Kado Untuk Aldo

Kado Untuk Aldo

Bab 1

“Hoi, berhenti Lo!” suara teriakan seseorang terdengar bersamaan deru mesin motor tengah meneriaki Aldo yang sedang dalam perjalanan pulang.

Aldo menoleh ke belakang seketika itu juga. Dilihatnya sekelompok geng motor COBRA yang selama ini menjadi musuh besar nya menuju ke arahnya dan mengepung. Aldo terhenti dalam kepungan itu.

Geng LION yang Aldo pimpin bukanlah satu – satunya geng motor yang ada di kota Kediri, ada juga geng COBRA yang selama ini berdiri di bawah pimpinan seorang pemuda yang sangat membenci Aldo.

Aldo baru saja meninggalkan pangkalan geng LION, Aldo bersama geng nya mengadakan balap di area lereng. Aldo selalu menang di setiap pertandingan baik itu legal atau pun tidak. Dan karena itulah salah satu pemicu kebencian dari musuhnya yang selalu kalah melawan Aldo saat balapan liar.

Setelah berhasil mengepung Aldo, salah satu dari geng COBRA turun dari motor dan langsung memberikan bogem mentah ke arah wajah Aldo. Hampir saja pukulan itu mendarat di wajahnya jika saja Aldo tidak cepat menghindar.  Tak hanya seorang saja yang bergerak, para geng motor COBRA lain ternyata membawa alat pemukul sebagai senjata dan siap untuk menyerang Aldo. Mereka mulai turun dari motor dan menyerang secara bersamaan. Aldo bergerak cepat, salto ke depan, kiri dan kanan untuk menghindari serangan karena Aldo tak membawa perlindungan diri satu pun. Tangan Aldo menangkis serangan, sementara tangan satunya lagi meninju lawan.

 Pertarungan satu dibanding tujuh itu berlangsung sengit hingga Aldo merasa lelah dan kewalahan. Di akhir babak pertarungan itu Aldo berhasil ditaklukkan. Kedua kaki Aldo menjadi sasaran. Mereka memukul hingga Aldo menjerit histeris. Mereka seolah tuli dengan rasa sakit yang Aldo lontarkan. Aldo ambruk. Para geng COBRA tertawa lalu di antara mereka berdebat tentang nasib Aldo, langsung dibunuh ataukah dibiarkan saja begitu. Semenit kemudian mereka mendapatkan perintah untuk langsung saja menghabisi nyawa Aldo.

Mendapatkan kesempatan disaat perdebatan itu, Aldo sebisa mungkin merangkak dan bersembunyi dalam semak. Ternyata alam berpihak padanya, dalam kegelapan malam ini secara tidak langsung memberikan perlindungan pada diri Aldo. Aldo mencoba menahan rasa sakit di bagian kakinya dan berusaha untuk menegakkan kedua kakinya. Rasa sakit ia abaikan agar bisa selamat dari keroyokan itu. Perlahan kedua kakinya mulai mampu menopang bobot tubuhnya. Melangkah pelan sudah bisa Aldo lakukan meski dia harus menahan rasa nyeri.

Teriakan dari para geng COBRA terdengar mengecil, itu menandakan kalau langkah Aldo sudah sangat jauh. Aldo berlari pincang sambil terus menatap ke arah belakang. Licinnya jalanan membuat Aldo tersungkur dan kepalanya menghantam batu. Pelipisnya mengeluarkan darah lalu Aldo pingsan seketika itu juga.

Shiren memungut pulpennya yang jatuh. Memasukkan ke dalam tas bersama barang bawaan lain. Malam minggu ini ia sudah mendapatkan izin dari ayahnya untuk berkemah di lapangan yang tak jauh dari rumah CINTA. Rumah CINTA adalah bangunan tua yang ia beli dan ia jadikan sebagai sarana mengajar dan bermain bagi anak yang tuna wisma dan putus sekolah.

Meski berasal dari kalangan elit, Shiren tak sombong dan lebih memilih mengabdikan diri untuk bangsa yang tepatnya berada di tepi kota.

Setiap hari Shiren selalu berangkat mengendarai sepeda untuk sampai ke sana. Ayahnya Samuel sudah memfasilitasi mobil dan memberikan sopir pribadi, tapi Shiren menolak. Ia lebih suka melakukan sendiri tanpa harus merepotkan orang lain.

“Shiren, ini ada puding, nanti segera dimakan ya, takutnya keburu basi!” ujar seorang wanita cantik yang tidak lain adalah Eliana, ibunya Shiren.

Shiren yang tengah mengecek barang bawaannya mendongak menatap Eliana.

“Iya Ma, Shiren akan membaginya pada anak – anak nanti, takutnya Shiren nggak habis kalau makan sendiri,”

Eliana tersenyum lalu memasukkan kotak berisi puding ke dalam tas. “Isi nya banyak kok, cukup untuk kalian bereenan.”

Shiren mengangguk lalu memeluk ibunya, “Shiren berangkat dulu ya, Ma!”

“Kamu nggak sarapan dulu?”

“Eum, Shiren  sarapan nanti saja Ma, sesekali sarapan bareng anak – anak!”

Lagi, Eliana hanya mengulas senyum. Wanita cantik itu tak pernah berdebat hal sekecil apapun dan selalu menghargai anaknya.

Shiren sendiri juga tak pernah membantah setiap kali ibunya melarang jika itu tak cocok dengan keinginan ibunya. Mereka berdua tak pernah terlibat cek cok, hal itulah yang membuat Eliana sangat menyanyangi putri tunggalnya.

Eliana keluar kamar menuju dapur untuk menyiapkan bekal, melebihi nasi dan lauk. Samuel menuruni tangga dan mendapati istrinya tak ada di ruang makan. Samuel mendengar suara dari arah dapur, langkahnya membawa dirinya ke sana. Dan benar saja, Eliana ada di dapur.

“Kamu mau piknik sayang!” Samuel mendaratkan kecupan di leher istrinya yang mulus. Sementara kedua tangannya merangkul pinggang.

“Sam, kalau Shiren tahu bagaimana, cepat lepaskan pelukanmu!” pekik Eliana, ia tak ingin menunjukkan keromantisan di depan putrinya yang beranjak dewasa itu.

Samuel patuh, tapi sebelumnya ia mencuri ciuman di bibir. Menyesap begitu lahap. Eliana kehabisan nafas barulah Samuel melepaskan ciuman.

“Bonusnya nanti malam ya!” seru Samuel sebelum pergi. Langkahnya terhenti lalu bertanya. “Kamu belum menjawab pertanyaanku tadi?”

Eliana sudah selesai menyiapkan bekal, “Kamu bertanya padaku, yang mana, maaf aku nggak fokus!”

“Kamu mau piknik? Kok nggak ajak aku,”

Eliana tertawa sendiri, “Bukan aku, tapi Shiren!”

“Oh, iya, semalam dia sudah minta izin padaku untuk berkemah di rumah CINTA.”

“Apakah nggak apa-apa, kita membiarkan dia sendirian di luar sana?” Eliana terlihat cemas.

“Dia tidak sendiri, ada anak – anak yang menemaninya. Jika kamu cemas, aku bisa melarangnya untuk pergi.”

“Jangan Sam, aku takut jika hal itu bisa membuatnya kecewa. Aku tak ingin merusak kesenangannya. Lagi pula, berkemah bukanlah hal yang negatif.”

Shiren datang menuju dapur. “Ma, aku sudah telat nih, anak – anak pasti menungguku. Aku sudah janji pada mereka untuk membawakan sarapan.”

Sam dan Eliana menoleh bersamaan ke arah sumber suara. “Iya, ini mama sudah menyiapkan bekal.” Eliana memperlihatkan rantang.

 

“Kamu perlu bantuan, mungkin papa bisa mengantarmu ke sana?” tawar Sam.

 

“Tidak perlu Pa, Shiren bisa sendiri kok!” Shiren mengambil bekal itu dan setelah berpamitan Shiren pergi.

 

Shiren mengayuh sepedanya dengan kecepatan sedang. Sambil bersenandung ia menikmati hawa udara di pagi hari yang sejuk. Pemandangan alam yang memamerkan sejuta keindahan membuatnya terlena hingga tanpa sadar ia melindas sesuatu.

 

Shiren menghentikan sepedanya. Merasa sesuatu yang dilindas tadi bukanlah batu, Shiren menoleh ke belakang. Mulut Shiren menganga lebar melihat sebuah tangan yang tergeletak di badan jalan.

 

“Mayat ....” Shiren melihat tubuh pemilik tangan tadi. Badan nya melintang ke tepi jalan dan tertutup semak.

 

Shiren memberanikan diri dan mendekati sosok yang tergeletak itu.

 

 

 

 

 

 

Terpopuler

Comments

𝕻𝖔𝖈𝖎𝕻𝖆𝖓

𝕻𝖔𝖈𝖎𝕻𝖆𝖓

Hmmm penasaran ni sama cerita ini

2024-04-02

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!