Chapter Two - Little Dream

Ruangan putih bersih tanpa furniture selain rentetan cat kaleng dan cat akrilik yang menempel di tembok, easel kayu menumpuk di sudut ruangan, dengan tumpukan kanvas lukis disamping nya.

Lampu panel persegi menempel di atap-atap, cahaya nya yang berusaha menyinari ruangan tidak terlihat oleh rembusan sinar matahari yang masuk lewat jendela.

Arumi duduk diam di bangku kayu kecil yang tidak lebih tinggi dari pinggang. Jari nya memutar-mutar kuas kecil dengan corak violet di ujung nya. Dirinya tidak berhadapan dengan kanvas lukis atau media gambar lainnya. Hamparan tembok putih kosong. Lengan nya bergerak keatas kebawah seolah dirinya sedang melukis sesuatu. Tatapan matanya hampir mereda, lesung pipi nya semakin dalam tertarik.

Pintu kaca lebar menyamping disamping menampilkan siluet seorang wanita, gesekan pintu menarik mata Arumi.

Gadis itu tengah berjalan perlahan membawa nampan plastik hijau dengan beberapa makanan diatasnya.

"Kakak habis dari mana? Tupai- tupai itu lompat ngikutin kakak lho." Arumi mengambil keseimbangan, kakinya menegak dan mencoba meregangkan badan nya yang kaku setelah duduk termenung puluhan menit.

"Kakak abis dari dapur, kamu dicariin kemana-mana enggak ketemu, taunya lagi di gudang."

"Gudang nya jadi lebih bagus kan abis aku cat." Arumi memasang senyuman, kakak perempuan satu satunya, mengurus Arumi sedari masa sekolah dasar.

Gadis dengan raut wajah biasa, tidak terlalu mencolok, Serena Davira. Dengan lembut dia menaruh nampan di meja kecil dan menarik meja itu mendekati Arumi.

"Wahh...pai apel!" Arumi mendongak semangat melihat kumpulan pai apel tertata rapih diatas nampan. Lengan mungil yang hampir tertutup manset biru cerah mengambil satu pai apel yang sedikit lonjong dengan barisan gula putih yang bertabur.

Pai renyah digerus oleh gigi putih Arumi mengeluarkan sensasi renyah sekaligus lembut. Aroma manis yang melebur sempurna dengan gula yang mulai basah.

Lapisan dalam yang lembut melonjak keluar ketika kulit pastry yang perlahan masuk kedalam mulut. Potongan apel merah segar dan krim manis lembut berserakan memenuhi pipi.

Bibir nya merah pucat kini sedikit terang ketika lengan nya kembali mengambil satu pai yang tersaji. Serena menelan ludah beberapa kali, adik satu satunya yang dia punya sangat menyukai pai apel buatan nya.

"Habis ini kamu ikut kakak, kita beli cat terus kertas gambar buat tugas seni kamu kemarin." Serena merapikan sisa makanan yang habis tanpa jejak. Arumi mengangguk kuat meskipun dia sedang mengelap pipi dan bibir nya menggunakan lap tangan kecil.

***

Decitan ban mobil yang menggores aspal terdengar cukup lantang. Arumi memandang sekitar melalui jendela mobil yang sedikit terbuka, persimpangan jalan yang dipenuhi berbagai mobil dan motor dengan berbagai jenis.

Motor kopling yang sudah tua, suara bisik kalpot mobil dan bus yang lewat tepat disamping kedua gadis itu. Serena menggerakan lengan nya membuka sabuk pengaman yang melilit Arumi, membuka pintu perlahan.

"Ikutin kakak, jangan jalan sendirian yah." Serena menuntun lengan Arumi, rambut sepanjang bahu nya menggoyang kiri-kanan tidak beraturan. Berjalan memasuki toko melewati barisan keranjang belanja yang ditumpuk. Lampu gantung yang memberikan sinar kuning kemerahan, dinding berlapis rentetan papan kayu memajang kumpulan foto pelukis terdahulu dengan rangkaian kata puitis yang memotivasi.

Salvador, Oscar-Claude Monet, Pablo Picasso, Michelangelo, dan jangan lupakan Leonardo da Vinci, foto mereka semua berbaris rapih di pajang dengan ukuran bingkai besar.

"Kamu ada ide apa buat tugas gambar Bentuk?" Serena memalingkan wajahnya sejenak dengan tangan nya yang masih menggandeng Arumi.

"Potongan bentuk, kayak bola, persegi, kerucut, tabung. Aku mau buat jadi tiga dimensi, tanpa warna." Arumi mengamati rak tinggi disekeliling dirinya. "Terus kamu minta cat buat apa?"

"Abis dinilai, aku mau warnain terus tempel di kamar, burung biru itu pasti suka." Ujar Arumi antusias. Serena sesaat mengerutkan dahinya. Menarik bibir nya kedalam.

Waktu berjalan dengan cepat.

Kantung belanja di tangan Serena sudah penuh oleh tumpukan kertas dan beberapa kotak cat dengan warna berbeda.

Serena hendak berdiri dibelakang orang orang yang ingin membayar, sebelum dirinya menyadari kalau Arumi tidak berada di belakang dirinya.

"Arumi..Arumi, kamu dimana?" teriak Serena pelan, bola matanya bergerak-gerak tak karuan, kepalanya menoleh sekitar hingga kacamata miliknya nyaris jatuh menghantam lantai.

Lengan nya mulai bergetar, tetesan keringat perlahan keluar dari kening dan lengan nya yang ditutupi jaket tebal. "Arumi kamu dimana, jangan becanda ya." Sautan Serena tidak menghasilkan apapun selain orang-orang yang kini memandanginya dengan tatapan tipis.

Langkah kakinya semakin kencang, menyingkap rak demi rak, ruangan demi ruangan, toilet, kembali lagi ke kasir, mengintip kedalam mobil, nihil.

Serena mengusap tetesan keringat yang membasahi wajahnya samar, terakhir kali dirinya terpisah dari Arumi saat mereka sedang berjalan sore di desa.

Serena butuh puluhan menit berkelana mengitari desa dan menemukan Arumi sedang mencoba melompat masuk kedalam sungai.

"Arumi kamu dimana, jangan ngumpet deh, kakak enggak lagi bercanda lho ini." Serena tidak berhenti memanggil Arumi.

Beberapa menit berlalu, dirinya masih berjalan mengelilingi setiap penjuru toko seni yang cukup luas. Serena menggigir bibir nya pasrah, dirinya kembali terpisah.

Pandangan mata yang tadinya berkeliaran perlahan diam, langkah kakinya berdecit dengan lantai keramik. Wajahnya memandang sudut ruangan, seorang gadis tengah duduk memegangi lutut, dengan mata yang berkedip memandang atap. Itu Arumi!

Serena berjalan cepat menghampiri. Terselip rasa lega di hati, kini dia bisa menghembuskan nafas dengan tenang. Arumi melambaikan lengan dengan senyum manisnya melihat Serena yang menghampiri.

"Arumi kamu ngapain disini? Kan tadi kakak bilang jangan pergi sendirian. Kakak cariin kamu kemana-mana, ke mobil, kasir, semua!" Serena mengentikan kalimatnya ketika Arumi mulai menundukan kepalanya, memalingkan pandangan.

Serena cepat langsung merangkul Arumi dengan pelukan hangat, lengan nya mengelus pipi Arumi yang sedikit merah. "Maaf..maafin kakak." Jelas Serena.

"Kenapa kamu bisa kesini?" Arumi menoleh atap-atap toko, jari nya menunjuk sesuatu, namun tidak ada apa apa disana. "Tadi aku diajak sama wanita cantik, gaun nya indah banget, mahkota nya besar." Arumi antusias menjelaskan, matanya bersinar dengan lesung pipi yang kembali terlihat.

"Dia nyuruh aku tungguin disini sampai dia dateng lagi." Serena mengusap matanya, dia tersenyum menghadap Arumi, kedua lengan nya mengajak Arumi berdiri dari lantai yang dingin.

"Kita ke kasir terus pulang ya, putri tadi pasti nyusul kamu nanti, yah."

Arumi mengangguk pelan, menangkap genggaman Serena dan berjalan perlahan menuju pintu toko.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!