Sagaras sedang menatap kedua belah langit di atap gedung yang menjulang tinggi. Langit gelap itu perlahan l digantikan oleh cahaya orange yang perlahan keluar. Diikuti langit biru cerah dibelakang sang mentari.
Susunan angin yang menegur dirinya tak kalah banyak, permukaan angin berselancar tidak rata, membuat baju crewneck agak lebar yang dia pakai bergerak tak karuan, mengikuti angin yang bergerak di sekeliling tubuhnya.
Pria dengan rambut tipis nyaris botak, berwarna agak kecoklatan. Entah apa yang dia lakukan di atas gedung apartemen nya sepagi ini. Tidak biasanya pria yang kerap dipanggil Saga itu menatap mentari.
Dirinya lebih suka diam dalam ruangan, jendela tertutup. Seakan menjauh dari cahaya seperti vampir di siang hari.
Pria itu merasa lebih nyaman disana. Dirinya tidak akan melihat berbagai macam warna. Kini dia memikirkan impian terbesar nya.
BISAKAH AKU MENGGUNAKAN PALET WARNA ITU? Pertanyaan yang berulang kali diucapkan nya dalam hati. Tidak ada sel kerucut yang berfungsi. Biasanya disebut achromatopsia atau monokromasi.
Kemampuan Sagaras untuk melihat warna sangatlah terbatas.
Dirinya hanya memiliki satu buah sel kerucut atau cones. Bahkan bisa saja semua sel kerucutnya tidak berfungsi, atau buta warna total. Meskipun jarang terjadi dan rasio pengidap nya bisa dibilang cukup jauh. 1:30.000 orang.
Sayangnya Sagaras adalah satu orang itu. Impiannya kandas. Angan angan sebagai pelukis besar dengan karya yang terpajang di semua tempat, museum, pameran, perpustakaan, semua! Sagaras memilik tekad yang sangat besar.
Namun tekad besar itu harus bertemu dinding besar bernama kenyataan. Dirinya bahkan tidak sama sekali membedakan warna. Hitam dan abu-abu. Seperti film hitam putih, itulah yang dia lihat.
Bola matanya terkadang bergerak tidak karuan tak terkendali, pengelihatan nya tidak tajam, bahkan cahaya terang bisa melukai matanya. itulah mengapa Sagaras mengurung diri didalam kamar. Namun pagi ini berbeda. Dirinya tengah duduk santai di atap apartemen yang cukup luas sembari melihat terbitnya matahari pagi.
***
Pandangan Sagaras memalingkan tempat, kini dia berdiri didepan gerbang besar tanpa warna, hanya tertulis UNIVERSITAS MINGGU LALU, yang juga tidak terlalu jelas. Masih dengan pakaian yang sama. Dirinya berjalan masuk perlahan.
Dirinya mengambil sastra inggris untuk kelanjutan pendidikan nya. Sagaras sebenarnya sangat ingin masuk kedalam DKV ataupun seni rupa, dirinya ingin sekali pandai dalam mendesain ataupun melukis sesuatu.
Namun Sagaras memendam kembali harapan di kepalanya. Dirinya tidak ingin memikirkan nya lagi, tetapi benih-benih harapan itu selalu muncul mengakar didalam dirinya.
Memalsukan surat keterangan jelas adalah hal bodoh, buta warna nya total. Dia tidak bisa melihat warna! Dunianya hambar, jika dia hanya mengalami buta warna parsial mungkin saja Sagaras akan memalsukan surat kesehatan nya.
Dirinya masih bisa melihat dan setidaknya bisa dalam mata kuliah yang berhubungan dengan kode warna, meskipun akan kesusahan. Namun dirinya tidak ingin memaksakan takdir. Meskipun ada secercah perasaan didalam dirinyan yang selalu membara.
Engsel pintu yang dibuka menimbulkan bunyi patahan kayu, dirinya perlahan masuk kedalam kelas. Sambutan diberikan oleh beberapa orang yang memandangi nya masuk kedalam.
Sagaras sebenarnya cukup menyukai sastra inggris, dirinya mendapat banyak teman baik. Mereka semua peduli dengan dirinya. Tidak buruk tapi juga tidak bagus. Bell belum berbunyi, berarti masih ada waktu, Sagaras menaruh barang bawaan nya dan berangkak keluar dari kelas tadi. Menuruni tangga melingkar yang panjang. Dia akan berjalan di taman.
Tidak ada tempat selain taman yang bisa membuat dirinya nyaman dan betah berlama-lama. Deretan rumput tipis dengan bunga bermekaran diatas nya.
Harum nya cukup kuat untuk masuk kedalam hidung, aroma harum nya berpadu dengan manis nya aroma roti yang baru dikeluarkan dari oven di kantin sebelah sana yang terlihat masih ramai. Bunyi sayup cukup jelas terdengar dari televisi di sudut ruangan dalam kantin. Orang orang sedang sibuk mengerjakan tugas mereka, ada yang makan, ada juga yang hanya duduk santai sembari memainkan ponsel atau laptop nya. Kekuatan wifi kampus MILA cukup cepat meski dipakai oleh puluhan orang.
Sagaras melipat tisu kecil dari balik saku celana miliknya dan menggesekan nya di lantai ubin halus yang ditata sedemikian rupa hingga membentuk kursi panjang. Dirinya mengoreksi posisi kacamata agak bulat dengan frame hitam yang cukup tebal. Memandangi rentetan manusia yang berjalan melewati dirinya. Tatapan matanya bergerak teratur dengan ekpresi tanpa wajah itu.
Namun tatapan matanya perlahan bergerak cepat. Sagaras mengerutkan kening nya dan menurunkan alis tebal hitam milik nya. Dirinya memandang satu mahasiswa yang tengah berlari tergesa-gesa dengan papan jalar penuh lembaran kertas hingga terlihat seperti tumpukan buku, kemeja biru gelap, rok hitam panjang, dengan rambut sepanjang pundak. Arumi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 22 Episodes
Comments