu mengedarkan pandangan, memperhatikan ornamen bangunan yang tua, terlihat dari warna cat nya yang mengelupas dan tembok yang retak. Meski bangunan dengan ukuran 5 meter persegi itu sempit, tapi bagi penghuninya ini adalah surga mereka. Llalu pandangan terakhir jatuh pada wanita cantik berkulit sawo matang. Perpaduan hijab dan kulot nya sangat serasi, menambah penampilan Shiren tampak elegan meski berhijab.
“Kamu sekarang berada di rumah CINTA, aku Shiren, aku menemukan kamu pingsan di tepi jalan. Kamu siapa, dan bagaimana kamu bisa pingsan?”
“Aku Aldo.” Pria berusia 27 tahun itu berusaha mengingat kejadian yang menimpanya. Ia ingat jika dirinya tengah kabur dari pengeroyokan geng COBRA yang berambisi ingin membunuhnya.
Aldo berusaha untuk bangkit tapi Shiren menahannya. “Jangan bergerak dulu, lukamu di kepala akan infeksi jika tak segera diobati!” Shiren membuka Alkohol lalu menuangnya di atas kapas. Setelah kapas cukup dengan cairan alkohol, Shiren menekan perlahan di pelipis Aldo.
Aldo mendesis sakit, tapi ia berusaha menahannya. Untuk meringankan rasa sakit, Shiren meniup luka itu. Terasa hembusan nafas gadis berusia 24 tahun itu menyelinap masuk melalui celah rongga hatinya yang tersembunyi. Desiran hatinya tak mau pergi.
Aldo mengerjap, menyadarkan dirinya bahwa siapa dia yang sangat tidak pantas mendapatkan gadis seperti Shiren.
Lalu Shiren membuka perekat plester, menempelkan di bagian yang luka. Itu pun ia lakukan dengan sangat hati – hati.
“Terimakasih,” satu kata yang jarang sekali Aldo gunakan.
Shiren hanya mengulas senyum, gadis berhijab itu kemudian bangkit dan meminta Bimo untuk mengambil rantang dan sepedanya di tempat ia menemukan Aldo tadi. Mila membantu Bimo.
Meski Aldo masih lemah, tapi ia tak ingin dikasihani mencoba bangun. Aldo kemudian mengikuti Shiren menuju dapur.
“Kamu tinggal di sini?” tanyanya sambil matanya terus beredar mengamati ruangan yang baginya terlalu sempit.
“Sebenarnya tidak, aku ke rumah CINTA setiap hari kecuali hari Minggu.”
“Tolong kakak menata piring ya!” ucap Shiren pada anak – anak.
“Iya Kak!” sahut mereka berempat kompak.
Sambil menunggu makanan datang, Shiren memperkenalkan anak – anak kepada Aldo. Aldo memperkenalkan dirinya. Aldo tak menceritakan perihal identitasnya sebagai geng motor.
“ Makanan sudah datang!” seru Mila, sementara Bimo masih tertinggal, dia menuntun sepeda Shiren yang terlalu besar untuk ia naiki.
Anak – anak berseru senang ketika melihat makanan sudah datang. Shiren membuka rantang dan membagi nasi serta lauk ke setiap piring. Begitu pula dengan Aldo, ia juga mendapat bagiannya. Senyum Aldo terukir, ia segera melahap sarapannya. Sedetik kemudian ia menghentikan makannya lalu menatap mereka. “Ada yang salah?”
Bimo menggerakkan jarinya, “Kak Aldo belum berdoa sebelum makan!”
Aldo meletakkan sendok. “Tolong bantu kakak baca doa mau makan ya!” satu kalimat yang bahkan Aldo jarang ucapkan. Baru beberapa menit di rumah CINTA Aldo sudah banyak belajar pada Shiren. Tolong dan terimakasih.
Selesai sarapan penghuni rumah CINTA terlihat sibuk. Aldo mendekati Shiren yang berada di halaman luar dan bertanya. “Untuk apa kamu mengumpulkan semua kayu bakar ini?”
“Aku mau berkemah di lapangan.”
“Berkemah? Kamu tak takut sendirian?”
“Aku kan bersama anak – anak, untuk apa aku takut, warga sekitar sangat baik dan aku mengenal mereka. Sekali aku berteriak mereka akan datang menolongku.” Terang Shiren.
Aldo berdecak kagum. Rasanya sangat berat jika ia harus pulang sekarang.
“Boleh aku ikut bergabung?”
“Bagaimana dengan orang tuamu, apakah mereka tidak akan mencarimu?”
“Mereka sangat sibuk, dan malah senang jika aku tak ada di antara mereka.” Perkataan Aldo membuat Shiren menghentikan pencarian kayu bakar.
Shiren memahami perasaan Aldo. “Bergabunglah, tapi jika suasana hatimu sudah baik, pulanglah! Aku yakin para orang tua di mana pun pasti akan mencemaskan anaknya jika tak pulang ke rumah.”
“Aku janji, aku akan pulang.”
Meski Shiren baru mengenal Aldo, Shiren yakin Aldo orang baik dan takkan mencelakai diri nya dan anak – anak.
Malam pun tiba. Aldo dan Shiren membuat api unggun di perkemahan. Ini adalah hal pertama bagi anak – anak dan mereka sangat senang. Shiren mengajak anak – anak bernyanyi dan bermain. Aldo sangat tertarik dengan kepribadian Shiren yang beda dengan wanita lain.
“Mengapa kamu bisa ada di sini bersama mereka? Aku lihat, rumah itu seperti ruangan untuk belajar.” tanya Aldo yang sudah tak mampu lagi membendung rasa penasarannya.
“Aku menemukan mereka tiga tahun lalu mengemis di jalanan. Mereka adalah korban gunung meletus yang tidak punya orang tua dan tempat tinggal. Aku membeli bangunan ini dan berharap suatu hari nanti bisa membangun sekolah khusus bagi mereka yang putus sekolah.”
Ucapan Shiren mengetuk hatinya. Bagaimana bisa seorang gadis remaja mampu memikirkan kehidupan orang banyak, sementara dirinya hidup tak karuan, masuk geng motor dan bertindak sesuka hati. Ia ingat betul pernah merampas uang anak kecil lalu membelanjakan rokok untuk dirinya.
“Lalu kamu sendiri bagaimana? Apa kesibukan kamu setiap hari?” pertanyakan Shiren seketika membuat nafasnya tercekat di tenggorokan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
范妮·廉姆
bagaimana kalau teriak PDA rumput yg bergoyang wkwkw
2024-04-02
0